JAKARTA- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Eksekutif Daerah Sumatera Utara (Sumut) soroti konflik agraria berkepanjangan di Kabupaten Padang Lawas. Sudah 21 tahun berlangsung, Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri (KTTJM) yang berkonflik dengan PT. Sumatera Sylva Lestari (PT. SSL) dan PT. Sumatera Riang Lestari (PT. SRL) tak kunjung dapat keadilan. Hal ini disampaikan oleh Direktur ED WALHI Sumut, Rianda Purba, dikutip Bergelora.com di Jakarta Rabu, (4/6/2025).
Rianda mengatakan, sudah banyak aksi yang dilakukan oleh KTTJM, seperti rangkaian aksi jahit mulut dan mogok makan KTTJM didepan kantor DPRD Sumut tahun 2012.
Rianda, menyebut, kasus ini bermula dimulai dari peristiwa eksodus pendatang dari kawasan Toba, di tahun 2004.
Saat itu, pada tahun 2004, “Orang Toba” masyarakat lokal (masyarakat asli setempat) biasa menyebut warga pendatang dari Batak Toba ini. Warga pendatang ini membeli lahan warga setempat setelah diyakinkan oleh Camat Barumun Tengah (sebelum terjadi pemekaran dan masih masuk wilayah Administrasi Kabupaten Tapanuli Selatan), Kepala Desa, serta oknum BPN Tapanuli Selatan bahwa tanah tersebut tidak ada masalah.
Ditambah surat langsung dikeluarkan akta jual beli yang dilakukan oleh sang camat sebaga PPAT kala itu.
Dengan penuh keyakinan, orang Toba menjual harta benda dari kampung halaman mereka masing-masing untuk menggantungkan hidup di tempat yang baru. Dengan merintis perladangan sekaligus tempat hunian mereka yang baru. Orang Toba ini juga disambut dengan pesta adat dan di angkat sebagai Anak Boru (keluarga dari anak perempuan) warga local sesuai dengan adat dan tradisi setempat.
“Pasahat Pamatang” dinamai pesta ini, dihadiri oleh Muspika (Camat, Danramil, Kapolsek), serta tamu undangan yang lain dalam pesta adat se-ekor kerbau di potong sebagai penanda pesta kali itu.
Awal Konflik
Pada akhir tahun 2009, dua perusahaan yang bergerak dalam usaha Hutan Tanaman Industri (HTI) yaitu PT. Sumatera Sylva Lestari (PT. SSL) dan PT. Sumatera Riang Lestari (PT. SRL) mengklaim lahan mereka. Dua perusahaan tanpa ada negosiasi menanam di lahan mereka.
Warga turut mengadukan kepada Bupati dan DPRD Padang Lawas, namun tidak ada solusi penyelesaian. Wargapun mengadu ke DPR-RI yang diterima langsung oleh Ketua dan Wakilnya (Marzuki Ali dan Pramono Anung) di awal tahun 2012.
Belum lelah perjalanan dari Jakarta mengadukan ke pemerintah pusat, warga disibukkan dengan pengambilan lahan oleh PT. SSL dan PT. SRL yang semakin masif. Hingga warga melakukan demo mogok makan dan jahit mulut di kantor DPRD Sumatera Utara selama sebulan penuh di bulan Juni sampai Juli 2012.
“Keputusan DPRD setelah RDP yang dihadiri oleh berbagai pihak ikut juga perwakilan PT. SSL dan PT. SRL, keputusan DPRD pihak perusahaan tidak boleh mengganggu tanaman warga dan Dinas kehutanan tidak boleh mengeluarkan rencana kerja tahunan (RKT) dilahan warga,” ujar Rianda.
Rianda melanjutkan, R. Br. Nainggolan warga yang tergabung dalam Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri (KTTJM) ini mengungkapkan, bahwa puluhan rumah dibakar oleh perusahaan dalam pengambil alihan lahan yang diduduki warga.
Sehingga lahan yang sebelumnya seluas lebih 1.023 Ha, dan ditempati lebih kurang 250 keluarga, kini tersisa sekitar 600 Ha dan dikelola sekitar 139 Keluarga. Hal ini terjadi pada periode 2012 – 2013.
Berbagai upaya terus dilakukan oleh warga, termasuk mengikuti program Pemerintahan Jokowi – KH. Ma’ruf Amin yang mencanangkan Tana Obyek Reforma Agraria (TORA) untuk menyelsaikan konflik agraria.
Warga tahun 2022 mengajukan skema Tora melalui Gugus Tugas Refoma Agraria (GTRA) Sumut. Namun berkas dikembalikan dengan alasan lahan yang diajukan warga masuk dalam kawasan hutan.
Sementara perwakilan PT. SRL dan PT. SSL yang diwakii oleh Muller Tampublon pada kesempatan rapat dengar pendapat (RDP) rabu 5/10/2022 di DPRD Sumatera Utara mengungkapkan bahwa pihaknya menyerahkan semuanya itu kepada Menteri Kehutanan.
“Kami menyerahkan semuanya itu kepada Menteri, semuanya terserah kepada Menteri,” kata Muller, saat itu.
“PT. SSL pada tahun 2020 mengadukan KTTJM ke Polda Sumut dengan nomor pengaduan LP/187 X/220/SUMUT/SPKT yang ditangani oleh Dir Krimsus Polda Sumut yang menetapkan 3 anggota KTTJM sebagai tersangka. Hingga selama periode tahun 2021-2023 warga harus disibukan dengan penggilan-panggilan Polisi,” ucap Rianda.
KTTJM sebagai wadah warga dalam berjuang sudah mengajukan berkas kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada bulan Agustus 2023 yang lalu didampingi oleh Walhi Sumut mengajukan berkas permohonan sosial dan diterima langsung oleh Direktur Persiapan Kawasan Perhutanan Sosial (PKPS) Ditjend PSKL KLHK Syafda Roswandi.
Syafda Roswandi, tambah Rianda, sempat mengungkapkan pada pertemuan dengan perwakilan KTTJM dan WALHI Sumut di kantor KLHK komplek gedung Manggala Wana Bakti Jakarta 22/8/2023 bahwa pemegang izin wajib bermitra dengan masyarakat. Pihaknya meminta KTTJM untuk menyurati PT. SSL dan PT. SRL mengajak bermitra. Jika pihak perusahaan tidak mau agar warga mendukan ke pihaknya. Selanjutnya Pihaknya akan memanggil pihak perusahaan dan warga untuk dimediasi.
“Catat dan rekam omongan saya, pemegang ijin wajib bermitra dengan masyarakat,” ungkap Direktur PKPS itu saat bertemu dengan perwakilan KTTJM dan WALHI Sumut.
Rianda menilai, negara masih membiarkan berbagai kasus agraria, sekalipun masyarakat punya alas hak yang diberikan oleh negara juga. Dia mengatakan negara tidak boleh abai dan harus segera menyelesaikan konflik agraria yang ada serta menata ulang struktur agraria yang dinilai timpang saat ini.
“Sampai hari ini negara justru membiarkan persoalan-persoalan konflik tanah di Sumut, khususnya yang dialami oleh KTTJM yang belum diberikan kepastian hukum hak atas tanah,” kata Rianda.
Sementara KTTJM juga telah mendesak kementerian kehutanan untuk bertanggung jawab atas konflik agraria yang terjadi sudah 20 tahun lebih. Namun belum ada tindak lanjut yang jelas. Bahkan seolah tutup mata, oleh Karena itu, Menteri kehutanan harus mencabut izin PT SSL dan SRL. Dan menyelesaikan konflik agraria yang terjadi di Padang Lawas. (Web Warouw)