JAKARTA— Anggota DPR RI Dapil Bengkulu, Erna Sari Dewi, menyambut baik terbitnya Instruksi Presiden tentang Percepatan Pembangunan Pulau Enggano yang diteken Presiden Prabowo Subianto. Namun, ia mengingatkan bahwa krisis keterisolasian belum selesai, dan langkah nyata harus segera dijalankan.
“Saya mengapresiasi perhatian Presiden terhadap Enggano. Tapi warga di sana masih hidup dalam kondisi darurat. Empat bulan tanpa kapal, logistik terbatas, listrik nyaris padam. Inpres ini harus segera diwujudkan dalam tindakan di lapangan,” ujar Erna, Rabu (25/6).
Inpres tersebut memuat arahan lintas kementerian untuk pembangunan infrastruktur, konektivitas, dan penguatan layanan dasar. Namun, menurut Erna, yang paling mendesak saat ini adalah pengerukan alur Pelabuhan Pulau Baai dan pengiriman kapal logistik dan medis pengganti.
“Jangan sampai Inpres ini berhenti di meja birokrasi. Masyarakat Enggano menunggu bukti, bukan janji,” tegasnya.
Erna juga mengajak semua pihak—pemerintah daerah, media, aktivis, dan masyarakat sipil—untuk bersama-sama mengawal pelaksanaan Inpres ini agar benar-benar menjawab kebutuhan warga.
“Ini bukan sekadar program pembangunan, tapi tanggung jawab moral kita bersama. Jangan biarkan Enggano terus terpinggirkan,” tutupnya.
Inpres Pulau Enggano
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto menerbitkan instruksi presiden (Inpres) terkait penyelesaian masalah Pulau Enggano agar masalah di pulau Bengkulu itu cepat teratasi. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan bahwa Inpres tersebut diterbitkan untuk mendorong percepatan penyelesaian masalah keterisolasian yang terjadi di Pulau Enggano beberapa waktu terakhir.
Dalam rapat tersebut juga disepakati bahwa akan ada pembagian antara kementerian/lembaga terkait untuk mempercepat penyelesaian masalah Pulau Enggano.
“Tadi kami mengadakan rapat koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait dan dengan hasil sinkronisasi pembagian tugas agar permasalahan cepat selesai. Dan untuk sebagai payung maka ditekenlah Inpres yang tadi ditandatangani oleh Pak Prabowo demikian,” ujar Dasco, Selasa (24/6/2025).
Dasco menerangkan bahwa rapat koordinasi bersama pemerintah pada hari ini adalah tindak lanjut dari keluhan masyarakat di Pulau Enggano yang diterima oleh DPR RI.
Usai mendapat informasi permasalahan tersebut, anggota DPR RI pun mendatangi langsung Pulau Enggano untuk mengecek kondisi di lapangan sekaligus mendengar keluhan masyarakat.
“DPR menerima keluhan dari masyarakat Enggano dan sempat wakil rakyat dari Fraksi PDI-P Rieke Diah Pitaloka yang terjun langsung ke sana,” jelas Dasco.
Adapun hasil kunjungan itu kemudian disampaikan pimpinan DPR kepada Presiden Prabowo dan meminta pemerintah untuk segera mencari solusi atas permasalahan di kawasan tersebut.
“Hasilnya saya dan Ibu Puan kembali berkomunikasi dengan Presiden untuk menyampaikan permasalahan Pulau Enggano yang sudah 1 bulan mengalami kesulitan, karena pendangkalan yang agak terisolir karena pendangkalan pelabuhan. Oleh karena itu, penanganannya perlu cepat dan perlu turun tangan pemerintah dari pusat,” pungkasnya.
Kondisi Enggano Terisolir
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, seperti diketahui, Pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu, mengalami pendangkalan sejak 8 bulan terakhir yang mengakibatkan kapal layanan laut tak mampu bersandar ke dermaga. Bahkan, penumpang terpaksa diturunkan di tengah laut. Akibat pendangkalan itu, masyarakat Enggano terpaksa menghadapi realitas sulit: bahan makanan menipis, hasil bumi tak bisa dijual, serta akses kesehatan nyaris terputus.
Kondisi ini juga berdampak terhadap ekonomi masyarakat setempat. Hasil panen busuk tak terjual. Ratusan petani bahkan memilih tidak memanen hasil kebun mereka karena tidak adanya jalur distribusi dan harga jual yang jatuh.
Ketua DPR RI Puan Maharani pun menugaskan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad untuk menjadi perwakilan parlemen dalam rapat koordinasi dengan pemerintah untuk membahas masalah Pulau Enggano.
4.000 Warga Terisolasi
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, anggota DPR RI Dapil Bengkulu, Erna Sari Dewi, mengkritik keras lambannya respons pemerintah atas krisis keterisolasian Pulau Enggano yang telah berlangsung selama lebih dari empat bulan.
Menurutnya, jika Enggano memiliki tambang emas, nikel, atau cadangan energi strategis lainnya, perhatian negara kemungkinan besar akan jauh lebih cepat.
“Pulau-pulau lain yang punya tambang atau sumber daya strategis selalu jadi prioritas. Tapi ketika masyarakat Enggano menghadapi kelumpuhan logistik, panen membusuk, listrik nyaris padam, dan pasien kritis tidak bisa dirujuk ke rumah sakit, negara justru lambat bertindak. Apakah perhatian negara hanya hadir ketika ada potensi ekonomi?” tegas Erna dalam pernyataan pers di Jakarta, Senin (23/6).
Kondisi ini, lanjutnya, disebabkan oleh pendangkalan parah di Pelabuhan Pulau Baai, yang membuat kapal perintis tidak dapat bersandar dan memutus jalur logistik utama ke Pulau Enggano. Akibatnya, lebih dari 4.000 warga terisolasi tanpa kepastian hingga hari ini.
“Kerugian warga ditaksir mencapai Rp2 miliar per bulan, tapi ini seakan tidak cukup menggugah perhatian pusat. Coba bandingkan dengan wilayah seperti Morowali, Halmahera, atau Tembagapura—satu hari saja pasokan terganggu, kementerian langsung bergerak,” kata Erna, merujuk pada daerah-daerah dengan investasi besar sektor tambang dan energi.
Ia mengingatkan bahwa Enggano merupakan pulau terluar yang strategis secara geopolitik, berada di jalur perlintasan Samudra Hindia, yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus dalam konteks pertahanan dan kedaulatan nasional.
“Negara tidak boleh hadir hanya ketika ada nilai komersial. Masyarakat Enggano adalah warga negara, bukan angka statistik. Mereka berhak atas pelayanan dasar yang adil dan merata,” lanjutnya.
Sebagai anggota Komisi VII DPR RI, Erna meminta Kementerian Perhubungan segera melakukan pengerukan darurat di Pelabuhan Pulau Baai, mengirim kapal logistik pengganti, serta mengoordinasikan respons lintas kementerian untuk penanganan cepat.
150 Mil Laut di Samudera Hindia
Sejak Maret 2025, transportasi laut menuju Pulau Enggano terhenti akibat dangkalnya alur Pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu. Berhentinya angkutan kapal penumpang dan barang menuju Pulau Enggano yang terletak 150 mil laut di Samudera Hindia ini telah membuat pulau ini terisolir.
“Orang-orang terkurung. Warga yang kritis terpaksa bertahan. Sejumlah warga Enggano sudah mendesak agar ada kapal alternatif untuk mereka. Namun tak pernah diwujudkan,” tulisnya.
Menurut warga pulau, pemerintah Bengkulu hanya menunggu proses keruk alur selesai. Padahal, jika memang hendak membantu warga di pulau Enggano maka ada banyak kapal alternatif yang bisa membantu mendistribusikan hasil bumi dan orang atau warga yang kritis.
Hingga pekan pertama Juni 2025, Kapal Ferry Pulo Tello baru bisa berlayar ke Enggano. Ratusan orang bisa dibawa ke kota. Karena pelabuhan belum normal. Mereka akhirnya bersandar di tengah laut dan dipindahkan menggunakan kapal Basarnas.
Sejauh ini, proses antar jemput penumpang sudah mencukupi meski dengan skema turun di tengah. Namun, yang memprihatinkan, belum ada kapal yang bisa membawa hasil bumi milik masyarakat adat Enggano.
Pisang, kakao, pinang, jengkol, kelapa, ikan dan lainnya akhirnya menumpuk dan membusuk di Enggano. Pemerintah enggan menyediakan kapal alternatif khusus barang.
Saat ini, warga yang memiliki relasi dengan penampung di kota, harus merogoh kocek sampai Rp20 juta untuk membayar kapal nelayan agar hasil bumi dibawa ke kota.
Sayangnya, untuk yang tidak memiliki uang, terpaksa membiarkan hasil panen mereka membusuk di kebun. (Web Warouw)