JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menilai pemulihan ekonomi nasional belum bergerak secepat yang diharapkan karena mesin penggerak ekonomi dari sisi moneter belum bekerja optimal. Hal itu ia sampaikan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XI DPR RI pada Kamis (28/11/2025), saat menjelaskan strategi pemerintah membalikkan tren negatif peredaran uang di masyarakat dalam beberapa bulan terakhir.
“Uang di bank sentral masih banyak, mereka menyerap Rp 1.000 triliun dari perbankan. Kalau bisa dibantu sedikit saja, lebih bagus lagi. Coba diketuk-ketuk sedikit supaya kita bisa jalan bersama,” kata Purbaya dikutip Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (29/11).
Purbaya menegaskan bahwa meski mulai terlihat tanda perbaikan likuiditas, dorongan dari sisi kebijakan moneter belum terasa kuat.
Ia menyebut adanya dana besar perbankan yang terserap di instrumen bank sentral sehingga tidak mengalir maksimal ke ekonomi riil. Ia menilai beban pemulihan sejauh ini masih lebih banyak ditopang kebijakan fiskal, sementara injeksi dari sisi moneter belum memberikan efek yang sama.
Menurutnya, bank sentral memiliki ruang yang cukup luas untuk meningkatkan dorongan likuiditas tanpa menimbulkan risiko inflasi berlebihan.
Purbaya kemudian meminta dukungan Komisi XI untuk mendorong Bank Indonesia mempercepat peran moneter dalam memacu pertumbuhan. Ia menekankan bahwa koordinasi fiskal dan moneter harus berjalan lebih solid agar mesin pertumbuhan dapat bekerja serempak menghadapi tantangan ekonomi ke depan.
Instrumen Moneter Belum Berfungsi
Purbaya menegaskan bahwa strategi utamanya adalah membalikkan peredaran uang di masyarakat yang negatif dalam bulan-bulan sebelumnya, menjadi positif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Meski sudah ada tanda pemulihan peredaran uang di masyarakat, menurutnya masih belum optimal. Alasannya adalah instrumen moneter sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan masih belum berfungsi.
Padahal katanya motor dari fiskal sudah jor-joran dalam mendorong peredaran uang guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. Misalnya dari memindahkan penempatan dana saldo anggaran lebih (SAL) dari bank sentral ke perbankan untuk disalurkan ke masyarakat.
“Ini kan sebetulnya, ini udah negatif pertumbuhan uang kita jadi kita susah dan saya sekarang mencoba memperbaiki ini. Itu pun masih belum optimal karena masih ada sisi mesin ekonomi kita yang belum membantu dari si moneter. Ini injeksi positif masih dari sisi fiskal aja,” katanya.
Purbaya pun geram karena bank sentral masih menyerap uang ribuan triliun untuk mengendap di kantongnya.
“Tapi kan uang di bank sentral masih banyak. Mereka menyerap uang dari perbankan Rp1.000 triliun sekarang di SRBI dan open market operation-nya,” tegas Purbaya.
Lebih lanjut, pertumbuhan peredaran uang primer atau M0 seharusnya bisa tumbuh lebih tinggi lagi dari saat ini. Seperti diketahui Bank Indonesia mencatat pertumbuhan M0 adjusted pada Oktober 2025 mencapai 14,4% yoy, melambat dari bulan sebelumnya yang tumbuh 18,6%.
“Ini kan saya pikir dalam keadaan sekarang tumbuh 20 persen untuk M0 masih bisa ditolerir tanpa menimbulkan inflasi yang berlebihan atau tanpa ekonomi kita kepanasan,” katanya.
Oleh karena itu, ia meminta dukungan Komisi XI DPR RI untuk ‘mencolek’ bank sentral agar mesin pertumbuhan dari bank sentral lebih maksimal.
“Kan yang situ (BI) di bawah Komisi XI juga. Coba dia diketuk-ketuk sedikit biar kita bisa jalan bersama,” pungkasnya. (Calvin G. Eben-Haezer)

