Sabtu, 5 Juli 2025

Jeritan Dibalik Kotak Suara

Imelda Liliyanti. (Ist)

Dibalik kesuksesan Pemilu 2019 secara serentak yang diikuti oleh 85% lebih rakyat di seluruh Indonesia, tersimpan pelajaran penting untuk Pemilu akan datang. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat jumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia pada Pemilu 2019 terus bertambah menjadi 144 orang dan 883 menderita sakit. Dibawah ini tulisan Imelda Liliyanti anggota KPPS, di Tempat Pemilihan Suara (TPS) 105 Jatibening, Kota Bekasi, Jawa Barat kepada pembacara Bergelora.com. Tanggungjawab petugas menurutnya lebih berat ketimbang kompensasi yang diterima. (Redaksi)

 

Oleh: Imelda Liliyanti

PEMILU 2019 menjadi PEMILU yang paling luar biasa menguras perhatian dan tenaga. Euphoria PEMILU 2019 inipun menggema di setiap sudut negeri Indonesia tercinta.

PEMILU kali ini tidak hanya mengajak rakyat Indonesia untuk memilih pemimpin negeri ini untuk masa 5 tahun ke depannya, tapi juga  memilih anggota DPR, DPRD Tingkat I dan II, serta DPD.

Ada sekitar 800.000 TPS yang digunakan untuk perhelatan akbar negeri ini. Setiap TPS setidaknya diurus oleh 7 orang anggota KPPS dan pengamanan dari pihak kepolisian.

Setiap anggota KPPS wajib mengikuti Bimbingan Teknis yang diselenggarakan oleh PPS (Panitia Pemilihan Suara) masing- masing kelurahan. Namun boleh dikatakan penjelasan yang diberikan masih perlu peningkatan lagi agar semua anggota KPPS betul-betul memahami tugas dan tanggungjawabnya.

Apakah menjadi petugas KPPS itu menyenangkan? Tidak saudara-saudara, ada beban moral yang dipikul oleh para petugas KPPS. Bayangkan saja saat membagikan Formulir C6 ternyata ditemukan nama-nama yang sudah almarhum ataupun sudah tidak tinggal lagi. Belum lagi pada saat membagikan C6 banyak yang protes kenapa satu keluarga bisa tidak terdaftar dalam TPS yang sama.

Lebih jauh lagi, banyak petugas KPPS yang terpaksa harus mencetak sendiri Daftar Pemilih Tetap (DPT), hal itu dikarenakan DPT tidak kunjung diberikan hingga satu hari menjelang pelaksanaan PEMILU.

Kotak suara termasuk ATK juga diberikannya pada H-1 , itupun pada tengah malam. Sementara pelaksanaan PEMILU harus dilakukan pada pukul 7 pagi. Tidak satu anggota bisa istirahat, karena harus mengantri mengambil kotak suara dan perlengkapan lainnya di Kelurahan.  Anggota KPPS juga harus menjaganya agar terhindar dari tangan-tangan yang ingin melakukan kecurangan.

Ketika pelaksanaan PEMILU berlangsung, dengan kondisi kurang istirahat, petugas KPPS harus melayani setidaknya lebih dari 100 pemilih. Sebelumnya harus terlebih dahulu menghitung surat suara yang ada di dalam kotak suara dihadapan para saksi dan pengawas dari BAWASLU.

Penghitungan surat suara juga memakan waktu sangat lama, karena PEMILU kali ini dilakukan serentak, ribuan lembar surat suara harus dicek satu persatu dengan baik. Ratusan lembar kertas yang harus ditandatangani oleh para petugas KPPS.

Belum lagi ketika menyerahkan kotak dan surat suara ke kelurahan ternyata masih ada ketidaksesuaian antara DPT yang diberikan dengan DPT yang dimiliki PPS kelurahan.

Antrian para petugas KPPS sangat panjang hingga membuat petugas kembali lagi tidak bisa istirahat hingga matahari menyapa.

Jika dibandingkan dengan kompensasi yang diberikan kepada petugas KPPS tentulah tidak sebanding dengan apa yang dilakukan, mengingat harus tidak istirahat setidaknya selama dua hari berturut-turut.

Kedepannya diharapkan, PEMILU jangan dilakukan secara bersamaan antara PILPRES dan DPR dan DPD.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru