Rabu, 19 November 2025

KAPAN REFORMASI POLRI..? Tanpa surat 30 Menit Bebas, Aktivis Menolak Tambang di Kaltim Kembali Ditangkap Bersama Pengacaranya di Jalan

JAKARTA- Seorang pendamping hukum dari Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH PERADI) Balikpapan, Fathur Rahman, ditangkap aparat kepolisian bersama kliennya, Misran Toni, seorang aktivis yang menolak tambang batubara di Muara Kate, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Penangkapan ini terjadi pada Selasa (18/11/2025) malam sekitar pukul 21.55 WITA, hanya 15 menit setelah keduanya keluar dari Mapolres Paser.

Misran Toni, yang telah menjalani masa tahanan selama 127 hari, seharusnya dibebaskan pada 18 November 2025 berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Tanah Grogot.

Tim pendamping hukum yang terdiri dari Fathur Rahman (PBH Peradi Balikpapan), Windy Pranata (JATAM Kaltim), dan Paradarma Rupang (Koalisi Advokasi Lawan Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus Pembunuhan Muara Kate) telah menjemputnya di Polda Kaltim.

Setelah proses administrasi, Misran Toni dibawa dari Polda Kaltim ke Polres Paser menggunakan mobil polisi yang didampingi Fathur Rahman.

Sesampainya di Polres Paser, sejumlah warga dari Muara Kate dan Batu Kajang telah menunggu untuk menjemputnya. Namun, pihak Polres Paser bersikeras untuk tetap menahan Misran Toni dengan alasan berkas perkara sudah masuk tahap kedua.

“Polres Paser bersikeras tetap menahan MT dengan alasan berkas sudah Tahap 2, tanpa adanya surat perintah penahanan dari jaksa,” jelas Ketua PBH Peradi Balikpapan, Ardiansyah.

Setelah melalui proses negosiasi yang alot, pihak kepolisian akhirnya menyerahkan Surat Perintah Pengeluaran Tahanan kepada Fathur Rahman.

Sekitar pukul 21.28 WITA, Misran Toni dan Fathur Rahman keluar dari Gedung Reskrim Polres Paser menggunakan mobil warga. Penangkapan terjadi tak lama kemudian. Rombongan yang membawa Misran Toni dan Fathur Rahman dicegat di jalan, tidak jauh dari Polsek Tanah Grogot, sekitar 10 km dari Mapolres.

Sekitar 10 mobil polisi mengejar rombongan tersebut.

Berdasarkan video dan kesaksian warga, rombongan itu dihentikan oleh petugas kepolisian.

“Sejumlah kunci mobil warga diambil oleh pihak kepolisian sehingga mereka tidak bisa mengejar MT dan pendamping hukum yang dipiting dileher untuk dimasukkan ke mobil dan dibawa ke Polres,” ujar Ardiansyah.

Komunikasi dengan pendamping hukum terputus dan baru dapat dihubungi kembali pada pukul 02.00 WITA menggunakan telepon pihak kepolisian.

Kronologi Konflik Muara Kate

Kepada Bergelora.com di Jakarta.dilaporkan, Ardiansyah menyebut penangkapan ini merupakan puncak dari rangkaian peristiwa panjang yang bermula sejak akhir tahun 2023 di Paser, tepatnya di Desa Batu Kajang, Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Paser.

Konflik berawal ketika sebuah perusahaan tambang batubara menggunakan jalan umum sepanjang 126 km untuk kepentingan angkutan batubara dari lokasi penambangan di Tabalong, Kalimantan Selatan, menuju lokasi jetty di Desa Rangan, Paser.

Warga di Batu Kajang melakukan berbagai upaya penolakan mulai dari mediasi, aksi, hingga blokade jalan. Namun, ironisnya, tidak ada satu pun sikap aparat penegak hukum yang mendukung perjuangan warga.

Akibat aktivitas hauling batubara ini, sedikitnya ada tujuh korban kritis hingga meninggal dunia, termasuk Ustad Teddy pada 1 Mei 2024 dan Pendeta Veronika pada 26 Oktober 2024.

Puncaknya, pada 15 November 2024 dini hari, posko perjuangan warga diserang oleh sekelompok orang tak dikenal, menyebabkan satu orang meninggal dunia atas nama Rusel dan satu orang luka parah atas nama Ansouka.

Misran Toni, yang dikenal sebagai salah satu warga yang aktif sejak peristiwa tragis kecelakaan hauling batubara yang menewaskan Pendeta Veronika, kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan tersebut.

Tim Pendamping Hukum dari JATAM Kaltim dan LBH Samarinda yang melakukan investigasi menemukan banyak kejanggalan yang merujuk pada upaya kriminalisasi terhadap Misran Toni.

Masa penahanan Misran Toni telah berlangsung sejak 17 Juli 2025 dan telah dua kali mengalami perpanjangan. Koalisi Masyarakat untuk Perjuangan Masyarakat Muara Kate, yang terdiri dari JATAM Kaltim dan LBH Samarinda, telah mengirimkan Surat Keberatan Perpanjangan Penahanan kepada Ketua Pengadilan Negeri Tanah Grogot. Namun, upaya hukum ini sepertinya tidak diindahkan oleh pihak kepolisian.

Ardiansyah menambahkan bahwa penangkapan terhadap pendamping hukum yang merupakan anggota PBH PERADI Balikpapan ini semakin memperkuat dugaan adanya upaya kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan dan pendamping hukumnya yang berjuang melawan praktik tambang batubara yang merusak dan membahayakan keselamatan warga.

“Warga dan tim pendamping hukum lainnya berencana akan mengambil langkah hukum lebih lanjut untuk memperjuangkan pembebasan keduanya,” tutup Ardiansyah. (Des/Web)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru