JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengaku masih memiliki harapan terhadap rusaknya hukum dan tatanan hukum yang terjadi saat ini bakal diperbaiki oleh pemerintahan mendatang.
Sebagaimana diketahui, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka telah ditetapkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih periode 2024-2029. Keduanya, bakal dilantik pada 20 Oktober 2024.
Mahfud menekankan bahwa penegakan hukum yang benar bakal memberikan dampak positif bagi jalannya pemerintahan.
“Saya masih punya harapan, mudah-mudahan nanti kalau sudah dilantik Pak Prabowo melakukan perubahan-perubahan yang bagus. Karena itu akan membantu bagi pemerintah, akan membantu Pak Prabowo kalau hukum ditegakkan dengan benar,” kata Mahfud, dikutip dari podcast Terus Terang yang dikutip dari kanal YouTube Mahfud MD Official, Rabu (5/6/2024).
Namun, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengatakan, hukum rimba bakal berlaku jika pemerintahan berikutnya tidak memperbaiki proses penegakan hukum di Tanah Air.
“Untuk memperbaiki, kita berharap bisa memulai dengan itu. Kalau ndak, ya rusak ke depan. Akhirnya menjadi negara hukum rimba ya,” ujar Mahfud.
“Saya sebenarnya agak malas tuh mengometari ini. Satu, kebusukan cara kita berhukum lagi yang untuk dikomentari sudah membuat mual gitu. Sehingga saya berkata, ya sudahlah apa yang kau mau lakukan, lakukan saja merusak hukum itu,” kata Mahfud.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini juga menyinggung putusan sela Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mengabulkan eksepsi atau nota keberatan Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim berpandangan, Jaksa KPK tidak berwenang menuntut Hakim Agung dalam perkara dugaan gratifikasi dan TPPU sebagaimana nota keberatan tim hukum Gazalba Saleh.
Majelis Hakim sependapat dengan tim hukum Gazalba yang menilai Jaksa KPK tidak menerima pelimpahan kewenangan penuntutan terhadap Gazalba Saleh dari Jaksa Agung. Adapun ketentuan menuntut Hakim Agung ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI.
“Eksepsinya (Gazalba Saleh) dikabulkan karena katanya untuk menentukan itu harus atas persetujuan Jaksa Agung. Selama ini sudah ratusan kasus KPK memasukkan orang ke penjara tanpa izin dari Kejaksaan Agung, Jaksa Agung. Alasannya apa, ini rusak lagi hukum,” kata Mahfud.
Sebagaimana diketahui, melalui putusan Nomor 23 P/HUM/2024, MA mengabulkan permohonan hak uji materi yang dimohonkan oleh Ketua Umum Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda) Ahmad Ridha Sabana terkait Pasal 4 PKPU Nomor 9 Tahun 2020 dengan UU Pilkada. MA lantas meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencabut aturan penghitungan usia calon kepala daerah dari yang semula termaktub dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020. Kemudian, MA membuat tafsir bahwa aturan usia calon kepala daerah dihitung pada saat calon tersebut dilantik sebagai kepala daerah definitif.
Karungin Koruptor dan Mafia
Pernyataan Mahfud MD mewakili hati dan pikiran masayarat umum meliat situasi nasional yang dikuasai koruptor dan mafia saat ini yang telah menguasai semua lini kekuasaan dari eksekutif legislatif dan yudikatif. Hal ini diungkapkan oleh Dewi Embun Pagi, mahasiswa hukum di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta.
“Belakangan ini baru terungkap betapa bobroknya hukum di negara ini. Koruptor ada dari pemerintahan pusat sampai desa, di DPR pusat, propinsi sampai tingkat kota kabupaten. Mafia menguasai pengadilan, eksekutif dan legislatif menggenggam semua elit partai besar. Pantesan kerja Presiden Jokowi banyak hambatan dan tidak mudah,” paparnya kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (6/6).
Menurutnya belum ada hukuman yang setimpal bagi mafia dan koruptor di Indonesia sehingga tidak membuat jera bagi yang lain. Sehingga belakangan menjadi penyakit menular di masyarakat merongrong negara.
“Bahayanya mafia dan korupor telah beranak pinak ke generasi berikutnya menjangkiti generasi milineal bahkan generasi Z karena pendidikan telah gagal membangun karakter dan etika berbangsa bernegara. Koruptor dan mafia juga masuk ke sekolah dan kampus-kampus tidak bisa dibendung,” ujarnya.
Untuk itu Dewi berharap Presiden terpilih Prabowo Subianto memiliki sistim yang kuat mengatasi kelemahan hukum yang menjadi alat dari koruptor dan mafia.
“Dalam sejarah kita pernah mendengar gerakan Petrus (Penembak Misterius) yang membersihkan preman kriminal di tahun 1980 an. Mungkin pola Orde Baru ini bisa dipakai lagi untuk membersihkan koruptor dan mafia. Karungin mereka, agar negara bersih dan bangsa ini bisa cepat maju. Hukum dan pendidikan bisa direformasi secara pasti,” tegasnya.
Ia menegaskan agar Presiden Prabowo Subuanto tidak ragu untuk bertindak tegas dan keras karena sasarannya adalah penyakit dan sampah masyarakat seperti mafia dan koruptor.
“Seluruh rakyat pasti mendukung semua tindakan ekstra ordinary karena hukum sudah kusut dan tidak berfungsi,” ujarnya.
Namun Dewi mengingatkan agar tindaka ekstra ordinary tidak menyasar pada masyarakat, aktivis atau lawan politik.
“Karena masyarakat pasti mendukung. Kalau ada aktivis atau politisi yang tidak setuju mereka pasti kaki tangan mafia dan koruptor. Dibiarin aja, nanti mereka malu sendiri dihadapan publik,” ujarnya. (Web Warouw)