Jumat, 13 Desember 2024

KASBI Apresiasi Seruan RRT Menghentikan Kekerasan Pada Muslim Rohingya

JAKARTA- Baru saja, pemerintah Republik Rakyat Tingkok (RRT) serukan penghentian konflik dan pertikaian. Dan mengakhirinya dengan komunikasi dan saling menghargai dari kedua belah pihak. Jelas patut mendapat apresiasi.

“Semoga kekerasan minoritas dapat berakhir. Dan kekerasan berdarah dalam bentuapapun, jelas kita kecam sama-sama! Peran RRT perlu diikut negara-negara lain,” demikian Eka Pangulimara Hutajulu, Aktifis Konfederasi KASBI (Konggres Aliansi Serikat Buruh Indonesia) kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (25/11).

Menurutnya, lebih dari 3.000 orang pengungsi ditampung. Rumah Sakit provinsi Yunnan tangani korban luka dan sakit.  Langit Myanmar tak henti-henti hembuskan udara penuh kekerasan berdarah. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya keluarkan rilis 30.000 pengungsi Rohingya, akibat kekerasan Myanmar baru-baru ini.

“Lebih dari 70 orang tewas dan 400 orang ditahan dalam kekerasan militeristik di daerah pemukiman warga,” ujarnya. 

Ribu rumah warga hancur dalam kendali militer di sana. Di bulan November 2016. Kekerasan yang menyejarah seperti mesin pabrik yang terus menerus berputar. Berulang pada porosnya.

Penindasan kaum minoritas dalam berbagai skala korban di Myanmar merupakan pesan aktual, bahwa abad semodern ini, kendali operasi militeristik masih ada.

“Dekat di sebelah jendela rumah kita. Sebab Indonesia jelas negara tetangga di Asia Tenggara. Berbagai upaya pencegahan dan penyudahan atas sekian peristiwa kekerasan dan penindasan minoritas harus menjadi seruan internasional Indonesia. Siapapun pelaku dan korbannya!” katanya

Pencari suaka dan pelarian korban, menjadi utama. Selain Republik Rakyat Banghlades yang telah menampung korban dan pengungsi Rohingya, Republik Rakyat China (RRC) pun menjadi daerah sasaran pengungsi etnis minoritas Myanmar tersebut.

Eka menjelaskan, tokoh demokratik Myanmar saat ini sedang diuji. Aung San Suu Kyi pemimpin partai penguasa didera badai anti demokratisasi dan kebebasan atas tragedi kaum stateless yang tiada berujung. 

“Pemerintahan bangsa-bangsa di dunia harus memerhatikan satu dari banyak tragedi kekerasan. Militeristik. Perempuan, orang tua dan anak paling menderita atas kekacauan tersebut,” tegasnya. (Web Warouw) 

 

 

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru