Senin, 20 Oktober 2025

Kapitalisme dan Panama Papers*

Oleh: Erizeli Jely Bandaro**

Ciri utama negeri sekular adalah rahasia tentang harta. Dunia kapitalis menempatkan kerahasiaan bank adalah diatas segala-galanya. Negara harus jauh dari kekuasaannya untuk mengakses rahasia harta nasabah di perbankan. Bahkan perbankan tidak dibenarkan memberikan data harta nasabah kepada aparat pajak. Petugas pajak dan negara diharuskan bekerja keras untuk bisa membuktikan kebenaran harta seseorang tanpa melanggar peraturan kerahasiaan bank. Hal ini berlaku dalam sistem confidential dan non disclosure. Undang-undang membenarkan perbankan membuka rahasia nasabah sepanjang ada keputusan dari Pengadilan. Namun mendapatkan keputusan dari pengadilan tidak mudah karena harus dipastikan bahwa nasabah itu melanggar hukum.

Itulah kehebatan sistem kapitalis ! fakta bahwa pemilik harta harus diamankan bila mereka akses ke dalam sistem perbankan. Industri perbankan sadar betul bahwa orang kaya yang berduit banyak tak ingin orang banyak tahu bahwa mereka kaya. Maklum saja bahwa yang menjadi nasabah bank hanyalah segelintir orang bila dibandingkan dengan populasi penduduk planet bumi.

Karakter orang kaya yang rakus sebagai komunitas ekslusif harus dijaga aman dari rasa iri dan dengki para mayoritas yang miskin. Bagi Industri perbankan yang sistemnya tidak bisa menjaga confidential dan non disclosure maka akan ditinggalkan oleh nasabah. Logika sebab akibat ini sangat ditakuti oleh seluruh otoritas keuangan diseluruh dunia. Karena era sekarang uang bisa terbang dengan cepat melintasi benua.

Kreativitas industri perbankan menyediakan jasa layanan pribadi (private banking service) adalah satu bentuk untuk mendapatkan nasabah super kaya. Singapore yang paham betul akan system ini, semakin memperluas layanan system private banking ini. Agar negerinya menjadi sorga bagi orang kaya untuk menempatkan hartanya dalam kerahasiaan yang penuh.

Bebepara tahun lalu OCBC mengambil alih ING Asia Private Bank Ltd (IAPB) dari Belanda dengan nilai pembelian sebesar USD 1,45 billion atau Rp 14 triliun, selanjutnya ING Asia Private Bank Ltd (IAPB) berganti nama Bank of Singapore. Total nasabah pribadi sebanyak 7.000 orang dengan total penempatan dana sebesar USD 23 billion atau Rp. 200 triliun lebih ! Hitunglah berapa rata-rata pribadi itu punya uang dibank.

Hampir seluruh bank terkemuka di dunia mempunyai layanan private banking ini. Para ahli hukum (banking lawyer) sebagai mitra strategis dari sistem ini untuk membuat kerahasiaan itu menjadi system multi layer. Hingga nasabah kaya yang kriminalpun dapat bebas menempatkan dananya disistem ini. Maklum saja, hampir 90 % nasabah kaya itu adalah hidden crime yang selalu minta jaminan keamanan (kerahasiaan ) dalam kondisi apapun. Termasuk bila mereka tersangkut kasus pidana. Undang Undang Bank Indonesia (BI) tentang borderless transfer (tanpa underlying) antar offshore account adalah satu fakta bahwa nasabah bebas melakukan transaksi melalui cross settlement dengan pihak private banking dimanapun. Artinya dalam hitungan detik, dana mereka dapat terbang keluar negeri. Benar-benar mengerikan. Suatu sistem yang sangat memanjakan para orang kaya.

Sebetulnya kekawatiran hegemoni system perbankan dihadapan negara ini, telah diantisipasi pada November 2014 dengan komitmen yang sejalan dengan Komunike oleh para pemimpin negara anggota G-20, termasuk Presiden Joko Widodo, dalam Brisbane Summit.

Amerika menolak keterbukaan rekening bank untuk pajak sesuai koridor OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development). Apakah Amerika sorga bagi dana haram atau sorga menghindari pajak? Tidak! karena AS sudah punya FATCA,– The Foreign Account Tax Compliance Act, yang lebih hebat dari automatic information exchange. FATCA dapat di akses oleh negara lain atas dasar permintaan resmi pemerintah. Hanya saja format yang ditetapkan OECD terhadap keterbukaan itu lebih diterima anggota lainnya, di bandingkan Amerika yang menginginkan sesuai dengan ketentuan Patriot Act dan FATCA. Termasuk mengawasi dana politik dan teroris. FATCA memang terkesan subjektif terhadap asal usul dana.

Automatic Exchange System of Information (AEOI) atau Sistem Pertukaran Informasi Otomatis akan diberlakukan oleh perbankan dunia. Bagi negara yang tidak patuh mengenai AEOI ini akan mengalami kesulitan dalam mematuhi ketentuan Bank international for settlement dan terhambat dalam ikut clearing international. Data perbankan nantinya tidak lagi menjadi sebuah kerahasiaan dan dapat diakses oleh otoritas negara manapun di dunia. Otoritas pajak masing-masing negara akan diberikan keleluasaan mengecek dana wajib pajak lewet sistem itu, yang selama ini ditempatkan di negara lain.

 

*Tulisan ini diambil dari akun Facebook milik Erizeli Jely Bandaro karena Bergelora.com menganggap pikiran dan pengetahuan penulis penting untuk menjadi pelajaran bagi masyarakat luas.

**Penulis adalah seorang pelaku ekonomi dan seorang blogger.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru