JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berkomitmen memperkuat ekosistem digital aman melalui Indonesia Game Rating System (IGRS). Hal ini dilakukan seiring meningkatnya paparan konten gim online yang dinilai berdampak negatif bagi anak-anak di bawah umur.
Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi Edwin Hidayat Abdullah memaparkan bahwa saat ini sedang mempersiapkan langkah pengawasan terhadap sejumlah gim populer. Ia menekankan bahwa isu dampak negatif media sosial dan game online merupakan perhatian yang sama penting secara global.
“Ini sekarang sudah semakin menjadi konsensus global bahwa media sosial dan game online itu memiliki dampak negatif jika digunakan oleh mereka yang masih anak-anak atau remaja,” ucap Edwin di Kantor Komdigi, dikutip Bergelora.com si Jakarta, Minggu (16/11).
Sebagai acuan, berbagai negara telah memiliki sistem klasifikasi usia permainan, termasuk negara pembuat industri gim seperti Amerika Serikat dan Korea Selatan. Beberapa negara ini sudah mengklasifikasikan, game untuk remaja sesuai rating saat akan memainkan gim tertentu.
“Amerika Serikat, Korea Selatan, sudah menyelenggarakan sistem rating untuk usia berapa yang boleh memainkan gim-gim tertentu,” ujar Edwin.
Dalam contoh yang disampaikan, sejumlah gim memiliki batasan usia khususnya di luar negeri. Misalnya, PUBG, Free Fire, di Amerika ditetapkan sebagai gim untuk 13 tahun ke atas, lanjutnya.
Dalam hal ini anak-anak di bawah usia tersebut tidak bisa melakukan registrasi maupun mengakses gim tersebut. Apalagi Korea Selatan telah menegaskan dengan ketat mengenai rating gim ini.
Untuk memperkuat pelindungan di tingkat nasional pemerintah secara resmi meluncurkan Indonesia Game Rating System pada awal bulan November lalu.
“Kita menyebutnya IGRS, Indonesia Game Rating System. Gampangnya, itu BSF-nya untuk game. Tidak semua game online boleh dimainkan oleh anak-anak atau remaja di bawah usia ketentuan,” tutur Edwin.
Dalam IGRS pemerintah telah mengatur klasifikasi usia mulai dari Balita, 7-10 tahun, 10+, 13+, 15+, dan 18+. Penerbit gim diwajibkan melakukan penilaian mandiri terhadap kategori rating sebelum gim dirilis.
“Penerbit bertanggung jawab melakukan penilaian apakah itu 13+ atau 15+ sebelum diluncurkan ke pasar,” ujarnya.
Pemerintah juga telah membentuk tim khusus untuk melakukan peninjauan secara berkala, langkah ini bertujuan agar tidak menghambat kreativitas industri gim di Indonesia.
“Kita akan membatasi penggunaan gim online tetapi tidak mematikan kreativitas, karena ada game sejarah, geografi, budaya, bahkan sains yang dibuat dalam bentuk game dan dapat meningkatkan kecerdasan.” tutup Edwin.
Melalui pengawasan dan klasifikasi rating gim yang kuat seperti game populer baik PUBG, Free Fire, dan jenis game RPG lainnya lainnya. Komdigi berkomitmen untuk membangun ekosistem digital yang aman, sehat, dan tetap mendukung kreativitas generasi muda.
Bikin Roadmap Tak Bermaksud Batasi Pertumbuhan Industri Game
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyatakan, penyusunan roadmap modernisasi moderasi konten game online tidak bermaksud untuk membatasi pertumbuhan industri game online. Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komdigi Alexander Sabar mengatakan, peta jalan itu dibuat untuk memastikan ruang digital berkembang secara aman dan bertanggung jawab serta memperkuat ekosistem digital yang aman dan sehat.
“Pemerintah tidak bermaksud membatasi pertumbuhan industri gim, tetapi memastikan ruang digital berkembang secara aman dan bertanggung jawab,” kata Alex dalam keterangan resmi, Jumat (14/11/2025).
Alex menjelaskan, penyusunan roadmap ini merupakan langkah strategis menghadapi dinamika industri gim yang berkembang pesat.
Peta jalan itu diharapkan dapat mewujudkan ekosistem gim daring yang tidak hanya mendukung kreativitas dan inovasi, tetapi juga menjamin keamanan pengguna, khususnya kelompok rentan seperti anak dan remaja.
“Kita ingin industri gim berkembang, kreatif, dan kompetitif. Tapi perlindungan anak adalah garis merah. Kuncinya kolaborasi, pemerintah, industri, orang tua, dan sekolah harus bergerak bersama,” kata Alex.
Alex juga menjelaskan bahwa pihaknya berencana melakukan tindak lanjut, mulai dari penyelenggaraan rapat teknis lanjutan dengan asosiasi dan publisher, hingga penyusunan roadmap moderasi konten gim daring.
Selain itu, Kementerian Komdigi juga akan melakukan pembaruan modul literasi digital untuk orang tua dan anak, serta pembentukan Pokja bersama untuk sinkronisasi kebijakan.
“Komdigi akan menyusun roadmap moderasi konten gim daring, pembaruan modul literasi digital untuk orang tua dan anak, hingga pembentukan Pokja bersama untuk sinkronisasi kebijakan,” kata Alex.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Komdigi menggelar audiensi bersama dengan beberapa perwakilan asosiasi dan pelaku industri gim daring dari tingkat global maupun lokal, antara lain, AGI, Tencent, Garena, Agate, Megaxus, Nintendo, dan Playstation.
Alexander Sabar mengatakan, audiensi ini membahas upaya untuk memperkuat kolaborasi pengawasan ruang digital, khususnya terkait perlindungan anak dan moderasi konten.
“Isu ruang digital, termasuk gim daring, menjadi atensi pemerintah dan publik dalam beberapa waktu terakhir,” kata Alexander.
“Karena itu kita perlu bergerak cepat dan terukur, tetapi tetap membuka ruang dialog dengan industri agar ekosistem digital kita aman tanpa menghambat inovasi,” lanjut dia.
Alex mengatakan, para publisher gim daring juga berkomitmen untuk mendukung implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas), termasuk klasifikasi usia, moderasi konten, parental control, serta edukasi bagi orang tua.
“PP Tunas menetapkan standar keamanan minimum bagi seluruh platform digital, termasuk gim daring,” kata Alex.
“Mulai dari verifikasi usia, pembatasan akses fitur berisiko tinggi, hingga moderasi konten. Semua ini adalah fondasi agar ruang digital tetap aman dan layak bagi anak,” imbuh dia. (Calvin G. Eben-Haezer)

