Kamis, 23 Oktober 2025

INSPIRATIF…! Astuti Gittins: Ayo Ajak Anak Indonesia Membaca Sejak Dini

Astuti Gittins dari Pelita Indonesia Foundation, Gerakan Anak Indonesia Membaca. (Ist)

Pendidikan adalah tugas semua orang. Walau tinggal jauh dari tanah air, Rudi Astuti, 36 tahun masih terus mendorong dan mengajak semua orang untuk terlibat dalam pendidikan anak usia dini. Setelah menikah dirinya biasa dipanggil Astuti Gittins. Saat ini tinggal di Shanghai, Republik Rakyat Cina (RRC), Astuti masih terus mengirimkan berbagai buku bacaan untuk anak-anak di Indonesia. Bergelora.com mewawancarainya dari Jakarta, Kamis (14/3) (Redaksi)

Apa yang menggerakkan mbak mendorong Gerakan Anak Indonesia Membaca?

Awalnya saya adalah tutor Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia full time di Jakarta. Selain itu saya juga aktif menjadi tenaga pengajar relawan. Saya menggeluti pekerjaan dalam bidang pendidikan ini sejak tahun 2007. Awal Desember 2018 suami saya pindah tugas ke Shanghai, Cina. Dengan pindahnya kami ke Cina maka saya sudah tidak ada kegiatan mengajar lagi ataupun menjadi tenaga pengajar relawan. Saya disini hanya sebagai ibu rumah tangga saja.

Nah, dari sinilah saya berfikir bagaimana supaya saya dapat berkontribusi terhadap literasi di Indonesia dengan posisi saya yang tidak di Indonesia dan sudah tidak bisa berkontribusi sebagai relawan tenaga pengajar lagi. Akhirnya keluarlah ide untuk berbagi buku dengan anak-anak Indonesia dengan cara membeli buku lewat toko buku online dan dikirim langsung ke alamat panti asuhan dan taman baca.

Tidak lama kemudian keluarlah juga ide untuk membuat Facebook fan page Pelita Indonesia Foundation dan gerakan Anak Indonesia Membaca untuk mempromosikan budaya literasi di Indonesia dan untuk memberi kesempatan kepada teman-teman saya yang ingin turut berbagi buku dengan anak-anak Indonesia melalui gerakan Anak Indonesia Membaca tersebut.

Sudah berapa banyak anak yang terjangkau?

Untuk saat ini Pelita Indonesia Foundation berbagi dengan anak-anak Indonesia dalam bentuk buku atau pakaian bekas layak pakai saja. Untuk buku saya salurkan ke panti asuhan dan taman baca di seluruh Indonesia. Sedangkan untuk pakaian bekas saya salurkan ke panti asuhan di Jakarta dan Bali.

Apa hambatan yang selama ini mbak dihadapi?

Karena posisi saya saat ini tidak berdomisili di Indonesia jadi pada saat ada teman-teman yang ingin mendonasikan pakaian bekas dan buku bekas mereka saya tidak bisa ambil sendiri. Solusinya saya akan menghubungi taman baca atau panti asuhan terdekat untuk mengambil barang ke tempat donatur.

Siapa saja yang sudah terlibat mendukung gerakan ini mbak?

Sejak dimulainya gerakan Anak Indonesia Membaca saya mendapat dukungan dari suami saya untuk menyisihkan sebagian dari tabungan kami untuk berbagi buku dengan anak-anak Indonesia. Selain itu saya juga mendapat dukungan dari teman-teman seperti mas Bimo yang telah mengizinkan rumahnya sebagai titik pengumpulan buku dari donatur. Pak Simon Sanjaya dengan suka rela berbagi buku kepada Pelita Indonesia Foundation sebanyak 100 eksemplar. Selain mereka teman-teman yang lain juga sangat mendukung gerakan Anak Indonesia Membaca ini dengan cara membagikan buku-buku bekas dan pakaian anak-anak bekas.

Apa target dan tujuan mbak dalam gerakan ini?

Tujuan dari gerakan Anak Indonesia Membaca adalah untuk mengkampanyekan bahwa budaya membaca itu adalah penting sekali untuk kemajuan bangsa dan budaya. Membaca ini harus dimulai sejak usia dini. Targetnya adalah memajukan literasi di Indonesia.

Apa harapan mbak pada pemerintah dan masyarakat sehubungan dengan gerakan ini?

Saya rasa pemerintah sekarang sudah cukup mendukung dengan gerakan literasi di Indonesia. Salah satu dukungan pemerintah yang kongkrit adalah dengan adanya program pengiriman buku gratis pada tanggal 17 setiap bulannya. Harapan saya semoga program pengiriman buku gratis ini akan terus berlangsung dan lebih banyak masyarakat yang ikut berbagi buku dengan anak-anak di seluruh Indonesia. Semakin banyak anak-anak yang membaca maka semakin cerdas bangsa Indonesia.

Bukankah sekarang anak memilih gadget ketimbang baca buku? Bagaimana mengatasinya?

Oh iya, betul sekali. Inilah fenomena yang sering saya lihat. Banyak orang tua sekarang yang tidak mau repot membaca buku dengan anak-anak dan membiarkan anak-anak menghabiskan waktu dengan gadget mereka.

Cara mengatasi masalah ini tentu dari orang tua itu sendiri. Orang tua harus membatasi anak-anak dalam penggunaan gadget. Contohnya, anak-anak hanya diperbolehkan menggunakan gadget atau menonton TV 30 menit/1 jam saja per hari. Itupun boleh dilakukan setelah mengerjakan tugas dari sekolah dan membaca buku.

Bacaan apa saja yang terpenting untuk anak?

Untuk anak-anak yang masih kecil, buku cerita bergambar sangat cocok karena rata-rata anak-anak adalah visual. Buku cerita dengan gambar-gambar yang menarik akan membuat mereka bersemangat untuk membaca.

Di luar negeri ada tradisi story reading berkelompok. Apakah ini bisa kembangkan untuk anakanak Indonesia?

Oh tentunya bisa. Membaca berkelompok dapat menjadi penyemangat anak-anak untuk membaca dan juga dapat melatih anak-anak untuk bersosialisasi dengan anak-anak lain. Mereka juga dapat berdiskusi tentang bacaan yang telah mereka baca.

Dipendidikan luar ada metode memaparkan cerita dikelas, apakah ini bisa kita kembangkan di Indonesia?

Iya, betul sekali di luar negeri ada metode pemaparan cerita. Saya ambil contoh dari suami saya sendiri sebagai tenaga pengajar Bahasa Inggris di sekolah internasional, di setiap semester suami saya mengadakan pemaparan satu novel khusus anak-anak di kelas. Tidak hanya membaca setiap chapter dari novel tersebut tetapi anak-anak di kelas juga harus membuat ringkasan dari cerita setiap chapternya. Selain itu mereka juga menulis kosakata baru yang mereka pelajari dari novel tersebut. Metode inipun saya terapkan kepada anak-anak murid saya.  Saya rasa metode ini bisa dikembangkan juga di Indonesia untuk meningkatkan literasi anak-anak Indonesia.

Mengapa kita gagal kembangkan tradisi membaca, padahal pemerintah sediakan banyak perpustakaan?

Tradisi membaca di Indonesia boleh dibilang sangat ketinggalan dibandingkan dengan negara-negara lain karena menurut saya para orang tua di Indonesia tidak membiasakan anak-anak untuk membaca sejak usia dini. Contohnya di Inggris para orang tua sudah membiasakan membaca buku dengan anak-anak sejak bayi dan mereka ada budaya bed time story yaitu membacakan buku kepada anak-anak mereka sebelum tidur. Sehingga anak-anak tumbuh mencintai buku dengan sendirinya dan mereka menjadi dewasa yang mencintai buku.

Ini contoh yang sangat konkret,– perbedaan masa kecil saya yang lahir di keluarga Indonesia dan suami saya yang lahir dikeluarga Inggris. Ibu dari suami saya sudah membiasakan budaya membaca buku sejak bayi, alhasil suami saya sudah bisa membaca dengan lancar pada umur hampir 4 tahun. Sedangkan saya baru mulai belajar membaca pada saat saya masuk SD dan orang tua saya tidak pernah membaca buku dengan saya pada saat saya kecil. Untungnya saat saya masih kecil salah satu guru SD saya adalah tetangga dan kebetulan salah satu anak dari guru saya tersebut seumuran saya, jadi saya sering main ke rumahnya hanya untuk pinjam majalah Bobo dan itu yang membuat saya hobi membaca buku sampai sekarang. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru