Kamis, 17 Juli 2025

Hayoo..! Presiden Jokowi Minta 10.000 Maladministrasi Kementerian Dipublikasi

Presiden Jokowi saat menerima Ombudsman Republik Indonesia di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (7/12). (Ist)

JAKARTA- Presiden betul-betul berharap supaya ada perbaikan di bidang pelayanan publik. Kalau pelayanan publik baik maka akan terhindar dari maladministrasi dan itu juga berarti tidak terbuka kesempatan untuk korupsi. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Amzulian Rivai, usai diterima oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (7/12).

“Tadi kami menyampaikan laporan kepada Ombudsman. Tahun 2015 misalnya laporan kepada Ombudsman itu berjumlah 6.857, kemudian tahun 2016 meningkat menjadi 9.075, yang kemudian 2017 ini kami prediksi di atas 10.000,” ujar Amzulian.

Kalau diperhatikan, lanjut Ketua ORI, dugaan maladministrasi yang dilaporkan paling banyak pertama adalah terjadinya pungutan liar. Ia menambahkan yang kedua adalah penyalahgunaan wewenang, dan terbanyak ketiga penyimpangan prosedur.

“2017 ini kita menyurvei 14 Kementerian, 104 pemda dan pemkot, dan lembaga negara. 35% kementerian berada pada zona hijau artinya institusi itu memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi. Sekitar 57% berada pada zona kuning berarti berarti kepatuhannya sedang. Dan kepatuhan rendah berada pada zona merah,” ujar Amzulian.

Presiden, menurut Ketua ORI, menekankan bahwa kalau memang ada hal-hal yang sifatnya perlu diperbaiki jangan sungkan itu dipublikasikan dalam rangka untuk perbaikan-perbaikan ke depan. Ia menambahkan bahwa Presiden minta dalam memberikan penilaian ada semacam raport dan diberikan penekanan kekurangannya dimana.

“Ombudsman membuka diri untuk memberikan asistensi supaya bisa lebih baik ke depan. Salah satu provinsi misalnya, mereka tidak pernah mencapai hijau maupun kuning, tapi mereka tidak putus asa,” tambah Amzulian.

Untuk lebih meningkatkan penilaian, pemerintah provinsi bekerja sama dengan Ombudsman daerah terus melakukan perkembangan selama beberapa tahun hingga kemarin mendapatkan zona hijau.

“Jadi Ombudsman ikut bertanggung jawab tidak hanya mengawasi tetapi dapat juga memberikan asistensi,” pungkas Amzulian.

Pelayanan Publik Meningkat

Sementara itu, Komisioner ORI, La Ode Ida menyampaikan bahwa Presiden menekankan agar selain dilaporkan kepada Presiden juga dilaporkan kepada publik.

“Instansi-instansi yang tidak patuh terhadap standar pelayanan publik dan melakukan maladministrasi dalam memberikan pelayanan publik diberi sanksi oleh publik,” tutur La Ode Ida.

Kalau untuk kementerian, menurut Komisioner ORI Adrianus Meliala, tendensinya meningkat. Yang perlu menjadi perhatian, lanjut Adrianus, adalah pada tingkat kota, dimana ada beberapa kota yang tidak menunjukkan indikasi membaik, jadi merah atau kuning, merah lagi.

“Dan kalaupun membaik terus terang ada indikasi politik, jadi dipakai sebagai suatu alat untuk jualan misalnya Pilkada tahun depan,” ujar Adrianus.

Bidang lain yang jadi concern Presiden, menurut Alamsyah Saragih, Komisioner ORI lainnya, yakni agraria. “Kami menyampaikan hasil pantauan kami terhadap hasil kerja BPN, ada penundaan berlarut cukup tinggi di Jawa Timur dan DKI. Presiden mencermati itu,” ujar Alamsyah.

Hal kedua, menurut Alamsyah, berkaitan dengan bagaimana mempercepat redistribusi 20% lahan plasma HGU-HGU yang masuk melalui pelepasan kawasan hutan, ada 129 HGU.

“Dan itu menjadi salah satu objek dari reforma agraria. Yang ketiga tanah untuk infrastruktur dan land appraisal,” pungkas Alamsyah.

Maladministrasi Kemenhub

Sebelumnya kepada Bergelora.com dilaporkan maladminstrasi di kementerian Perhubungan. Karin Item, Ketua Umum PIP2I memaparkan beberapa peraturan yang menghambat bahkan mematikan industri penerbangan dibidang pendidikan.  Soal navigasi dan penggunaan bandara, yang diatur dalam CASR Part 91.152 dan ICAO Doc 9082/5 yang merupakan turunan dari Peraturan Menteri (PM) 17/2014 dan PM 55/2016, dilakukan pembatasan kawasan pelatihan terbang.

“Apalagi pada wilayah uncontrolled airspace tidak lazim diterapkan di negara-negara

lain. Pembatasan ini juga belum mengakomodasi kebutuhan pelatihan dan efisiensi operasional. Belum ada Sectional Aeronautical Charts yaitu primary navigational reference medium yang dibutuhkan oleh komunitas VFR pilot,” ujarnya.

Menurutnya juga penetapan biaya pelayanan jasa navigasi, belum mengakomodasi operasional dengan pesawat latih yang bobotnya sekitar 1.000Kg.

“Saat ini masih didasarkan pada tabel faktor terdekat yakni skala 0 – 17.770Kg,” ujarnya.

Pelarangan terbang malam (Night VFR flying) tanpa persetujuan Direktur (DGCA), seharusnya dapat diatasi dengan telah disetujuinya Silabus dan Training Procedure Manual (TPM) oleh Direktur.

“Karena Night VFR flying merupakan pengalaman yang dipersyaratkan sebelum memperoleh lisensi pilot, dan tercantum dalam Silabus dan TPM yang telah disetujui Direktur. Pada prakteknya, sekolah tetap harus mengajukan permohonan waiver, setiap akan melakukan penerbangan malam. Masa berlaku waiver hanya 1 bulan. Pelarangan night VFR flying tidak lazim diterapkan di negara-negara lain,” jelasnya.

Menurutnya yang memberatkan juga adalah penerapan biaya konsesi per siswa pilot oleh pengelola bandara PT Angkasa Pura, padahal kegiatan pendidikan penerbang bukan termasuk dalam Kegiatan Pelayanan Bandar Udara yang bersifat komersial dan didelegasikan ke pihak lain sehingga oleh karenanya pihak bandara dapat memungut imbalan berupa concession fee,” ujarnya.

Tidak Relevan

Karin Item menjelaskan di Indonesia sekolah-sekolah penerbangan dipersulit dengan berbagai peraturan menteri perhubungan. Salah satunya adalah Sertifikasi dan Perijinan lewat peraturan menteri PM 64/2017, yang menyatakan Kategori pesawat latih, apakah single atau multi-engine. Sebagai penunjang pelatihan untuk mencapai standar profisiensi pilot, maka kategori pesawat tergantung pada persyaratan profisiensi yang hendak dicapai, misalnya CPL single-engine land atau CPL multi-engine land.

“Pengajuan persetujuan pelaksanaan pelatihan untuk kategori pesawat tergantung dari tujuan dan lingkup institusi tersebut; misalnya apakah bertujuan untuk melatih ab-initio airline pilot, dan/atau pilot profesional yang belum memutuskan tujuan karirnya, dan/atau pilot non profesional/hobby. Sehingga kategori pesawat, tidak relevan untuk menjadi persyaratan dalam sertifikasi operasi sekolah pilot,” jelasnya.

Jumlah pesawat latih yang digunakan, tergantung dari komposisi jumlah murid, jumlah flight instructor, dan metoda pelatihan yang digunakan untuk mencapai standar profisiensi pilot. Waktu pencapaian standar profisiensi tersebut sudah diatur dalam silabus dan kurikulum yang disetujui.

“Sehingga persyaratan jumlah minimum armada pesawat latih dalam sertifikasi tidak diperlukan, lebih lagi tidak relevan dengan keselamatan penerbangan. Status pesawat latih, apakah milik atau sewa, tidak relevan dengan peraturan keselamatan penerbangan. Strategi pengelolaan finansial institusi untuk memiliki atau menyewa pesawat latih tidak menjamin tercapainya keselamatan operasi penerbangan. Sehingga persyaratan status kepemilikan pesawat latih dalam sertifikasi tidak diperlukan, dan juga tidak relevan dengan keselamatan penerbangan,” jelasnya.

Dalam Peraturan Menteri Perhubungan, PM 17/2014, PM 55/2016, PM 65/2017 Penetapan bandara untuk kegiatan pelatihan terbang hanya mempertimbangkan dari sisi pelayanan navigasi yang memprioritaskan penerbangan komersial.

“Belum mengakomodasi kebutuhan pelatihan untuk pencapaian profisiensi pilot, serta efisiensi operasional kegiatan pelatihan,” ujarnya.

Dari 18 bandara yang ditetapkan, hanya 2 bandara yang memiliki fasilitas instrumen ILS, lainnya terbatas VOR/DME & NDB, atau hanya NDB. Pelaksanaan night flight juga terkendala di bandara yang tidak memiliki fasilitas lampu yang memadai. Demikian pula waktu operasi bandara yang terbatas juga menjadi kendala.

“Distribusi AVGAS yang tersentralisasi di Surabaya, dengan pengangkutan AVGAS yang pada umumnya harus dikelola sendiri oleh institusi, maka lokasi-lokasi bandara selain di pulau Jawa menjadi kendala, dan akhirnya mengakibatkan tingginya biaya bahan bakar; dan akhirnya biaya pendidikan,” katanya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru