Jumat, 4 Juli 2025

JANGAN TELAT…! Minta Pemerintah Lakukan Penelitian, Siti Fadilah: Virus Corona Natural atau Buatan?

JAKARTA- Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah kembali berbicara mengenai pandemi virus corona. Kali ini, ia menyarankan Pemerintah Indonesia untuk meneliti mengenai Covid-19, apakah itu virus natural atau buatan.

Pernyataan ini diungkapkan dalam wawancara bersama Karni Ilyas Club di YouTube. Ia merasa janggal saat virus corona kembali meledak di Singapura, Wuhan, dan Amerika Serikat (AS) dalam waktu bersamaan.

Siti juga mengungkap keanehan karena ledakan kasus di beberapa negara dipicu oleh varian Covid-19 yang sama, yakni varian Delta. Hal itu membuatnya mengaku kerap memikirkan asal mula virus corona. Siti menyebut, virus corona bisa dipicu secara natural, juga buatan. Ia memiliki pandangan tersendiri mengenai hal tersebut.

Menurutnya, virus corona jika natural tidak akan terjadi seperti ledakan di beberapa negara. Ia pun menilai hal itu aneh sehingga menyinggung soal kemungkinan Covid-19 merupakan virus buatan.

“Kalau natural, mestinya perjalanannya tidak seperti itu. Ini loh yang akhir-akhir ini, India, Indonesia, Singapura, nah itu rada aneh,” kata Siti di akun YouTube Karni Ilyas Club, dikutip Minggu (8/8/2021).

Kepada Bergelora.com dilaporkan, lebih lanjut Siti menjelaskan jika virus corona merupakan hasil rekayasa, selalu ada pihak-pihak yang diuntungkan. Ia bahkan menyebut Amerika Serikat merupakan negara yang menjadi korban jika benar Covid-19 adalah rekayasa.

“Kalau masih punya kepentingan ya pandemi terus. Pasti ada untungnya, kalau tidak menguntungkan buat apa. Amerika Serikat saya pikir adalah korban,” ujar Siti.

Karena itu, Siti mendesak sudah seharusnya pemerintah meneliti mengenai virus corona. Ia menilai pemerintah salah jika terus fokus pada protokol menghilangkan kerumunan sampai kebijakan PPKM. Pasalnya, semua cara dan kebijakan di atas tetap tidak bisa membendung kasus Covid-19. Siti meyakini jika masalah sebenarnya lebih luas dan tidak bisa hanya fokus pada PPKM.

“Sejak Maret 2020, sudah berapa kali lockdown, PSBB, PPKM, mikro, PPKM darurat. Tujuan cuma satu hilangkan kerumunan,” ucapnya. “Kalau tujuan batasi human contact, sudah dapat. Sudah dapat batasi pergerakan, tapi kasus masih tinggi. Artinya, PPKM ternyata bukan jalan keluar yang baik ketika terjadi ledakan,” sambungnya.

Siti menjelaskan, Indonesia memiliki sejumlah ahli yang bisa meneliti virus corona. Ia mengatakan keterlaluan jika virus yang memicu ledakan kasus Covid-19 di sejumlah negara itu sama.

“Mestinya kita manfaatkan itu virolog-virolog Eijkman untuk mengeksplorasi virus pada waktu meledak itu berkarakter seperti apa, dari mana dia datang, ke mana dia pergi,” saran Siti.

“Kira-kira sama gak (karakter virus) yang ada di Singapura, sama gak dengan di Amerika, kalau sama ya kebangetan. Wong dunia segini lebarnya, hawa berbeda, lah kok bisa agak sama,” lanjutnya.

Terakhir, Siti mengakui tidak tahu apakah masih akan terjadi outbreak lagi. Ia menegaskan jika tidak ada yang meneliti virus corona, maka Indonesia tinggal menanti outbreak selanjutnya.

“Belum tahu jawabnya, wong tidak ada yang mengeksplorasi virus-virus yang ketika meledak itu. Kalau ini bikinan, sampai kapan pun kita hanya akan menunggu outbreak-outbreak berikutnya,” pungkasnya.

Saling Tuding AS Vs RRT

Sementara itu sampai hari ini Amerika Serikat menuding virus Covid 19 berasal dari laboratorium di Wuhan China. China sebaliknya membuktikan virus Covid 19 berasal dari Laboratorium Fort Detrick, Maryland, di Amerika Serikat. Hal ini diperkuat oleh pejabat intelejen Rusia.

Hari ini beredar sebuah petisi online di Filipina berusaha mendesak Organisasi Kesehatan Dunia untuk selidiki Fort Detrick yang memiliki Institut Penelitian Medis Angkatan Darat AS untuk Penyakit Menular, disebut tempat itu ada kaitan dengan asal usul Covid-19.

Adapun petisi online itu diprakarsai oleh radio internet Global Talk News Radio yang berbasis di Manila, Filipina, mendorong CDC AS untuk menutup fasilitas di Fort Detrick karena diklaim ada pelanggaran keamanan serius khususnya yang berkaitan dengan pembuangan bahan berbahaya.

“Sampai hari ini, Fort Detrick tetap menjadi misteri yang terlalu berbahaya untuk diabaikan oleh para ahli WHO,” demikian bunyi petisi online yang dipublikasikan di Change.org.

Para pembuat petisi online itu mengatakan tidak masuk akal bagi AS menekan WHO untuk membuang-buang waktu yang berharga dengan mengirimkan misi kedua ke Wuhan.

“Di sisi lain, ada terlalu banyak laporan serius dan kredibel yang diangkat oleh para ahli dari negara lain yang menunjuk pada insiden Covid-19 di wilayah mereka sendiri, sebelum ditemukannya virus di China pada 31 Desember 2019,” kata mereka dalam petisi online itu.

Lebih lanjut, seorang dokter Filipina, Leomil Aportedera adalah salah satu penandatangan petisi yang meneliti tentang insiden lab di Fort Detrick.

Dia mengatakan semua orang perlu fokus dalam memperluas jaring pencarian untuk sumber pandemi ini.

Sedangkan, jurnalis dan analis veteran, Herman Tiu Laurel termasuk di antara kelompok jurnalis, pengusaha, dan cendekiawan Filipina di balik gerakan petisi.

Petisi tersebut secara resmi diluncurkan dalam konferensi pers virtual pada 5 Agustus di Manila.

“Ada banyak pandangan tentang virus ini dan justru itulah poin kami untuk memperluas diskusi, memperluas penyelidikan sehingga kami dapat memiliki pemahaman yang menyeluruh dan komprehensif (tentang COVID-19),” kata Laurel.

Dia mengatakan kelompok itu akan menjangkau organisasi lain dan think tank di kawasan Asia Tenggara untuk meluncurkan petisi serupa.

Laurel mengkritik politisasi penelusuran asal usul Covid-19, bahkan menyebut sebelum kasus Covid-19 pertama dilaporkan di kota Wuhan, China pada Desember 2019. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru