JAKARTA – KAI Commuter menegaskan komitmennya untuk melawan segala jenis tindak kriminal dan pelecehan seksual di kereta rel listrik (KRL) atau commuter line sampai lingkup stasiun.
Informasi yang dihimpun dari KAI Commuter, sepanjang Januari hingga Oktober 2024 tercatat ada 57 kasus laporan pelecehan seksual di KRL, di mana 50 kasus telah dilaporkan ke pihak kepolisian. Pelaku yang teridentifikasi tersebut, selain diproses secara hukum, juga mendapatkan sanksi larangan menggunakan KRL atau commuter line seumur hidup.
“Kami memberi tindakan tegas kepada pelaku dan berpihak kepada korban,” kata Joni Martinus, Vice President (VP) Corporate Secretary KAI Commuter, lewat keterangan resmi yang diterima, Sabtu (30/11/2024).
“Blacklist” Pelaku Pelecehan Seksual Di KRL
Lebih lanjut Joni menyampaikan, salah satu bentuk komitmen KAI Commuter terhadap pelaku tindak kriminal dan asusila di KRL yakni melarang pelaku menggunakan layanan Commuter Line selamanya.
“KAI Commuter melakukan blacklist terhadap pelaku dengan memasukkan rekaman atau sketsa wajah pelaku ke dalam sistem CCTV Analytic. Dengan begitu, pelaku bisa dicegah naik Commuter Line,” jelas Joni.
Ia menjelaskan, sistem CCTV Analytic tersebut dapat menganalisis rekaman wajah atau data lainnya untuk memverifikasi identitas pelaku. Teknologinya dirancang mampu mendeteksi wajah meski tertutup masker.
Selanjutnya, sistem akan memberikan notifikasi kepada petugas pengamanan, baik di stasiun maupun di dalam kereta, jika pelaku berusaha kembali naik KRL.
Menurut Joni, sistem CCTV Analytic ini merupakan inovasi dari KAI Commuter untuk menjaga keamanan dan kenyamanan pengguna.
“Sistem ini dapat merekam wajah seluruh pengguna yang masuk ke stasiun dan mengubahnya menjadi database untuk identifikasi lebih lanjut. KAI Commuter telah mengoperasikan sistem ini di seluruh stasiun Commuter Line di wilayah Jabodetabek dan Yogyakarta,” kata Joni.
Langkah ini telah diterapkan KAI Commuter, salah satunya pada pelaku tindak asusila di Stasiun Pondok Ranji, Rabu (20/11/2024). Pelaku diturunkan di stasiun, dibawa ke pos pengamanan, dan identitasnya dimasukkan ke database sistem CCTV Analytic agar ke depan tidak bisa mengakses layanan KRL.
Sosialisasi Pencegahan Pelecehan Seksual di KRL
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Joni menyampaikan, KAI Commuter juga intens melakukan sosialisasi āAnti Pelecehan dan Kekerasan Seksualā di KRL. Pihaknya berkolaborasi dengan pemangku kepentingan, seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Lembaga Kalyanamitra, influencer, dan komunitas di seluruh wilayah operasi KAI Commuter.
āSosialisasi ini bertujuan untuk mengajak para pengguna commuter line untuk berani speak up (lapor) apabila melihat atau mengalami tindak pelecehan seksual. Segera Laporkan ke petugas dan kami siap membantu,” sambung dia.
Selain itu, KAI Commuter juga telah menjalankan Standard Operation Procedure (SOP) untuk penanganan tindak kriminal dan asusila baik yang terjadi di KRL atau pun di stasiun.
āKami juga berkerjasama dengan pihak kepolisian sebagai tindak lanjutā, ucap Joni.
Pendampingan Untuk Korban Pelecehan Seksual
Joni menuturkan, KAI Commuter turut berkomitmen untuk mendampingi dan mendukung secara penuh korban yang mengalami tindak kriminal ataupun pelecehan di KRL.
Pihaknya akan mendampingi korban untuk membuat laporan ke kepolisian dan membantu menggandeng lembaga berkompeten.
Pihaknya juga bakal menyediakan layanan trauma healing agar korban bisa mendapatkan pemulihan pasca-kejadian traumatis tersebut.
“Kami berpihak kepada korban. Jadi, kalau pun korban memilih damai, kami tetap mengambil langkah diperlukan,” tegasnya.
Untuk mencegah tindak kriminal di transportasi publik, khususnya Commuter Line, KAI Commuter mengimbau seluruh pengguna KRL untuk selalu waspada terhadap situasi di sekitar mereka.
“Segera laporkan hal-hal yang mencurigakan kepada petugas, atau hubungi Contact Center 021-121. KAI Commuter juga siap memberikan dukungan penuh untuk melindungi dan mendampingi korban dalam proses hukum,” ujar Joni.(Enrico N. Abdielli)