Selasa, 1 Juli 2025

INDUSTRI NASIONAL TETAP KERDIL..! 90% dari 120 Kawasan Belum Dimanfaatkan, Ini Penyebabnya

JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyebut, ada sekitar 90% tata ruang kawasan industri yang belum dimanfaatkan. Angka ini disebut menjadi peluang investasi yang besar di sektor kawasan industri.

Direktur Jenderal (Dirjen) Tata Ruang, Suyus Windayana menjelaskan, kawasan industri yang telah ditetapkan menyimpan banyak peluang. Potensi itu dinilai dapat menjadi peluang strategis bagi investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.

“Lebih dari 90% lahan kawasan industri yang sudah ditetapkan dalam tata ruang belum dimanfaatkan. Ini menunjukkan masih terbukanya peluang investasi yang sangat besar di sektor ini,” ujar Suyus dalam keterangan tertulisnya, dikutip Selasa (24/6/2025).

Sebagai contoh, Suyus menjelaskan, kawasan industri di Pulau Sumatera dengan luas lahan sekitar 185.412 hektare baru 13.000 hektare atau sekitar 7% yang dimanfaatkan. Sementara di Pulau Jawa, baru 34.000 hektare lahan yang dimanfaatkan dari total 350.539 hektare yang tersedia.

“Padahal ruangnya sudah tersedia dalam Rencana Tata Ruang, namun tantangan kita ada pada eksekusinya. Mulai dari izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), kesiapan RDTR, hingga penguasaan lahannya. Ini yang sedang kita dorong percepatannya,” jelasnya.

Namun begitu, ia tak menampik adanya sejumlah tantangan untuk optimalisasi kawasan industri, seperti belum lengkapnya izin KKPR, lambatnya integrasi RDTR ke dalam sistem OSS, hingga kendala pada proses pengadaan dan pelepasan lahan.

Suyus mengatakan, pemerintah menargetkan penyusunan dan integrasi 2.000 RDTR ke dalam OSS sebagai bagian dari strategi percepatan perizinan berusaha. Namun, hingga pertengahan 2025 baru 367 RDTR yang terintegrasi, sementara sisanya masih dalam proses sinkronisasi dan digitalisasi.

Sebagai bentuk dukungan konkret, Kementerian ATR/BPN terus membantu pemerintah daerah (Pemda) untuk membuat RDTR. Bantuan yang diberikan mulai dari anggaran hingga bantuan teknis dalam penyusunan aturan tersebut.

Perizinan dan Regulasi Belum Memadai

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) menggelar Dialog Nasional bertajuk “Optimalisasi Peranan Kawasan Industri Memperkuat Daya Saing Investasi Industri Manufaktur dalam Rangka Penciptaan Lapangan Kerja” di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, pada Kamis (19/6/2025). Dialog ini menjadi wadah strategis bagi HKI untuk mendorong percepatan perizinan dan penguatan regulasi kawasan industri, guna mendukung target ambisius pemerintah mencapai pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen dalam lima tahun ke depan.

Ketua Umum HKI periode 2025–2029, Akhmad Ma’ruf Maulana, menekankan pentingnya penguatan ekosistem investasi melalui perlindungan hukum yang lebih spesifik bagi kawasan industri.

Ia menilai, kawasan industri di Indonesia belum memiliki regulasi memadai untuk menopang perannya dalam menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja.

“Pemerintah punya target pertumbuhan ekonomi 8 persen dalam lima tahun ke depan. Jadi kita mengundang kementerian terkait. Ini menyangkut persoalan-persoalan yang dihadapi kawasan industri,” ujar Ma’ruf dalam keterangan resminya, Kamis (19/6/2025) malam.

“Kita minta adanya payung hukum yang lebih kuat, supaya ada pasal khusus di dalam Undang-Undang Perindustrian ke depan. Supaya ada jelas aturan mainnya,” lanjut dia.

Ada 120 Kawasan Industri

Ia menambahkan, jika 120 kawasan industri yang tersebar di seluruh Indonesia digabungkan, maka akan menjadi kekuatan ekonomi besar yang membutuhkan kepastian hukum untuk berkembang lebih optimal.

Dalam paparannya, Ma’ruf juga menyoroti berbagai tantangan yang masih dihadapi pelaku industri, antara lain tingginya biaya energi, khususnya gas, proses perizinan yang lambat, serta birokrasi di berbagai kementerian dan lembaga.

“Kalau siap tidak siap, dari awal kita yang menyambut sendiri industri yang kita bawa ke Indonesia. Cuma regulasinya yang tidak mendukung. Ada yang biaya tinggi, termasuk gas, dan lambannya perizinan seperti AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup),” papar Ma’ruf.

Untuk itu, HKI telah menjalin komunikasi dengan sejumlah kementerian, termasuk Kementerian Investasi, Kementerian ESDM, dan Kementerian ATR/BPN, serta akan melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dalam pembahasan berikutnya.

Semua masukan dari diskusi tersebut akan dirangkum sebagai rekomendasi kebijakan yang disampaikan ke pemerintah pusat.

Ma’ruf menegaskan, percepatan perizinan investasi menjadi prioritas utama. Ia berharap Satgas Percepatan Investasi yang melibatkan kementerian dan lembaga (K/L) terkait bisa segera dibentuk secara resmi.

“Kami mendorong percepatan perizinan itu cepat dilaksanakan. Karena setiap kementerian atau KL yang terkait itu tidak ‘senyawa’. Kadang-kadang di daerah juga tidak sejalan. Maka kami berharap Satgas Investasi bisa cepat di-SK-kan supaya cepat dilaksanakan,” tuturnya.

Lebih lanjut, HKI juga berencana membentuk tim khusus bersama Kementerian Perindustrian dan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM untuk mengawal langsung proses percepatan investasi di lapangan.

“Kami akan membuat tim bersama-sama dengan Kementerian Perindustrian dan (Kementerian) Investasi (dan Hilirisasi/BKPM) supaya mengawal ini. Dan tentunya sekali lagi, kami akan melibatkan diri atau terlibat dalam percepatan investasi tersebut,” tutup Ma’ruf.

Sebagai informasi, dialog ini turut dihadiri perwakilan dari berbagai kementerian, antara lain Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), serta Kementerian Ketenagakerjaan.

Kenyataan di atas menjadi jawaban mengapa industri nasional tetap kerdil, tidak bisa bertumbuh sehat dibandingkan China, India dan terakhir dilewati Vietnam. (Web Warouw)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru