Rabu, 1 Oktober 2025

JADI TERSANGKA NIH..! Pembobolan Rekening Dorman Rp204 Miliar, Mengaku Satgas Perampasan Aset 

JAKARTA – Dua orang tersangka kasus pembobolan rekening dorman senilai Rp 204 miliar terlibat dalam kasus penculikan dan pembunuhan kepala Kantor Cabang Pembantu (KCP) sebuah bank BUMN, Mohamad Ilham Pradipta (37).

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf menyebutkan, dua tersangka tersebut adalah Candy alias Ken (41) dan Dwi Hartono (40).

“Dari sembilan pelaku di atas terdapat dua orang tersangka berinisial C alias K dan DH sebagai sindikat jaringan pembobolan dana nasabah yang menargetkan rekening dorman,” ujar Helfi di kantor Bareskrim Polri.

“(Mereka) juga terlibat dalam kasus penculikan terhadap kepala cabang BRI yang saat ini ditangani oleh Ditreskrimum Polda Metro,” imbuh dia.

Helfi menjelaskan, dalam perkara pembobolan rekening ini, Candy berperan sebagai mastermind, sedangkan Dwi Hartono bertugas membuka blokir rekening dan memindahkan dana yang terblokir.

Dalam melakukan aksinya, Candy mengeklaim sindikatnya itu merupakan bagian dari Satuan Tugas Perampasan Aset.

9 Orang Jadi Tersangka Kasus Pembobolan Bank Rp 204 Miliar, Termasuk Penculik Kacab Bank BUMN

“Sejak awal bulan Juni 2025, jaringan sindikat pembobol bank yang mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset melakukan pertemuan dengan kepala cabang pembantu salah satu Bank BNI yang ada di Jawa Barat untuk merencanakan pemindahan dana pada rekening dorman,” kata Helfi.

Selain Candy dan Dwi, ada tujuh tersangka lain dalam perkara pembobolan rekening dorman ini yang terbagi ke tiga kelompok berbeda.

Dari internal bank, polisi menetapkan AP (50), kepala cabang pembantu yang memberikan akses ke aplikasi core banking system, serta GRH (43), consumer relations manager yang menjadi penghubung antara sindikat dan kepala cabang pembantu.

Dari kelompok eksekutor, ada C alias K (41) yang berperan sebagai mastermind dengan mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset dan mengeklaim menjalankan tugas negara secara rahasia.

Selain itu, ada DR (44), seorang konsultan hukum yang melindungi kelompok serta aktif merencanakan eksekusi.

Lalu, NAT (36), mantan pegawai bank yang melakukan akses ilegal ke core banking system dan memindahkan dana ke sejumlah rekening penampungan.

Peran lain dimainkan R (51) yang menjadi mediator antara kepala cabang dan sindikat sekaligus menerima aliran dana, serta TT (38) yang berperan sebagai fasilitator keuangan ilegal dan mengelola hasil kejahatan.

Sementara itu, kelompok pencucian uang terdiri dari DH (39) yang membantu membuka blokir rekening dan memindahkan dana yang terblokir, serta IS (60) yang menyiapkan rekening penampungan dan menerima aliran dana hasil kejahatan.

Seperti diketahui, Candy dan Dwi Hartono juga sudah berstatus sebagai tersangka kasus penculikan dan pembunuhan kepala kantor cabang bank BUMN Ilham Pradipta.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra menjelaskan bahwa motif penculikan dan pembunuhan berkaitan dengan rencana memindahkan dana dari rekening dorman ke rekening penampungan.

“Para pelaku atau tersangka berencana melakukan pemindahan uang dari rekening dorman ke rekening penampungan yang telah dipersiapkan,” kata Wira.

Kasus ini bermula saat Ken bertemu dengan Dwi Hartono pada Juni 2025. Ken disebut memiliki rencana memindahkan dana dari rekening dorman dengan bantuan tim IT yang sudah disiapkan.

“Namun, untuk melaksanakan hal tersebut, memerlukan persetujuan atau pun otoritas dari kepala bank,” ujar Wira.

Secara keseluruhan, ada 18 orang yang terlibat dalam kasus penculikan dan pembunuhan Ilham, terdiri dari 15 warga sipil dan 2 prajurit Kopassus, sedangkan satu orang sipil masih buron.

Dalam struktur kelompok, Candy alias Ken, Dwi Hartono, AAM alias A (38), dan JP (40) disebut sebagai dalang atau mastermind. Eksekutor penculikan terdiri dari Erasmus Wawo (27), REH (23), JRS (35), AT (29), dan EWB (43). Kopda FH (32) ikut terseret karena menyediakan tim penculik setelah menyanggupi tawaran pekerjaan dari Serka N (48).

Sementara itu, eksekutor penganiayaan meliputi JP yang juga masuk klaster dalang, serta MU (44) dan DSD (44). Serka N turut serta setelah menerima tugas dari JP atas perintah Dwi Hartono.

Adapun kelompok surveillance atau pembuntut korban terdiri dari Wiranto (38), Eka Wahyu (20), Rohmat Sukur (40), dan AS (25) yang berperan membuntuti korban sebelum dieksekusi.  (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru