JAKARTA- Gangguan serius terhadap tempat ibadah kelompok minoritas kembali terjadi. Gereja Katolik Stasi Santo Zakaria Rantau Alai-Paroki Ratu Rosario, Seberang Ulu, Palembang Timur menjadi korban perusakan dan pembakaran yang dilakukan oleh enam orang tak dikenal. Berdasarkan kronologi yang bersumber dari pihak gereja dan saksi-saksi, perusakan dilakukan dengan mula-mula merusak pintu dan memecahkan kaca. Kemudian para pelaku merusak kursi, mengacak-acak ruangan dalam gereja, dan membakar kursi-kursi yang sudah terlebih dahulu disusun oleh para pelaku. Demikian Hendardi, Ketua SETARA Institute kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (9/3).
Ia menjelaskan, Gereja Stasi tersebut baru empat hari sebelumnya diresmikan, yaitu pada 4 Maret 2018, setelah sebelumnya dilakukan proses renovasi.
“Hal itu menambah bobot kekerasan psikologis yang dialami oleh korban, di samping sekedar kerugian materiil,” katanya.
Hendardi mengingatkan, tindakan perusakan dan pembakaran di Gereja Katolik di Ogan Ilir Palembang Timur tersebut nyata-nyata merupakan teror bagi kebinekaan kita.
“Sudah seharusnya kita mengutuk tindakan keji yang mengusik kehidupan keagamaan tersebut. Pihak kepolisian tentu harus segera mengungkap kasus ini dan menangkap pelakunya. Kesigapan Polri dalam penegakan hukum kasus ini dituntut bukan hanya sebagai bentuk profesionalitas aparat kepolisian. Namun lebih dari itu, merupakan ekspresi kehandalan aparatur negara menjadi benteng bagi kebinekaan,” tegasnya.
Kasus yang terjadi di Ogan Ilir di sisi yang lain menurutnya adalah ujian bagi kelompok mayoritas agama dalam mewujudkan kehidupan yang toleran. Melihat data demografi agama terbaru, 99,6% penduduk Kabupaten Ogan Ilir beragama Islam.
“Artinya, kasus perusakan dan pembakaran tersebut merupakan test case bagi mayoritas dalam merespons setiap intoleransi, diskriminasi, persekusi dan tindak kekerasan yang menimpa kelompok minoritas,” ujarnya.
Dalam konteks itu, katanya, social healing pasca kasus di atas menjadi sangat urgen. Pengungkapan dan penuntasan kasus melalui akselerasi kerja-kerja polisional aparat negara tentu merupakan keharusan.
“Tapi hal itu tentu tidak cukup. Warga sekitar juga harus berperan dalam memberikan pemulihan sosial. Publik juga harus melakukan langkah-langkah yang memadai untuk membangun resilisiensi/ketahanan sosial, agar kebiadaban serupa yang mengoyak keberagaman kita tidak terulang lagi,” katanya.
Perusakan Dini Hari
Sebelumnya diberitakan, lagi-lagi rumah ibadah menjadi sasaran perusakan. Kali ini menyasar Gereja Katholik Stasi Santo Zakaria Rantau Alai Paroki Ratu Rosario Seberang Ulu Keuskupan Agung Palembang. Perusakan dilakukan Jumat (9/3) Pukul 00.30. Kejadian dilaporkan ke Polsek terdekat pukul 01.30 dan Polsek melaporkan ke Polres sekira pukul 05.40.
Pengrusakan dengan cara merusak pintu, memecahkan kaca, merusak kursi-kursi dan mengacak-acak ruangan dalam gereja kemudian mengumpulkan kursi ditumpuk di dalam ruangan gereja lalu dibakar, namun api belum sempat membesar sudah dapat padamkan oleh warga. Dari saksi diketahui pelaku terdiri dari 6 orang laki-laki dengan mengendarai 3 unit sepeda motor.
Gereja khatolik di Dusun 3, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rantau Alai, Kabupaten Ogan Ilir ini adalah gereja stasi dari Paroki Sberang Ulu yang pada hari Minggu 4 Maret lalu baru diresmikan oleh Bapak Uskup Palembang setelah renovasi.
“Kita satukan hati dalam doa untuk keteguhan iman umat dengan tetap menjaga kewaspadaan di daerahnya masing-masing, tetap tenang dan tidak terprovokasi,” demikian pesan yang diterima Bergelora.com di Jakarta, Jumat (9/3) lewat pesan dari Facebook, Romo Riyan Scj.
Kronologi
Kepada Bergelora.com dilaporkan, pelaku masuk ke gereja dengan cara memecahkan dinding pintu depan dengan palu dan melepaskan daun jendela, memecahkan kaca dengan melempar batu kali, kemudian ditumpukkan di tengah gereja dan kursi plastik juga patung bunda Maria lalu dibakar dalam ruangan gereja tersebut.
Lalu pelaku langsung melarikan diri dan masyarakat sekitar langsung menyiram api dengan menggunakan air dan api dapat segera dipadamkan sebelum membesar.
Pihak Polsek R. Alai tiba di tempat kejadian dipimpin Kepala SPK Aiptu Sahil Arsyad dan saat ini saksi masih dimintai keterangan di Polsek Rantai Alai.
Saksi Saksi terdiri dari Yohanes Setia Wahyudi bin Marzukon (40 tahun), buruh, dusun 2 desa Mekarsari; Petrus Wandi bin Mat Ngawi (32), buruh, Dusun 2, Desa Mekarsari; Fransiska Lino Eliya Binti Sulaiman (35), ibu rumah tanggaRT dari Dusun 2 Desa Mekarsari.
Barang bukti yang diamanakan berupa, palu besar satu buah, batu kali dua buah, daun jendela satu buah dan kursi rusak 1 unit.
“Tetap tenang dan tidak terprovokasi. Semoga pemerintah dan pihak nerwajib segera menanganinya dan hal serupa tidak terjadi di tempat lain,” demikian pesan yang diterima lewat Facebook, Romo Riyan Scj. (Web Warouw/Yoss Suprapto)