JAKARTA- Pernyataan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Bimo Wijayanto akan menggantikan vendor asing dengan 24 pakar IT lokal untuk membenahi Coretax, membuka babak baru dalam ‘drama’ sistem perpajakan nasional.
Pakar IT dari Enygma Solusi Negeri, Erick Karya mengatakan, rencana Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ‘menendang’ pengembang asing dan menggantikannya dengan tim ahli lokal, bukan langkah biasa. Langkah ini merupakan sinyal politik dan teknis yang menunjukkan adanya urgensi membangun kesan keberhasilan cepat (quick-win) di tengah tekanan publik dan masalah menahun.
Pendekatan ini, kata Erick, menunjukkan bahwa pemerintah mencari solusi instan tanpa menyentuh akar masalah tata kelola proyek. Alih-alih membangun fondasi sistem perpajakan yang tahan masa depan, negara cenderung mengejar pencitraan kepahlawanan.
“Seolah-olah kegagalan besar bisa ditebus dengan langkah cepat yang heroik,” kata Erick dikutip Bergelora.com di Jakarta, Selasa (2/12/2025).
“Jika 24 orang pakar lokal bisa menyelesaikannya dengan cepat, seloah membenarkan adanya masalah di pengadaan (Coretax). Lalu bagaimana dengan biaya pembangunan Coretax yang mencapai Rp1,3 triliun? Ini tidak bisa diamkan begitu saja,” tandasnya.
Dia katakan, proyek pengadaan Coretax, dikerjakan selama hampir 6 tahun, berbiaya mahal, sekitar Rp1,3 triliun. Serta melibatkan sejumlah perusahaan besar kelas dunia, seperti LG CNS, Deloitte, dan PwC.
“Namun hasilnya justru sistem yang gagal beroperasi optimal dan cat kesalahan bertahun-tahun. Ini bentuk lingkaran kemunafikan, di mana kegagalan dibuat seolah-olah bukan kesalahan kebijakan, melainkan kesalahan teknis sesaat,” tandasnya.
Sebelumnya, Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan akan menggeber persiapan internal jelang serah terima penuh (handover) sistem Coretax pada 15 Desember 2025.
Salah satu langkah kunci adalah pembentukan task force khusus berisi 24 programmer terbaik yang dipilih dari berbagai unit teknis di DJP untuk mengikuti pelatihan intensif sebulan penuh.
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menjelaskan bahwa langkah ini penting untuk memastikan DJP benar-benar menguasai source code Coretax yang telah diserahkan vendor dalam dua tahap, yakni pada 14 Juli dan 17 November 2025.
“Kami sedang melakukan boot camp selama satu bulan full 24 programmer kami yang kami pilih yang paling bagus untuk akselerasi menajamkan penguasaan source code yang sudah kami dapatkan,” kata Bimo di Komisi XI DPR, Jakarta, Rabu (26/11/2025).
Boot camp ini dilakukan secara intensif agar para programmer mampu melakukan pengembangan, perbaikan, dan inovasi setelah DJP mengambil alih penuh operasi Coretax.
Selama masa retensi saat ini, sistem belum dapat diubah secara langsung, namun DJP sudah menyiapkan berbagai work around dan modul pengembangan yang akan langsung di-inject setelah handover.
Segera Periksa Eks Dirjen Pajak Suryo Utomo dan Sri Mulyani
Sebeumnya, Ketua Umum (Ketum) Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), Rinto Setiawan mengatakan, di tengah optimisme Dirjen Pajak Bimo, pembenahan teknis Coretax tidak boleh mewajibkan kewajiban penegak hukum dalam mengusut dugaan korupsi yang telah dilaporkan IWPI ke KPK, pada 23 Januari 2025.
Menurut DJP, serah terima penuh sistem Coretax dari vendor akan memungkinkan pengembangan mandiri oleh tim internal maupun tenaga ahli lokal. Klaim ini menyiratkan keyakinan bahwa masalah teknis dapat segera diatasi tanpa ketergantungan pada vendor asing seperti LG CNS-Qualysoft.
“Bagi IWPI, pernyataan DJP itu justru memperjelas bahwa ada yang tidak wajar dalam pengadaan dan implementasi Coretax sebelumnya Jika Indonesia tiba-tiba bisa mengembangkan Coretax secara mandiri, maka pengadaan sebelumnya perlu dievaluasi keras. Termasuk memeriksa pertanggungjawaban mantan Dirjen Pajak Suryo Utomo dan mantan Menkeu Sri Mulyani,” ungkap Rinto, Jakarta, Minggu (30/11/2025).
Dikatakannya, DJP dan Kemenkeu di era sebelumnya, pernah menghabiskan waktu hampir enam tahun, melibatkan vendor asing besar, dan menyerap anggaran yang cukup jumbo.
Namun hasilnya, aplikasi Coretax berkali-kali eror, tidak stabil, dan belakangan disebut Menkeu Purbaya sebagai “aplikasi yang dikerjakan anak SMA”. Sedangkan Dirjen Bimo menyebut ahli lokal bisa menyelesaikan pembenahan Coretax.
“Kalau ahli lokal bisa memperbaiki dalam hitungan bulan, bagaimana mungkin vendor asing diberi triliunan rupiah, selama bertahun-tahun untuk hasil yang gagal? Ini bukan lagi dugaan, ini indikasi kuat merugikan negara,” jelas Rinto.
Dia pun berharap, KPK tidak diam atau membiarkan laporan IWPI tentang dugaan korupsi dalam pengadaan Coretax. Laporan itu dilengkapi sejumlah dokumen pendukung, termasuk rekam jejak anggaran, dokumen pengadaan, hingga bukti-bukti sistem teknis yang tidak berfungsi.
“DJP boleh memperbaiki sistem sekarang, tapi korupsi masa lalu tidak boleh ditutup dengan semangat quick-win. KPK harus memastikan akuntabilitas berjalan, bukan sekadar pembenahan teknis,” tegas Rinto.
Di sisi lain, lanjut Rinto, IWPI menyambut baik pelibatan tenaga ahli lokal, namun menolak narasi bahwa pembaruan sistem menghapus kesalahan masa lalu. Pengembangan Coretax ke depan harus dibarengi dengan transparansi total, audit menyeluruh, dan penegakan hukum tanpa kompromi.
“Sebelum membangun sistem baru, bersihkan dulu jejak kegagalan lama,” tutupnya.
Coretax Segera Pulih?
Sebelumnya, Menkeu Purbaya mengeklaim Coretax siap mendukung layanan administrasi pajak secara penh dalam waktu dekat. Saat ini, DJP terus melakukan perbaikan Coretax sebelum diserahterimakan oleh vendor.
Menurutnya, dampak perbaikan itu juga sudah bisa dirasakan wajib pajak pengguna Coretax.
“Coretax sudah diperbaiki dengan cara kami menyelidiki kesalahannya di mana, kami minta LG (vendor), mempembaikinya dengan cepat. Saya pikir dalam waktu dekat, Coretax siap 100 persen,” ujarnya.
Senada, Dirjen Pajak Bimo melaporkan DJP telah melakukan serangkaian tes untuk perbaikan Coretax. Salah satunya melakukan submit bukti potong massal untuk menguji waktu akses Coretax.
“Sudah kami tes 25.000 nge-hit bersamaan. Alhamdulillah lancar, 25.000 sudah submit bukti potong,” katanya.
Tidak hanya itu, Bimo sebelumnya juga mengeklaim bahwa secara keseluruhan pelayanan administrasi perpajakan melalui coretax kini relatif lebih stabil, baik dari sisi latensi atau waktu respon sistem maupun throughput atau jumlah transaksi per menit yang diproses oleh sistem.
Dia mengatakan latensi dan throughput yang stabil menandakan bahwa kapasitas sistem Coretax berkembang menjadi lebih baik dan memadai. Menurutnya, hal ini tercermin dari jumlah transaksi yang berhasil diselesaikan, seperti publikasi bukti potong (bupot) dan faktur pajak kini semakin cepat.
Simulator Coretax bertujuan untuk memfasilitasi wajib pajak dalam memahami berbagai fitur Coretax dengan lebih baik. (Web Waroiw)

