Oleh: Arief Poyuono
SIAPA sebenarnya yang korupsi hingga merugikan negara dan rakyat? Antara petani sawit dan pengusaha perkebunan sawit yang menanam dikawasan hutan dibandingkan dengan Kelompotan Mafia Minyak Mentah yang dipimpin Riza Chalid?
Memang keduanya melanggar hukum dan tidak boleh dilakukan, tetapi dalam kasus sawit ada hal yang melatarbelakangi petani menanam sawit dikawasan hutan. Petani menanam sawit di kawasan hutan yang menyalahi, walaupun dikatakan melanggar hukum tetapi memberikan kontribusi positif bagi perekonomian negara dengan menambah devisa negara dan meningkatkan perekonomian rakyat. Perkebunan sawit membuka lapangan kerja bagi rakyat, pada saat negara tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua.
Selama ini juga perkebunan sawit di kawasan hutan pun memberikan kemajuan dan perkembangan daerah, menjadi salah satu andalan industi perkebunan nasional yang berbasis di daerah,– perkebunan sawit menghadapi pasang surut akibat berbagai hambatan dihadapi dari tingkat daerah, nasional maupun internasional. Herannya di tengah upaya meningkatkan industri nasional, justru industri perkebunan sawit yang sudah mapan malahan jadi sasaran disejajarkan dengan mafia minyak yang hanya menguntungkan elit ekonomi dan politik tertentu.
Saat ini negara kehilangan devisa dari perkebunan Sawit yang ditanam di kawasan hutan. Penghasilan rakyat pun dirampas. Penguasa seharusnya bisa melihat perbedaan besar antara kontribusi perkebunan sawit dibandingkan elit mafia migas yang dipimpin Riza Chalid dalam pembelian BBM. Crude oil dari hasil impor yang didalangi Riza Chalid jelas-jelas 1000 triliun persen merupakan bentuk dari kejahatan yang sangat merugikan dan merusak perekonomian negara dan menghilangkan kesempatan bagi rakyat untuk menikmati kesejahteraannya.
Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang pada PT Pertamina oleh Riza Chalid selama ini sudah menjerat Indoensia dalam ekonomi biaya tinggi di Indonesia akibat harga BBM yang seharusnya bisa dijual dengan harga murah menjadi jauh lebih mahal menjerat leher setiap rakyat Indonesia dan menjadi beban bagi industri nasional.
Maka wajar saja selama pemerintahan Joko Widodo yang sudah setengah mati mengenjot program program pembangunan infrastruktur dengan menggunakan hutang yang sudah mencapai puluhan ribu trilyiun tidak memberikan efek meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan pengurangaan angka kemiskinan yang signifikan. Hari ini semua beban ada dipundak pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, karena Presiden Jokowi belum sempat memberantas mafia migas yang dipimpin Riza Chalid.
Saat ini terkait penertiban kawasan hutan negara yang dijadikan perkebunan sawit oleh rakyat dan perusahaan tidak berbeda dengan para pedagang kaki lima yang berdagang di trotoar jalan. Keduanya berdagang dengan modal sendiri bukan dari uang pemerintah dengan tujuan untuk mencari nafkah yang tentunya juga punya resiko rugi jika dagangannya tidak laku.
Trotoar jalan merupakan Kawasan yang dilarang untuk berdagang bukankah itu sama dengan Kawasan hutan yang juga dilarang untuk ditanami sawit. Begitu juga petani dan pengusaha sawit yang menanam di kawasan hutan, mereka juga pakai modal sendiri dan punya resiko rugi jika sawit tersebut tidak tumbuh dan tidak menghasilkan tandan buah segar.
Petani sawit dan pengusaha sawit sudah miliaran dollar mendapatkan pemasukan, membayar pajak dan menghidupi jutaan rakyat Indonesia di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua mendorong pembangunan infrastruktur daerah.
Industri pekebunan sawit bukan seperti dagang minyak mentah seperti yang dilakukan mafia Riza Chalid yang hanya bermodal katabelece dan suap kepada petinggi negara ini.
Impor minyak mentah memang dilegalisir agar kejahatan korupsi berupa mark up harga Crude Oil terus berlanjut sampai hari ini. Lebih gilanya lagi bisnis semakin membesar dengan cara mengoplos BBM pertalite menjadi pertamax telah merusak dan merugikan negara secara legal.
Presiden Prabowo yang saya kenal selama ini pasti bisa membedakan secara detil pelanggaran-pelanggaran mana yang lebih berbahaya dan menjadi prioritas untuk ditumpas,– seharusnya bukan menyasar petani dan pengusaha sawit.
Sekarang terserah saja pada Presiden Prabowo namun penting untuk bersikap adil dan bijaksana. Sebagai sahabat, saya hanya bisa menulis masukan in dan berdoa semoga Mas Prabowo selalu diberi kekuatan dan kesehatan untuk memimpin rakyatnya dengan adil.-
—
*Penulis Arief Poyuono, mantan Waketum Partai Gerindra, Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia, Sahabat Prabowo Subianto