JAKARTA- Sebuah petisi bersama menentang Isu yang berbasiskan sentimen Suku Agama Ras dan Antar Golongan (SARA) telah beredar luas dan mendapatkan dukungan luas sebanyak 15.604 penandatangan.
Setera Institute menegaskan bahwa diskriminasi atas dasar SARA adalah bentuk kejahatan tertua dalam sejarah umat manusia. Karena itu negara-negara di dunia dengan tegas menentang segala bentuk diskriminasi itu. Larangan diskriminasi atas dasar SARA juga tercantum dalam UUD 1945 dan berbagai dokumen internasional hak asasi manusia.
Dibawah ini isi lengkap petisi yang disebarkan oleh Setara Institute lewat Change.org dan dikutip Bergelora.com di Jakarta, Kamis (3/11).
PETISI BERSAMA TOKOH DAN MASYARAKAT SIPIL UNTUK PERDAMAIAN JAKARTA DAN INDONESIA
Jakarta, 1 November 2016Â
Pada 15 Februari 2017 Pilkada serentak akan digelar di 7 provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten. Pilkada adalah proses suksesi dan sirkulasi kepemimpinan, serta ikhtiar mencari pemimpin terbaik untuk mengabdi pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Sebagai sebuah proses demokrasi, Pilkada sejatinya adalah proses politik biasa yang tidak mencemaskan warga. Pilkada seperti proses politik lainnya, sedapat mungkin memberikan ruang bagi setiap warga negara untuk bersikap rasional, kritis, dan kebebasan dalam menentukan pilihan.Â
Namun, menyimak ruang publik Indonesia, khususnya yang berhubungan dengan Pilkada DKI Jakarta, yang penuh caci maki, kebencian, dan penggunaan etnisitas seperti Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan (SARA) untuk menghimpun dukungan politik dan menundukkan lawan politik, kita semua merasakan seolah-olah kita kembali pada situasi sebelum Sumpah Pemuda dicetuskan 88 tahun yang lalu.Â
Saat ini kohesi sosial kita sebagai bangsa, khususnya di DKI Jakarta, dirusak oleh barikade sosial diantara warga yang berbeda dan mengarah pada menguatnya himpunan-himpunan yang sempit yang mengikis kebhinekaan dan perdamaian.
Bangsa Indonesia dibentuk dan terbentuk karena keberagaman/ kebhinekaannya. Fakta sosio-antropologis bangsa yang plural itulah yang menjadi kekuatan dan kekayaan kita sebagai bangsa. Atas dasar itu, sejumlah tokoh dan elemen masyarakat sipil menyampaikan petisi dan seruan sebagai berikut:
- Bahwa setiap orang memiliki tugas yang sama untuk menjaga dan mempertahankan keberagaman bangsa Indonesia sebagai bentuk ekspresi kenegarawanan atau sekurang-kurangnya sebagai bentuk kepedulian pada kenegarawanan (sense of statesmanship).Â
- Bahwa penggunaan isu SARA dalam proses Pilkada di Jakarta dan di daerah lainnya, menggambarkan lemahnya kualitas demokrasi Indonesia dan kemunduran serius praktik penyelenggaraan berbangsa dan bernegara. Eksploitasi isu SARA dalam setiap proses politik akan melumpuhkan akal sehat publik untuk berpikir merdeka dan merampas kebebasan setiap warga.Â
- Bahwa diskriminasi atas dasar SARA adalah bentuk kejahatan tertua dalam sejarah umat manusia, karena itu negara-negara di dunia dengan tegas menentang segala bentuk diskriminasi itu. Larangan diskriminasi atas dasar SARA juga tercantum dalam UUD Negara RI 1945 dan berbagai dokumen internasional hak asasi manusia.
- Bahwa menjaga perdamaian dan kerukunan antar sesama adalah tugas dan kewajiban setiap anak bangsa, agar kohesi sosial kita sebagai bangsa tetap terjaga dan terus bertumbuh semakin kuat. Karena itu, kami menyerukan agar pengutamaan nilai-nilai perdamaian dan kerukunan menjadi perhatian semua elemen bangsa, bukan hanya dalam proses Pilkada tetapi berkelanjutan untuk menjaga eksistensi Indonesia sebagai sebuah bangsa.
- Bahwa permusuhan, intoleransi, dan mengikisnya penghargaan pada sesama anak bangsa memiliki daya rusak paling serius pada bangsa Indonesia. Para penyelenggara negara, tokoh agama, tokoh masyarakat, politisi, elemen masyarakat sipil semuanya mempunyai tanggung jawab yang sama untuk memastikan perdamaian dan keamanan tetap terjaga.
Hormat kami,
Perwakilan Kelompok Tokoh & Masyarakat Sipil
Yudi Latif (Pemikir Kebangsaan dan Kenegaraan),
Hendardi (Ketua Badan Pengurus SETARA Institute),
Husein Muhammad (Pengasuh Pondok Pesantren Dar Al Tauhid Cirebon),
Usman Hamid (Public Virtue Institute-PVI),
Haris Azhar (KontraS),
Allisa Wahid (Pegiat Gusdurian),
Savic Alieha (Pimred NU Online)
Karlina Supelli (Akademisi STF Driyarkara),
Rumadi Ahmad (Lakpesdam NU),
Al Araf (Imparsial),
Muhammad Hafiz (Human Rights Working Group),
Benny Soestyo (Budayawan),
Bonar Tigor Naipospos (SETARA Institute),
Ismail Hasani (Akademisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta),
Franz Magnis-Suseno (Guru Besar Filsafat STF Driyarkara),
Daniel Dhakidae (Prisma-LP3ES),
Nia Sjarifudin (Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika),
Marzuki Wahid (Ketua Badan Pengurus Fahmina Institute)
Wahyudi Djafar (ELSAM, Jakarta)
Alvon Kurnia Palma (YLBHI, Jakarta)
Anas Saidi (LIPI), Gomar Gultom (Tokoh Agama)
Petisi ini rencananya akan dikirim ke Presiden RI, Joko Widodo dan Kapolri, Tito Karnavian. (ZKA Warouw)
Â