Jumat, 5 September 2025

JANGAN MUNDUR LAGI PROF..! Yusril Ungkap RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas 2025-2026

JAKARTA – Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan Presiden Prabowo Subianto sudah mendorong RUU Perampasan Aset dibahas oleh DPR. Yusril mengungkapkan rencana RUU Perampasan Aset masuk dalam Prolegnas 2025-2026

“Pak Presiden pun sudah beberapa kali juga menegaskan supaya DPR segera membahas RUU itu,” kata Yusril di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/9/2025).

Yusril sudah mendiskusikan RUU Perampasan Aset masuk dalam Prolegnas 2025-2025 dengan Menkum Supratman Andi Agtas. Yusril menunggu nasib RUU tersebut akan menjadi usul inisiatif DPR atau tidak.

“Dan kemarin juga saya berkoordinasi dengan Pak Supratman Menteri Hukum, sedang membicarakan memasukkan RUU Perampasan Aset itu dalam Prolegnas 2025-2026, dan sedang menunggu keputusan apakah akan diambil inisiatifnya oleh DPR,” ujarnya.

Yusril mengatakan pemerintah sudah siap membahas RUU Perampasan Aset bersama dengan DPR. Kini, menurut Yusril, bandul pembahasan RUU Perampasan Aset berada di DPR.

“Kalau itu memang disepakati, DPR silakan mempersiapkan RUU Perampasan Aset itu, yang dulu sebenarnya sudah pernah diajukan oleh pemerintah pada masa Pak Jokowi, dan pemerintah siap untuk membahas itu dan tergantung nanti siapa yang ditunjuk oleh Pak Presiden untuk membahas RUU Perampasan Aset itu,” imbuhnya.

Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat Benny K Harman sebelumnya justru mendukung Presiden Prabowo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Perampasan Aset. Menurut Benny, Perppu Perampasan Aset akan didukung DPR.

“Ya, ada urgensi (pengesahan RUU Perampasan Aset). Itu kan bagian dari agenda pemberantasan korupsi, dan kalau presiden memang serius, ya, bikin Perppu. Apakah akan didukung oleh Dewan? Saya yakin akan didukung karena mayoritas DPR ini mendukung Presiden Prabowo,” kata Benny di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (2/9).

Benny menilai aturan terkait perampasan aset punya urgensi saat ini. Menurutnya, aturan itu menjadi kebutuhan hukum bagi pemerintah memberantas korupsi.

“Tinggal beliau mau atau tidak? Ya kan? Kalau saya Presiden Prabowo, segera untuk, ya mewujudkan janjinya itu, bukan semata-mata untuk mewujudkan janji kampanyenya, tapi itu memang kebutuhan hukum yang menjadi prioritas bangsa dan negara kita saat ini,” imbuhnya.

DPR Janji Setelah RUU KUHAP Rampung

Sebelumnya, kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset akan dilaksanakan usai RUU Hukum Acara Pidana (KUHAP) selesai.

Pembahasan RUU Perampasan Aset merupakan salah satu yang menjadi tuntutan para massa aksi dalam demonstrasi pada 25-30 Agustus 2025.

“Terakhir kami sudah sampaikan bahwa tinggal menunggu KUHAP selesai kami akan bahas undang-undang Perampasan Aset karena itu saling terkait,” kata Dasco di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (3/9/2025).

Menurutnya, kedua undang-undang itu tidak bisa dibahas bersamaan lantaran dikhawatirkan ada aturan yang tumpang tindih.

Saat ini, lanjutnya, RUU KUHAP masih membutuhkan banyak masukan dari publik. Meski begitu, Dasco menyebut pimpinan DPR RI sudah mengimbau Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, agar prosesnya tidak terlalu lama.

“Undang-undang KUHAP-nya masih terus menerima partisipasi publik, tapi kami sudah sampaikan kepada pimpinan Komisi III bahwa sudah ada batas limit yang mesti kita selesaikan, karena partisipasi publiknya sudah banyak dan sudah cukup lama,” jelasnya.

Maka dari itu, dia berharap RUU KUHAP bisa rampung sebelum akhir masa sidang sehingga pihaknya bisa melanjutkan pembahasan RUU Perampasan Aset.

“Mudah-mudahan sebelum akhir masa sidang ini yang untuk KUHAP sudah dapat diselesaikan, sehingga kita bisa langsung masuk ke pembahasan perancangan undang-undang perampasan aset,” tukasnya.

Usul.Revisi

Sementara itu, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi isu yang menyita perhatian publik. Perlu ada revisi yang bertujuan memperkuat penegakan hukum sekaligus mencegah penyalahgunaan tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Pakar hukum Henry Indraguna mengusulkan beberapa perubahan krusial atas RUU yang diyakini mampu menjawab kejahatan, termasuk extra ordinary ini. Revisi ini dirancang agar regulasi lebih konstitusional, transparan, dan terhindar dari risiko politisasi.

“Dengan pendekatan berimbang, usulan ini berupaya memastikan keadilan bagi semua pihak tanpa mengorbankan efektivitas penegakan hukum,” ujar Guru Besar Unissula Semarang ini, Jumat (5/9/2025).

Prof Henry menyebutkan, Pasal 2 tentang perampasan aset tanpa pemidanaan menjadi salah satu fokus revisi. Versi asli draft saat ini menyebutkan Perampasan Aset berdasarkan Undang-Undang ini tidak didasarkan pada penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana.

“Akan lebih aman jika diubah. Perampasan Aset berdasarkan Undang-Undang ini dilakukan melalui proses peradilan perdata yang menjamin hak pembelaan para pihak, dan hanya dapat dilaksanakan apabila terdapat bukti permulaan yang sah mengenai keterkaitan aset dengan tindak pidana, meskipun tanpa putusan pidana terhadap pelakunya,” katanya.

Menurut Prof Henry, memang ada perbedaan dengan pasal asli yang tidak menyebutkan mekanisme hukum spesifik. Usulan revisi ini memperkuat dasar hukum dengan mewajibkan proses peradilan perdata dan bukti awal untuk mengurangi risiko pelanggaran hak pihak terkait.

“Perampasan harus memiliki landasan hukum yang jelas, agar tidak terjadi kesewenang-wenangan,” tegasnya.

Kemudian untuk Pasal 5 ayat (2) huruf a, tentang aset yang tidak seimbang dengan penghasilan sah.

Dalam draft saat ini disebutkan aset yang tidak seimbang dengan penghasilan, yang tidak dapat dibuktikan asal usul perolehannya secara sah dan diduga terkait dengan aset tindak pidana. Ayat ini perlu dibuat parameter dengan mengusulkan revisi menjadi aset yang nilai totalnya melebihi 50% dari penghasilan sah yang dapat diverifikasi melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak (SPT), atau dokumen keuangan resmi lainnya dalam periode 5 tahun terakhir, dan tidak dapat dibuktikan asal usul perolehannya secara sah serta diduga terkait dengan aset tindak pidana.

“Pasal awal tidak memiliki parameter kuantitatif, membuka peluang interpretasi subjektif. Revisi ini memperkenalkan ambang batas 50% dari penghasilan sah yang diverifikasi, memberikan kejelasan dan objektivitas yang absen pada versi asli. Indikator ini mencegah penyalahgunaan dengan dasar yang terukur,” paparnya.

Revisi draft berikutnya di Pasal 6 ayat (1) huruf a yang mengatur batas nilai aset untuk perampasan. Versi saat ini berbunyi aset yang bernilai paling sedikit Rp100.000.000 diusulkan menjadi aset dengan nilai berapa pun yang terbukti merupakan hasil tindak pidana dapat dirampas.

Dalam hal nilai aset kecil namun merupakan bagian dari satu rangkaian tindak pidana dengan nilai kumulatif melebihi Rp100.000.000, maka seluruh aset dapat dirampas.

Dia berpandangan pasal awal yang membatasi perampasan pada aset minimal Rp100 juta, berpotensi mengabaikan aset bernilai kecil dari tindak pidana. Revisi ini menghapus batas minimum, memungkinkan perampasan aset kecil yang terkait rangkaian tindak pidana, sehingga memperluas cakupan penegakan hukum.

“Tidak ada aset hasil kejahatan yang boleh lolos, sekecil apa pun,” pungkas Wakil Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI). (Calvin G. Ebn-Haezer)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru