JAKARTA- Sentimen Agama diikuti seruan kebencian telah berhasil dipakai untuk memenangkan Pilkada DKI Jakarta. Tentu saja akan menjadi contoh untuk digunakan kembali di berbagai daerah yang akan melakukan Pilkada pada Juni 2018 nanti. Bahkan akan diulangi lagi dalam Pemilu 2019.
Seruan Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin tentang ceramah di rumah ibadah, merupakan salah satu cara menghentikan ujaran-ujaran kebencian (hate speech) yang dapat mengarah pada kejahatan kebencian (hate crime). Karena itu seruan ini harus didukung demi terciptanya kohesi sosial dalam kemajemukan. Demikian Ketua Setara Institute, Hendardi kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (1/5)
“Namun demikian seruan Menteri Agama tidak akan memberikan dampak signifikan jika tidak disertai dengan upaya-upaya penindakan hukum dari pihak-pihak yang memiliki kewenangan,” tegasnya.
Ia menjelaskan, dalam konteks pilkada, pengawas pilkada dan Tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Pilkada, semestinya sigap menindak setiap praktik kampanye dan penyebaran kebencian atas dasar SARA di mimbar-mimbar keagamaan.
“Polri, yang memiliki kewenangan menindak tindak pidana penyebaran kebencian, tidak cukup hanya menghimbau, tetapi semestinya dapat menggunakan unit pembinaan masyarakat (Binmas) untuk berkomunikasi dengan pengurus masjid,” katanya
Intel dan keamanan (intelkam) menurutnya harus diefektifkan untuk melakukan pengawasan, dan satuan reserse kriminal untuk melakukan penegakan hukum manakala penceramah melakukan tindak pidana,” ujarnya.
Ia menegaskan agar ada pembelajaran dari Pilkada DKI Jakarta, dimana masjid-masjid digunakan untuk kampanye dan penyebaran kebencian atas dasar SARA begitu merajalela, semestinya elemen-elemen kunci dalam tubuh negara segera menyusun langkah bersama memastikan situasi serupa tidak terulang dalam Pilkada serentak 2018 dan Pemilu Legislatif dan Presiden pada 2019.
“Kualitas demokrasi tidak melulu ditakar dengan hasil suatu proses elektoral tetapi yang utama justru bagaimana proses elektoral itu berpijak dan mempromosikan nilai-nilai demokrasi,” tegasnya.
Menurutn Hendardi, selain larangan ujaran kebencian atas dasar SARA, seruan tersebut juga melarang penggunaan tempat ibadah sebagai sarana kampanye politik praktis, sebagaimana terjadi dalam Pilkada DKI Jakarta lalu,
“Seruan Menag Lukman tidak akan mengganggu kebebasan berpendapat dan berekspresi karena kebebasan tersebut merupakan hak yang bisa dibatasi (derogable rights), karena mengandung unsur-unsur yang berpotensi mengganggu ketertiban sosial.
“Apalagi seruan tersebut hanyalah mempertegas ketentuan peraturan perundang-undangan, baik yang tercantum dalam KUHP dan UU ITE terkait ujaran kebencian maupun dalam UU Pilkada, terkait larangan kampanye di tempat ibadah,” ujarnya. (Web Warouw)