JAKARTA- Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, berpendapat kesepakatan transfer data pribadi Indonesia ke Amerika Serikat (AS) tidak bertentangan dengan HAM.
Pigai menjelaskan alasan dirinya berpendapat kesepakatan tersebut tidak melanggar HAM, yakni adanya klausul tentang pertukaran data dilakukan berdasarkan hukum di Indonesia.
Yang dimaksudkan oleh Pigai dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP).
“Dalam klausul kan disebutkan bahwa pertukaran data tersebut dilakukan berdasarkan hukum Indonesia dalam hal ini tentunya rujukan kita adalah Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP),” ujar Natalius dalam keterangan tertulis, dikutip Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (26/7/2025).
Ia meyakini pemerintah akan menjamin pertukaran data dimaksud dilakukan dengan hati-hati, bertanggung jawab, dan memastikan aspek keamanannya.
Menurutnya, bentuk penyerahan data pribadi tidak akan dilakukan secara bebas karena pertukaran data dilakukan berdasarkan hukum Indonesia.
Ia yakin penyerahan data pribadi tersebut akan berdasarkan pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara.
“Artinya kalau itu yang dilakukan, sekali lagi tidak melanggar HAM atau tidak bertentangan dengan prinsip HAM apa pun,” tuturnya.
Ini Kata Presiden
Sebelumnya dilaporkan, Presiden Prabowo Subianto merespons terkait isu data pribadi Indonesia, yang menjadi kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat.
Dari kesepakatan terhadap tarif resiprokal Indonesia – Amerika Serikat itu, ada juga kesepakatan mengenai penghapusan hambatan perdagangan digital, yang mencakup poin data pribadi bisa ditransfer ke pihak Amerika Serikat.
“Ya nanti itu sedang, negosiasi berjalan terus,” kata Prabowo di acara Harlah ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (23/7/2025).
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto menjelaskan bahwa dalam Pernyataan Bersama tentang Kerangka Perjanjian Perdagangan Timbal Balik Amerika Serikat-Indonesia, data yang diberikan merupakan data-data komersial, bukan data personal atau individu.
“Jadi, kalau data pendidikan itu kan kayak nama, umumnya, tapi kalau data umumnya itu kan kayak pengolahannya. Pengolahan bukan data pribadi, atau data strategis milik negara yang berundang-undang,” ujar Haryo kepada wartawan, Rabu (23/7/2025).
Haryo pun menjelaskan bahwa Kementerian yang akan berperan besar dalam kesepakatan tersebut adalah Kementerian Komunikasi dan Digital atau Komdigi.
“Leading Kementerian untuk hal ini adalah Kemenkodigi untuk teknis ketentuan data dan lainnya,” ujarnya.
Aturan soal penyimpanan data yang saat ini berlaku di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah no. 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Dalam aturan tersebut, pemerintah mewajibkan data sektor publik untuk disimpan di server yang berlokasi di Indonesia.
Data sektor swasta masih diizinkan untuk disimpan di luar tanah air. Pengecualiannya adalah data terkait transaksi keuangan yang harus disimpan di server yang berlokasi di Indonesia.
Indonesia saat ini juga telah memiliki UU Pelindungan Data Pribadi yang seharusnya sudah berlaku efektif mulai Oktober 2024. Namun, pemerintah sampai saat ini belum membentuk badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan UU tersebut sehingga pelaksanaannya masih terus tertunda.
UU PDP di RI merupakan aturan yang mengadopsi aturan pelindungan data pribadi Eropa yaitu GDPR. Di sisi lain, Amerika Serikat sampai saat ini belum memiliki UU khusus tentang pelindungan data pribadi yang berlaku secara nasional.
Sebelumnya diberitakan, Gedung Putih melalui laman resminya mengumumkan AS dan Indonesia telah menyepakati kerangka kerja untuk merundingkan Agreement on Reciprocal Trade alias Perjanjian Perdagangan Timbal Balik guna memperkuat kerja sama ekonomi, yang merupakan bagian dari tarif resiprokal ala Presiden AS Donald Trump.
Salah satu poin utama dalam kesepakatan itu berupa penghapusan hambatan perdagangan digital, termasuk komitmen Indonesia untuk memberikan kepastian terhadap perpindahan data ke Negeri Paman Sam.
Dalam butir Removing Barriers for Digital Trade, disebutkan bahwa Indonesia akan mengakui AS sebagai negara dengan tingkat perlindungan data yang memadai sesuai hukum berlaku di Indonesia, yang memungkinkan data dapat dipindahkan secara lintas batas secara lebih leluasa. (Web Warouw)