Sabtu, 5 Juli 2025

JLEB…! Din Syamsuddin: Negara Islam Sudah Lama Selesai dan Khilafah Tidak Relevan Di Indonesia

Prof. Dr. M. Din Syamsuddin, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) . (Ist)

JAKARTA- Sesuai Taushiyah Dewan Pertimbangan MUI sebagai hasil Rapat Pleno Ke-37, 28 Maret 2019 disampaikan imbauan sebaiknya kedua kubu Paslon Presiden-Wapres menghindari penggunaan isu keagamaan, seperti penyebutan khilafah, karena itu merupakan bentuk politisasi agama yg bersifat pejoratif (menjelekkan). Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. M. Din Syamsuddin, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) kepada pers di Jakarta, Jumat  (29/3).

Menurutnya, walaupun di Indonesia khilafah sebagai lembaga politik tidak diterima luas, namun khilafah yang disebut dalam Al-Qur’an adalah ajaran Islam yang mulia yaitu manusia mengemban misi menjadi Wakil Tuhan di Bumi/ khalifatullah fil ardh.

“Mempertentangkan  khilafah dengan Pancasila adalah identik dengan mempertentangkan  Negara Islam dengan Negara Pancasila, yang sesungguh sudah lama selesai dengan penegasan Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi was Syahadah (Negara Kesepakatan dan Kesaksian),” tegasnya.

Ia mengingatkan, bahwa upaya mempertentangkannya merupakan upaya membuka luka lama dan dapat menyinggung perasaan umat Islam.

Ia menegaskan menisbatkan sesuatu yang dianggap Anti Pancasila terhadap suatu kelompok  adalah labelisasi dan generalisasi atau mengebyah-uyah yang berbahaya dan dapat menciptakan suasana perpecahan di tubuh bangsa.

“Segenap keluarga bangsa agar jangan terpengaruh apalagi terprovokasi dengan pikiran-pikiran yang tidak relevan dan kondusif bagi penciptaan Pemilu/Pilpres damai, berkualitas, berkeadilan, dan berkeadaban,” katanya.

Antara Pancasila Vs Khilafah

Sebelumnya, Kepada Bergelora.com dilaporkan, Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Abdullah Mahmud Hendropriyono menilai Pemilu 2019 yang digelar serentak 17 April mendatang sangat berbeda dari Pemilu pernah dilaksanakan di Indonesia. Menurut dia, pertarungan Pemilu sekarang ini adalah dua ideologi berbeda.

“Pemilu kali ini yang berhadap-hadapan bukan saja hanya subjeknya. Orang yang berhadapan bukan hanya kubu, kubu dari Pak Jokowi dan kubu dari Pak Prabowo, bukan. Tapi ideologi,” kata Hendropriyono di Gedung Pertemuan Kesatrian Soekarno Hatta, BIN, Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (28/3).

Hendropriyono mengatakan, yang bertarung pada Pemilu kali ini adalah ideologi Pancasila berhadapan dengan ideologi khilafah. Oleh sebab itu, dia meminta masyarakat harus mulai menentukan pilihan dan memahami calon pemimpin dipilih pada Pemilu 2019.

“Bahwa yang berhadap-hadapan adalah ideologi Pancasila berhadapan dengan ideologi khilafah. Tinggal pilih yang mana. Rakyat harus jelas mengerti. Bahwa dia harus memilih yang bisa membikin dia selamat,” ujar dia.

Hendropriyono menjelaskan, selama ini, ideologi Pancasila telah membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya. Namun, dengan adanya ideologi khilafah yang sekarang ini sedang marak, masyarakat pun harus lebih memahami apa yang benar-benar menjadi pilihannya.

Hal ini kata dia, karena ideologi khilafah sendiri sudah tidak berfungsi sejak abad ke-13, tepatnya sejak tahun 1258. Menurut Hendropriyono, negara-negara Islam dan Arab sekalipun lebih memilih tata negara kerajaan.

“Tidak ada lagi yang memilih khilafah ini. Karena juga secara resmi sudah tidak diikuti, dibubarkan. Itu 1924. Masa sekarang mau kesana. Jangan coba-coba. Kita tau apa yang terjadi di Suriah dan Iraq adalah karena coba-coba,” kata dia.

“Jadi tolong jangan salah pilih. Saya tidak nakut-nakutin,” tambahnya.

Jangan Golput

Hendropriyono turut mengatakan, Indonesia sebagai negara yang kaya budaya atau heterogen sebenarnya tidak memiliki peluang untuk menganut ideologi khilafah yang hanya berlaku bagi penganut agama Islam.

Ia pun mengimbau agar masyarakat benar-benar yakin dengan pilihan yang dianggapnya sebagai yang terbaik. Karenanya, golput pun sebaiknya dihindari.

“Kalau pada golput ya berarti kita terima nasib. Kita kan tidak lagi bicara cuma mencari pemimpin terbaik. Tapi jangan sampai kita dipimpin oleh orang terburuk. Itu saja. Kalau sampai kita dipimpin sama orang terburuk, kita sampai ada satu titik kita tidak bisa kembali lagi. Maju kena, mundur kena, dan ini nasib kita sekarang tinggal beberapa hari lagi,” ujarnya.

“Silakan pilih dan ketahuilah bahwa saudara-saudara akan memilih satu negara yang dari proklamasi sampai sekarang ideologi Pancasila atau ideologi yang lain,” tandas Hendropriyono.

Diketahui, Pemilu Serentak digelar 17 April mendatang. Pesta demokrasi lima tahunan kali ini tak hanya memilih presiden dan wakil presiden, melainkan anggota legislatif.

Pilpres sendiri diikuti dua pasangan calon. Keduanya adalah capres dan cawapres nomor urut 01 Jokowi- Ma’ruf Amin serta capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo- Sandiaga Uno.

Kedua capres dan cawapres menegaskan bukan anti Pancasila. Bahkan kedua calon menyerukan sama-sama menjaga Pancasila. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru