Rabu, 1 Oktober 2025

JANGAN LAMBAT..! Polri Kejar Pendana Demo Agustus: Masih Proses Pembuktian

JAKARTA – Polri masih proses pembuktian soal adanya dugaan pendana di balik aksi demo di beberapa wilayah pada akhir Agustus 2025 lalu.

“Ada beberapa daerah yang memang didapati adanya pendana atau aliran dana yang saat ini masih proses pembuktian,” kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (24/9/2025).

“Artinya proses pembuktian bahwa memang didapatkan seseorang mengasih uang dan lain sebagainya, didapatkan dari mana, ini masih proses pembuktian,” imbuhnya.

Ia melanjutkan, Bareskrim bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri asal usul aliran dana.

“Pembuktian ini adalah melalui proses yang sientific, nanti kami terus berkoordinasi dengan PPATK terkait aliran-aliran dana. Saat ini sedang berproses,” ujarnya.

Sebelumnya, Polri menetapkan sebanyak 959 orang sebagai tersangka dalam kasus kerusuhan yang terjadi pada 25–31 Agustus 2025, yang terdiri dari 664 orang dewasa dan 295 anak-anak.

Hingga kini terdapat 246 laporan polisi yang ditangani jajaran Bareskrim dan 15 Polda. Kasus-kasus itu ditangani baik di tingkat Mabes Polri maupun wilayah. Adapun modus operasi para pelaku pun beragam, mulai dari menghasut dan mengajak orang lain untuk berbuat kerusuhan melalui poster; siaran langsung di media sosial dan grup WhatsApp.

Kemudian, menghasut melakukan pembakaran dengan kekerasan terhadap barang atau orang dan juga pencurian; penjarahan kantor DPRD, kejaksaan, gubernur, markas korps (mako), polres hingga pospol; membawa, menyimpan, dan menggunakan bom molotov untuk melakukan aksi kerusuhan.

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, para tersangka kerusuhan dijerat dengan berbagai pasal sesuai perbuatannya. Ada yang dijerat dengan Pasal 160 dan 161 KUHP tentang penghasutan, Pasal 170 KUHP tentang pengerusakan bersama-sama, hingga Pasal 187 KUHP mengenai pembakaran.

Selain itu, sejumlah tersangka juga dikenakan Pasal 212, 213, dan 214 KUHP karena melawan petugas berwenang dengan kekerasan, serta Pasal 351 KUHP terkait penganiayaan.

Untuk tindak pencurian, penyidik menjerat dengan Pasal 362, 363, dan 366 KUHP yang mengatur pencurian maupun pencurian dengan kekerasan.

Tindakan perusakan barang diatur dalam Pasal 406 KUHP, sementara kepemilikan senjata tajam, bom molotov, dan petasan yang digunakan dalam aksi anarkis diproses dengan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Selain KUHP dan UU Darurat, Polri juga menerapkan ketentuan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Pasal 29 ayat (2) UU ITE digunakan untuk menjerat ujaran kebencian berbasis SARA, sedangkan Pasal 32 ayat (1) UU ITE mengatur perbuatan manipulasi data elektronik. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru