Oleh: Dr Kurtubi *
PROGRAM transisi energi hingga tahun 2060 perlu terus dievaluasi, disempurnakan dan diubah agar pemenuhan kebutuhan listrik untuk rakyat menjadi lebih adil dan tidak memberatkan rakyat.
Listrik dari energi bersih yang berasal dari energi terbarukan, seperti energi surya dan energi angin punya kelemahan fatal karena bersifat INTERMITTEN, tidak bisa nyala 24 jam non stop.
Karena sifat alami dari sumber energi surya maka PLTS raksasa berkapasitas 200 MW yang dibangun di waduk Cirata yang diresmikan Presiden Jokowi baru-baru ini, tidak bisa dihindari akan menjadi listrik yang relatif mahal disisi konsumen. Karena membutuhkan baterai storage yang besar dan mahal agar listriknya bisa sampai ke konsumen pelanggan PLN melalui grid sistemnya PLN.
Biaya listrik di sisi konsumennya PLN otomatis akan menjadi semakin mahal.
Saya sarankan kepada Pemerintahan Pasca Presiden Jokowi, agar melakukan perubahan atas Kebijakan Energi Nasional, dengan TIDAK MELANJUTKAN Kebijakan Menuju Energi Bersih dimasa transisi energi yang tidak adil dan MEMBERATKAN RAKYAT.
Terutama konsumen listrik yang sangat berpengaruh pada efektivitas pencapaian GDP/PDB dari kalangan Industri Rumah Tangga, Industri kecil dan UMKM serta Industri Besar yang butuh listrik nyala 24 jam non stop dengan listrik yang lebih murah, bukan dengan listrik yang berbiaya lebih mahal.
Padahal sesungguhnya ada alternatif kebijakan energi bersih yang lebih murah di masa transisi energi hingga tahun 2060. Dimana listriknya bisa nyala 24 jam non stop dengan biaya yang lebih murah karena tidak membutuhkan storage yang mahal.
Segeralah Pemerintah yang baru nanti mendeklarasikan MEMBANGUN PLTN BERBASIS THORIUM dan URANIUM secara massif sebagai PROYEK STRATEGIS dan PRIORITAS NASIONAL (PSPN).
Karena selain PLTN Generasi yang mutakhir bisa memanfaatkan bahan bakar nuklir yang ada diperut bumi nusantara berupa Uranium dan Thorium, juga kebijakan baru menjadikan PLTN sebagai Program Strategis dan Prioritas Nasional (PSPN) akan dapat MEMBEBASKAN ekonomi nasional dari JEBAKAN Pertumbuhan yang muter-muter di angka 5 persen yang telah berlangsung puluhan tahun.
Pasca tercapainya pertumbuhan ekonomi tinggi 9.8 persen di tahun 1980an dimana sektor migas menjadi sumber utama penerimaan devisa ekspor dan sumber utama penerimaan APBN. Ketika Indonesia menjadi eksportir ninyak anggota OPEC sekaligus sebagai produsen LNG terbesar didunia.
Semua Rakyat Indonesia menginginkan negeri besar ini bisa menjadi negara industri maju berpendapatan tinggi ditahun 2045. Cita-cita mulia ini MUSTAHIL tercapai jika ekonomi nasional hanya tumbuh muter-muter di angka 5 persen seperti yang terjadi SELAMA PULUHAN TAHUN terakhir ini.
*Penulis Dr Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 — 2019. Ketua Bidang Energi dan Mineral DPP Nasdem, Alumnus UI Jakarta, CSM Amerika dan IFP Perancis