JAKARTA- Menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo pada Rapat Terbatas di kantor Presiden, Jakarta, Rabu (4/4) siang, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) berjanji akan segera menerbitkan Peraturan Mendagri (Permendagri) untuk menegaskan batas waktu dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik atau Kartu Keluarga (KK).
“Dalam minggu ini, saya akan segera mengeluarkan Permendagri yang nantinya akan menegaskan bahwa pembuatan KTP elektronik baik di Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) pusat maupun di Dinas Dukcapil kabupaten atau kota seluruh Indonesia, pembuatannya maksimum 1 jam mesti selesai,” kata Tjahjo kepada wartawan usai mengikuti Rapat Terbatas tersebut.
Pengecualian dari ketentuan tersebut, menurut Mendagri, jika di daerah ada gangguan komputer error atau masalah listrik padam bisa menjadi pertimbangan untuk lebih waktunya. Blankonya sudah ada kok.
Tapi seperti Jakarta seharusnya tidak ada masalah. Namun kenyataannya, lanjut Mendagri, menyangkut birokrasi. Karena itu, Presiden minta dirinya membuat Permendagri supaya ada pegangan.
Mengenai kemungkinan adanya pemalsuan, Mendagri meyakini tidak akan bisa, karena di data Kemendagri misalnya saya sudah punya KTP elektronik di Jalan Potlot, nah nanti di Semarang mau membuat lagi KTP elektronik tidak bisa karena sudah ada datanya.
“Jadi KTP yang ganda itu tidak mungkin sekarang. Walaupun sekarang masih ada yang ganda dari yang lama-lama. Kalau ke depan tidak ada. Tinggal kalau dia pindah alamat atau meninggal dunia, baru diubah. Itu saja,” tegas Tjahjo.
Sementara terkait kemungkinan sanksi yang akan dijatuhkan terhadap daerah yang tidak melaksanakan, Mendagri Tjahjo Kumolo mengaku belum bicara soal itu.
“Tapi ada tanggung jawab kami men-drop blankonya dulu ke daerah. Kami juga minta daerah harus pro aktif, kalau blankonya habis ya kontaklah ke pusat untuk ambil. Kan di gudang kami stok ada 1,5 juta,” ujar Tjahjo.
Pemilih Pemula
Kepada Bergelora.com dilaporkan, terkait adanya 6 juta lebih pemilih di pemilihan kepala daerah yang belum mendapat e-KTP. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, data tentang data penduduk potensial pemilih telah diserahkan ke KPU. Diakui Tjahjo, ada 2 jutaan lebih pemilih yang belum merekam dan punya KTP el. Mereka, adalah para pemilih pemula. Namun yang jadi problem, banyak diantara 2,2 juta pemilih pemula itu, baru akan berusia menjelang, bahkan saat pemungutan suara Pilkada nanti. Tapi, mereka telah terdata.
“Yang 2,2 juta inilah yang kami maksimalkan untuk yang bersangkutan mau merekam, lapor saya sudah dewasa, saya perlu KTP. Sehingga bisa direkam, dan oleh KPUD masuk di daftar pemilih dimana dia tinggal di TPS berapa dia nyoblos. Permasalahnya sekarang ini kalau 2,2 juta itu misalnya sampe hari H nya dia belum merekam tapi dia menuntut karena sudah dewasa saya harus nyoblos,” kata Tjahjo di Istana Negara, di Jakarta, Rabu (4/4).
Pihaknya sendiri, kata Tjahjo, untuk yang 2,2 juta, apakah bisa dengan surat keterangan agar bisa memilih saat pemungutan. Sebab, untuk Pilkada masih boleh, tapi untuk Pileg dan Pilpres harus punya KTP el.
“Padahal tiap tahun yang remaja menginjak ke dewasa pasti ada, pasti masalah. Ini harus dicari jalan keluarnya,” katanya.
Tjahjo sendiri berpendapat, harus ada pengecualian dari KPU bagi yang belum merekam, agar bisa menggunakan surat keterangan. Jangan seperti kemarin di Pilkada DKI Jakarta, warga yang tinggal di luar negeri, saat hari H tiba-tiba datang ke TPS.
“Ya enggak terdaftar terus marah, terus menyalahkan pemda, Dukcapil. Ini yang sekarang sedang dibahas dengan baik,” kata dia.
Pihak Ditjen Dukcapil sendiri, kata dia, sedang mempersiapkan agar yang 2,2 juta pemilih itu, begitu usianya sudah masuk 17 tahun, KTP bisa langsung cetak. Sebab datanya sudah ada.
“Misalnya pas hari H-nya masuk dewasa, kita cetak. Datanya ada, itu ada data lengkap. Tapi memastikan dia tetap tinggal di alamat awal atau tidak, itu yang jadi masalah,” kata Tjahjo.
Karena itu, para pemilih pemula itu, kata dia, begitu usianya sudah masuk 17 tahun, harus pro aktif. Mereka harus segera merekam data dirinya. Solusi lainnya, bila pemilih pemilu belum mendapat KTP fisik, maka harus ada surat keterangan.
Di tempat yang sama, Sekretaris Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri (Sesditjen Dukcapil Kemendagri), I Gede Suratha menambahkan, Kemendagri berupaya membantu KPU dalam memverifikasi data pemilih yang belum merekam atau belum punya KTP el. Atau juga yang NIK-nya diduga ganda. Karena itu, Ditjen Dukcapil telah mengirim surat ke KPU meminta data terkait. Tapi katanya, hingga hari ini, data tersebut belum diberikan.
“Sudah kita punya sampai saat ini belum diberikan janjinya kemarin. Tapi sampai saat ini belum mungkin dalam perapihan. Kami siap untuk membantu verifikasi itu,” kata Suratha.
Menteri Tjahjo kembali menjelaskan. Kata dia, untuk yang 6,7 juta yang menurut KPU belum merekam atau belum punya KTP el, versi data Kemendagri sudah lengkap. Hanya yang 2,2 juta yang memang belum merekam, karena belum berusia 17 tahun.
“Kalau dikatakan 6,7 juta dari versi kami lengkap. Hanya yang 2,2 juta itu saja yang belum karena sekarang belum kami data. Yang 2,2 juta itu Belum merekam,” katanya.
Menurut Tjahjo, memastikan seorang pemilih bisa menunaikan hak pilih, dasarnya adalah aturan KPU. Termasuk untuk solusi bagi yang 2,2 juta pemilih pemula. Kata dia, harus ada peraturan KPU sebagai dasar hukumnya. Dalam konteks Pilkada, bagi yang belum punya KTP el, bisa gunakan surat keterangan.
“Tapi kalau Pileg, Pilpres kan harus KTP el. Problemnya tadi, hari H masuk dewasa. Kadang-kadang saya enggak mau insiatif dateng, Oh saya ada hak pilih, hak politik, saya harus inisiatif datang, itu kan kadang yang enggak punya,” ujarnya. Tjahjo juga berharap KPU bisa secepatnya menyerahkan data pemilih, agar bisa dicek dan diverifikasi. (Calvin G. Eben-Haezer)