JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menegaskan bahwa dia telah menandatangani surat kepada 12 negara yang menguraikan berbagai tingkat tarif yang akan mereka hadapi atas barang yang mereka ekspor ke Negeri Paman Sam.
Isi surat ini memberikan tawaran “terima atau tinggalkan” dan akan dikirimkan pada hari Senin depan (7/7/2025).
Trump, yang berbicara kepada wartawan di atas Air Force One saat dia melakukan perjalanan ke New Jersey, menolak menyebutkan nama negara yang terlibat, dengan mengatakan bahwa hal itu akan diumumkan kepada publik pada hari Senin.
Trump sebelumnya pada hari Kamis mengatakan kepada wartawan bahwa ia mengharapkan surat pertama akan dikirimkan pada hari Jumat, hari libur nasional di Amerika Serikat, meskipun tanggalnya sekarang telah berubah.
Dalam perang dagang global yang telah menjungkirbalikkan pasar keuangan dan memicu perebutan di antara para pembuat kebijakan untuk menjaga ekonomi mereka, Trump pada bulan April mengumumkan tarif dasar 10% dan jumlah tambahan untuk sebagian besar negara, beberapa berkisar setinggi 50%.
Namun, semua kecuali tarif dasar 10% kemudian ditangguhkan selama 90 hari untuk memberikan lebih banyak waktu bagi negosiasi untuk mengamankan kesepakatan.
Periode tersebut berakhir pada 9 Juli mendatang, meskipun Trump pada Jumat pagi mengatakan tarif bisa lebih tinggi lagi – berkisar hingga 70% – dengan sebagian besar akan mulai berlaku pada 1 Agustus.
“Saya menandatangani beberapa surat dan akan dikirim pada Senin, mungkin dua belas,” kata Trump, ketika ditanya tentang rencananya terkait tarif,” paparnya dikutip dari Reuters.
“Jumlah uang yang berbeda, jumlah tarif yang berbeda,” sambungnya.
Trump dan para menteri utamanya awalnya mengatakan mereka akan memulai negosiasi dengan sejumlah negara mengenai tarif, tetapi presiden AS tampaknya telah kecewa dengan proses tersebut setelah berulang kali mengalami kemunduran dengan mitra dagang utama, termasuk Jepang dan Uni Eropa.
Dia menyinggung hal itu secara singkat pada Jumat malam, mengatakan kepada wartawan:
“Surat-surat itu lebih baik … jauh lebih mudah untuk mengirim surat.”
Sayangnya, dia tidak menanggapi prediksinya bahwa beberapa perjanjian perdagangan yang lebih luas dapat dicapai sebelum batas waktu 9 Juli.
Pergeseran dalam strategi Gedung Putih mencerminkan tantangan dalam menyelesaikan perjanjian perdagangan pada segala hal mulai dari tarif hingga hambatan non-tarif seperti larangan impor pertanian, dan terutama pada proses yang dipercepat.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sebagian besar perjanjian dagang di masa lalu membutuhkan negosiasi selama bertahun-tahun untuk diselesaikan.
Satu-satunya perjanjian dagang yang dicapai hingga saat ini adalah dengan Inggris, yang mencapai kesepakatan pada bulan Mei untuk mempertahankan tarif 10% dan memperoleh perlakuan istimewa untuk beberapa sektor termasuk mobil dan mesin pesawat terbang.
Kemudian, dengan Vietnam, AS memangkas tarif pada banyak barang Vietnam menjadi 20% dari yang sebelumnya diancam sebesar 46%. Pasalnya, banyak produk AS akan diizinkan masuk ke Vietnam bebas bea.
Indonesia Masih Usaha Rayu Trump
Lantas bagaimana nasib Indonesia? Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan negosiasi masih berlangsung. Indonesia telah mengirim second offer ke USTR dan menempatkan tim negosiator di Washington DC guna menyiapkan dokumen tambahan.
“Second offer ini sudah diterima oleh USTR dan sudah di-review. Tentu Indonesia tinggal menunggu feedback apakah masih ada feedback tambahan terkait dengan proses negosiasi yang ada,” ujarnya di Jakarta, Rabu (2/7/2025).
Menurut Airlangga, AS kemungkinan memberikan jawaban setelah 4 Juli karena fokus pada persiapan anggaran.
Pada Senin (7/7/2025), Indonesia dijadwalkan menandatangani kesepakatan dagang senilai 34 miliar dolar AS (sekitar Rp 560 triliun) untuk menyeimbangkan neraca perdagangan.
Kesepakatan mencakup impor energi dari AS serta investasi di sektor energi dan pertanian.
“Ini menunjukkan bahwa pemerintah, regulator, BUMN, dan swasta bersatu dalam merespons pengenaan tarif resiprokal oleh AS,” ungkap Airlangga, Kamis (3/7/2025).
Dengan beban tarif impor hingga 32 persen, strategi ini penting. Indonesia mencatat surplus perdagangan barang sebesar 17,9 miliar dolar AS pada 2024 melawan AS, menurut USTR.
Sebelumnya, Indonesia menawarkan pemangkasan bea masuk produk AS hampir nol persen, termasuk impor gandum senilai 500 juta dolar AS (sekitar Rp 8 triliun).
“Ekspor utama AS akan dikenakan tarif mendekati nol, tapi itu juga bergantung pada berapa besar tarif yang bisa kita dapat dari mereka,” kata Airlangga.
Susiwijono Moegiarso, Sekretaris Kemenko Perekonomian, menambahkan harapan mendapatkan tarif preferensial untuk ekspor Indonesia seperti elektronik, tekstil, dan alas kaki. Wakil Ketua DEN Mari Elka Pangestu menyatakan harapan agar Indonesia bisa mendapat tarif impor lebih rendah dibanding Vietnam yang mencapai 20 persen.
“Semoga (bisa lebih rendah dari Vietnam)… kita berharap bisa menyelesaikan negosiasinya sebelum 8 Juli. … Kayaknya susah untuk dapat 0 persen. … jika bisa dapat 10 persen itu jauh lebih baik tentunya dari 20 persen,” kata Mari Elka. (Web Warouw)