JAKARTA – Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej mengungkapkan, draf Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) memiliki 1.676 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), tetapi hanya 130 DIM yang dibahas bersama DPR. Eddy, sapaan akrabnya, beralasan bahwa sekitar 1.500 DIM tidak dibahas dengan DPR karena sudah bersifat tetap, reposisi, dan redaksional.
“Betul jumlah DIM 1.676, tapi kan DIM yang bersifat tetap, reposisi, dan redaksional itu sekitar 1.500-an. Jadi yang dibahas sebenarnya hanya 130 DIM,” kata Eddy di Auditorium BPSDM Hukum, Cinere, Depok, Selasa (29/7/2025).
Eddy mengatakan, meski ratusan DIM tersebut sudah rampung dibahas, Komisi III DPR tetap membuka rapat dengar pendapat umum untuk menampung masukan dari kelompok masyarakat.
“Dan saya kira statement yang disampaikan oleh Wakil Ketua DPR, Pak Sufmi Dasco Ahmad, itu sangat jelas, bahwa DPR dan pemerintah tetap membuka partisipasi publik,” kata Eddy.
“Sehingga nanti dalam masa sidang yang berikut, akan dilakukan pembahasan lagi terhadap masukan-masukan yang diperoleh dari rapat dengar pendapat umum,” ujar dia.
RUU KUHAP Tak Ganggu KPK
Kepada Bergelora.com.si Jakarta dilaporkan, Eddy juga mengatakan bahwa RUU KUHAP tidak akan mengganggu tugas dan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menyebutkan bahwa draf RUU KUHAP yang sedang dibahas pemerintah dan DPR bersifat dinamis.
“Draf ini kan masih bersifat dinamis. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak akan mengatur KPK atau BNN, tetapi dia bersifat umum,” kata guru besar Universitas Gadjah Mada itu.
Lebih lanjut, Eddy mengatakan bahwa draf RUU KUHAP harus dibaca secara teliti karena ada beberapa tindakan yang dikecualikan untuk KPK. Dia mencontohkan aturan mengenai koordinator pengawasan penyidikan yang tidak berlaku bagi penyidik di Kejaksaan Agung, KPK, dan TNI.
“Bahkan upaya paksa seperti penangkapan-penangkapan harus berkoordinasi dengan Polri. Itu dikecualikan untuk Kejaksaan, TNI, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Jadi, sebetulnya tidak perlu dikhawatirkan, tidak akan pernah menghambat pemberantasan korupsi,” ucap dia.
Proses revisi KUHAP Sebelumnya, Komisi III DPR RI memutuskan bahwa pembahasan Revisi Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) akan dilanjutkan pada masa sidang berikutnya.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menjelaskan bahwa langkah tersebut diambil setelah mempertimbangkan tahap merapikan naskah draf RUU KUHAP yang masih berjalan, sedangkan DPR akan memasuki masa reses mulai Kamis (24/7/2025) mendatang.
“Pembahasan RUU KUHAP kemungkinan besar akan dilanjutkan di masa sidang depan. Saat ini, Tim Teknis, Timus, dan Timsin yang terdiri dari Staf Sekretariat dan Tenaga Ahli Komisi III, Badan Keahlian, dan Tim Pemerintah belum bisa menyelesaikan perapihan naskah,” ujar Habiburokhman, Jumat (18/7/2025).
Politikus Partai Gerindra itu berpandangan bahwa waktu yang tersisa terlalu sedikit untuk bisa menyelesaikan seluruh tahapan dan melakukan pengesahan tingkat I di Komisi III DPR RI. Sebab, draf RUU KUHAP yang telah dirapikan oleh tim teknis, tim perumus (Timus), dan tim sinkronisasi (Timsin) masih harus dicermati.
Kemudian, hasil final draf RUU KUHAP oleh tim tersebut juga masih harus dilaporkan dan dibahas bersama-sama dalam rapat panitia kerja (Panja) Komisi III dan pemerintah.
“Waktu tersisa masa sidang ini hanya sekitar 4 hari, padahal masih ada agenda pencermatan oleh Timus dan Timsin, diskusi substansi dan redaksi di Panja, serta pembahasan di tingkat komisi,” kata dia.
Habiburokhman menambahkan bahwa Komisi III juga masih akan menerima masukan dan aspirasi terkait RUU KUHAP dari berbagai elemen masyarakat. Dengan demikian, ia berharap RUU KUHAP yang akan dihasilkan dan disahkan benar-benar berkualitas. (Web Warouw)