JAKARTA – China mampu menurunkan emisi karbondioksida sekitar 310 juta ton sepanjang tahun 2022 yang ditimbulkan oleh pembangkit listrik tenaga batu baru setelah menggantinya dengan tenaga nuklir.
Keamanan tenaga nuklir China juga sudah berada pada tingkat lanjutan secara global, menurut Laporan Perkembangan Energi Nuklir 2023 yang dirilis Asosiasi Energi Nuklir China (CNEA), Kamis (27/4).
Kepada Bergelora.com.di Jakarta dilaporkan,
Saat ini China sedang membangun 24 unit pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dengan kapasitas terpasang mencapai 26,81 juta kilowatt yang diklaim oleh CNEA sebagai peringkat pertama di dunia pada tahun ini.
Sejak 2022, otoritas China telah menyetujui pembangunan 10 unit PLTN baru, tiga di antaranya telah beroperasi secara komersial.
Pada tahun itu pula PLTN China telah menghasilkan energi listrik sebesar 417,78 miliar kilowatt per jam (kWh) atau 4,7 persen dari total energi listrik di negara tersebut.
Produksi listrik yang dihasilkan dari pemanfaatan nuklir pada 2022 itu mengalami pertumbuhan 2,5 persen dibandingkan pencapaian pada 2021, berdasarkan data CNEA.
Dengan memanfaatkan nuklir, China mengurangi ketergantungan pada batu bara hampir 120 juta ton pada 2022 sehingga mampu mengurangi emisi karbon 310 juta ton.
Sebelumnya, China telah memiliki 54 unit pembangkit nuklir yang beroperasi secara komersial dengan kapasitas terpasang sebesar 56,82 juta kilowatt.
CNEA menyatakan bahwa pengoperasian PLTN di China tetap aman dan stabil untuk jangka panjang sehingga pembangunan unit baru terus ditingkatkan.
Keraguan Indonesia
Pengamat PLTN Indonesia, Markus Wauran menjelaskan dalam tulisannya setelah Presiden Soeharto, sampai saat ini pembangunan PLTN belum terealisasi karena berbagai hambatan sepihak oleh putra bangsa sendiri, walaupun dari berbagai persyaratan Indonesia sudah memenuhi syarat untuk membangun PLTN, sesuai penilaian dari IAEA (International Atomic Energy Agency), sebagai lembaga PBB yang berkedudukan di Wina, Austria, dimana Indonesia menjadi anggotanya.
“Setelah pembangkit listrik berbahan bakar batubara diputuskan tidak dibangun lagi dan yang sedang beroperasi akan diberhentikan lebih dini, karena tuntutan dunia untuk membangun energi hijau yang ramah lingkungan, maka ada harapan Indonesia akan segera membangun PLTN untuk pengganti pembangkit listrik tenaga batubara. Apalagi, Uni Eropa pada 2 Pebruari 2022 telah mendeklarasikan bahwa energi nuklir adalah energi hijau yang ramah lingkungan, maka peluang besar bagi Indonesia untuk membangun PLTN terbuka lebar,” jelasnya.
Diharapkan pada pertemuan G20 di Bali, Nopember 2022, ada gaung positif dan konkrit tentang pembangunan PLTN di Indonesia dari Presiden Jokowi, apalagi pada bulan Juni 2022, saat Presiden Jokowi bertemu dgn Presiden Putin di-Moskow, ada tawaran Presiden Putin untuk Rusia dapat membangun PLTN di Indonesia.
“Namun harapan itu pupus bahkan berbagai pihak pendukung PLTN sangat terkejut dan kecewa karena keterangan dari Menteri ESDM setelah selesai G20 di Bali mengatakan bahwa PLTN akan masuk ke sistim pada awal 2040, karena yang diprioritaskan saat ini dan ke depan adalah energI baru dan terbarukan dengan fokus pada tenaga surya (PLTS) dan panas bumi,” jelasnya.
Simbiosis Mutualis
Menurut Markus Wauran pada saat yang lalu, Pengusaha Batubara terkena propaganda bahwa kehadiran PLTN di Indonesia akan menjadi pesaing utama pembangkit listrik tenaga batubara. Akibatnya beredar issue bahwa yang menghambat pembangunan PLTN di Indonesia adalah para pengusaha batubara dimana ada diantaranya juga menjadi penguasa.
Issue ini sebenarnya tidak benar, karena kenyataan di- 10 negara penghasil batu bara terbesar di-dunia memiliki PLTN yang sedang beroperasi seperti AS (92 unit), Rusia (37 unit), Ukraina (15 unit), Cina (58 unit), Jerman (3 unit), India (22 unit), Cina (58 unit),– disamping negara ini juga saat ini sedang membangun PLTN dimana Cina 19 unit, India 8 unit, Rusia 4 unit, Ukraina 2 unit dan AS 2 unit.
“Yang benar bahwa kehadiran PLTN di Indonesia bersifat simbiosis mutualis, saling membutuhkan, saling mendukung, bukan saling mematikan,” jelas Wakil Ketua Dewan Pendiri HIMNI dan mantan anggota.DPR-RI ini. (Web Warouw)