JAKARTA- Masalah serius terhadap ancaman krisis listrik dalam lima tahun mendatang akibat cadangan kapasitas kritis yaitu berkisar hanya 14 – 26%. Ini di bawah dari cadangan aman minimal sebesar 30%. Dalam mendukung pertumbuhan ekonomi 7% yang dicanangkan Pemerintahan Jokowi-JK memerlukan tambahan pasokan listrik 34.000 MW sampai tahun 2019 dengan kebutuhan investasi sekitar US $ 87 milyar. Hal ini ditegaskan oleh Deputi Kantor Transisi Joko Widodo – Jusuf Kalla, Hasto Kristiyanto kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (24/9).
“Peran swasta dimaksimalkan namun tetap dituntut untuk menjamin kehandalan pasokan yang sekarang masih rendah yaitu 50-60%. Penerapan performance base regulatory di sektor kelistrikan menjadi parameter kunci perbaikan,” ujarnya.
Akar masalah krisis listrik saat ini menurutnya adalah adanya keterlambatan pembangunan pembangkit dan transmisi dalam lima tahun terakhir, permasalahan tarif pembangkit listrik geothermal, persoalan pembebasan lahan, hak guna lahan kehutanan dan jalur transmisi serta kemampuan keuangan PLN lemah.
Menurutnya, ratusan ijin prinsip pembangkit mikrohidro berhenti. Rasio elektrifikasi saat ini masih berkisar 80% tidak mampu menyokong pertumbuhan ekonomi. Sebagai negara kepulauan menjadi tantangan tersendiri namun bukan berarti tidak ada solusinya.
“Pemanfaatan ketersediaan aneka energi lokal akan dioptimalisasikan. Ketersediaan listrik merupakan syarat mutlak kemajuan daerah. Restrukturisasi PLN mengarah pada otonomisasi organisasi PLN di wilayah dalam rangka efisiensi organisasi nampaknya sebagai opsi menarik untuk ditindaklanjuti,” tegasnya.
Sehingga menurutnya, persoalan listrik yang asimetris antar wilayah di Indonesia tidak harus diputuskan terpusat di Trunojoyo. Keterlibatan Pemerintah Daerah dalam mengatasi krisis listrik harus dioptimalkan sebagai bentuk tanggung jawab pemerintahan bersama.
Pemanfaatan Batubara
Batubara dan olahannya sebagai salah satu sumber energi primer murah menurutnya akan menjadi andalan dalam pemenuhan kebutuhan energi listrik. Ekspor batubara akan dikurangi dan domestik market obligation akan diperbesar.
“PLTU batubara mulut tambang dibangun untuk memanfaatkan batubara kalori rendah sehingga menggerakkan perekonomian daerah dan pemerataan pembangunan. Kita tidak ingin mengulangi kesalahan masa lalu sebagai pengekspor minyak, namun sekarang sebagai nett importer,” tegasnya.
Ia memastikan, industri padat energi didorong penuh untuk menempati kawasan industri di daerah lumbung energi seperti di Sumatra Selatan, Bengkulu, Kalimantan, Maluku dan Papua. Ini bertujuan untuk mendekatkan industri ke pusat energi dan bahan mentahnya serta menciptakan multiplier effect di daerah setempat.
Pemerintahan Jokowi JK menurutnya sangat memahami bahwa masa depan keamanan energi nasional tidak boleh bertumpu pada energi fosil yang pasti habis. Diversifikasi energi dengan pengembangan aneka energi terbarukan adalah suatu keniscayaan yang harus dipercepat pemanfaatannya.
“Ke depan, bauran energi nasional harus mengurangi konsumsi energi fosil dan memberdayakan energi non fosil. Energi ini tidak boleh lagi disebut sebagai alternatif namun diarahkan sebagai energi andalan,” jelasnya.
Energi Andalan
Energi andalan yang dimaksud berupa energi air, surya, biofuel, angin, panas bumi, tenaga laut dan biomassa memiliki potensi yang luar biasa dan belum dimanfaatkan secara baik.
“Pemilihan bauran energi dilakukan dengan hati-hati agar tidak berkompetisi dengan lahan pangan,” tegasnya.
Untuk itu,skema feed in tariff, kebijakan fiskal dan fasilitas lain untuk pengembangan aneka energi terbarukan tersebut segera ditinjau ulang keseluruhannya untuk memberi kesempatan seluas-luasnya bagi investor melalui kerjasama pemerintah swasta atau swasta murni.
“Industri dalam negeri terkait itu harus didorong dan dimaksimalkan melalui kerjasama tiga pilar, Pemerintah, Industri dan para periset. Gerakan penghematan energi, audit energi, standardisasi teknis dan kompetensi, skema reward dan punishment pemanfaatan energi dan konservasi pada umumnya akan lebih diseriusi guna menurunkan elastisitas energi nasional. Payung hukum yang mengatur hal itu segera akan dibuatkan,” tegasnya.
Pernyataan ini menurut Hasto bersumber dari Forum Diskusi di Kantor Transisi Joko Widodo – Jusuf Kalla beberapa waktu lalu yang diikuti oleh lain Kurtubi, Luluk Sumiyarso, Satya Yudha, Poltak Sitanggang, Fabby Tumiwa, TN Mahmud, Suyitno Padmosukisma, Achmad Syakhroza, Suadi Marasabessy, Amy Indriyanto, dan team relawan.
Diskusi dipandu oleh Nick Nurrachman dari Pokja Energi Tim Transisi, yang dimoderatori secara bergantian oleh Ari Soemarno sebagai ketua Pokja, Fahmi Mochtar, dan Pri Agung Rahmanto.
Empat topik yang dibahas adalah empat topik yaitu; reformasi subsidi energi, pemberantasan mafia migas, mengatasi ancaman krisis listrik dan upaya mewujudkan kedaulatan – kemandirian dan ketahanan energi bangsa. (Dian Dharma Tungga)