Senin, 20 Oktober 2025

Kekinian Tidak Baik-Baik Saja, Tembuslah Batas

Oleh: Toga Tambunan

AKHIR TAHUN 2022 segra berlalu, tahun 2023 dijelang.

Ketika masih kecil, saat bangun pagi pada satu Januari, kita duga ada sesuatu mengesankan. Ternyata tidak terjadi. Lho kok mama dan kakak repot amat sibuk istimemewa merapikan rumah seminggu terakhir setelah natal?

Setelah dewasa baru kutahu, saat akhir tahun itu, manusia menakar pencapaian hidup yang dilewati setahun, selayak mengukur tinggi dan berat badan. Kaleideskop. Media massa menyebarkan aneka ragam turbelensi atas hidup manusia yang sudah berlangsung. Informasi itu dapat membandingkan pencapaian mengatasi malapetaka terhadap tahun sebelumnya. Juga jadi tolak ukur untuk meraih kemajuan setidaknya ketahanan prestasi pada tahun di depan.

Kaleidoskop membeberkan turbelensi politik dan usaha pemerintah melayani masyarakat, infra struktur yang sudah selesai dan sedang dibangun, perkara kesehatan, masalah pangan, peningkatan kualitas warga, ott koruptor, membasmi terroris, memberantas mafia narkoba, menyikat kelompok pengacau bersenjata, geo politik, perdagangan antar negara, peperangan diberbagai tempat, eksplorasi bumi, penjelajahan ruang angkasa, urusan wisata, problem pemberdayaan perempuan, membereskan stunting, kemajuan UMKM, dsb dsb. Sungguh beraneka ragam.

Sebagai refleksi tahun 2022, mengenal muatan terpokok kaleidoskop itu, kita comot saja malapetaka perang di Ukraina sebagai reprensentasi segala peristiwa yang terjadi di tahun 2022,

Perang dingin berakhir, Uni Sovyet rontok. Rentetan historis berikutnya, bagi pihak pemenang yakni AS dan sekutunya Uni Eropah serta negara pengikutnya yang merupakan kartel imperialisme global, menginginkan pencapaian lebih jauh.

Sementara pihak yang kalah segra secara tegar merajut pelindung diri, berlandasan formal ketetapan dan kepatutan internasional. Rusia sadar bukan lagi salah satu sovyet dari Uni Sovyet yang besar, secepatnya proteksi integritas keutuhan nasionalnya menjadi utusan nomor satu terpokok. Rusia berhasil ikat kata sepakat masuk akal dengan pihak imperialisme AS perihal bekas sovyet lainnya antara lain negara Ukraina akan bebas berkembang dan tidak akan dicengkraman masuk blok yang memusuhi Rusia, seperti NATO.

Bagi AS bersama mitranya Uni Eropah selaku pemenang perang dingin, tidak butuh patuh kesepakatan yang disetujui. Mindset nazi Hitler yang dulu dikalahkan Uni Sovyet dan juga AS dan semua negara Eropa Barat, justru disponsori dibangkit kembali sebagai neo-naziisme di Ukraina, oleh AS dan mitranya Uni Eropah, menobatkan Volodimyr Zelensky pendiri batalion Azov jadi presiden Ukraina setelah merekayasa boikot presiden sebelumnya. Batalion Azov itu anti ras Rusia. Tindakan holocaust nazi Hitler terhadap ras Jahudi selama PD II oleh Joseph Goebbels cs, diulangi pasukan Azov di Ukraina terhadap warga Ukraina ras Rusia, didukung AS dan Uni Eropah meracik disintegrasi warga Ukraina yang tujuan strategisnya mengalahkan Rusia.

Bahkan AS sewenang-wenang mengingkari konvensi PBB tentang larangan senjata biologis. Wakil Menlu AS Victoria Nuland mengakui membangun laboratorium biologis di Ukrania. Terungkap di laboratorium AS di Ukrania, merekayasa Corona Virus Disease-19 (Covid-19), Tuberculosis (TBC), Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan African Swine Fever Virus (ASFV).

AS dan sekutunya menetapkan sanksi export ke Rusia dan juga import energie dari Rusia. Selain itu memblok keuangan Rusia di bank AS dan mitranya, selain itu memblokir uang rubbel melalui mekanisme SWIFT.

Sesuai sanksi tidak import energi Rusia, maka Rusia menyetop salurkan gas ke Eropah,
justru Eropah klenger. Apalagi musim dingin teramat dingin masa ini.

Rusia mengalihkan jual minyak ke negara lain. Menurut Menparekraf Sandiago Uno, dari pengalihan penjualan bensin, Rusia mendapat US $ 6 m/hari, sedang ongkos perang di Ukraina US $ 1 m/hari. Artinya masih saldo positif US $ 5 m/hari.

Tatkala perintahkan menggempur situs batalion Azov dan alutsista militer Ukraina, secara perang terbatas, Vladimir Putin mengatakan masih ingat sebangsa dengan Ukraina, dan terjadinya tragedi kemanusiaan ini, dialami bersama yang dilakukan pihak ketiga.

Untuk menyokong V. Zelensky terus berperang, AS telah menyalurkan uang sampai September 2022 sebesar US $ 10,6 m, dan pada Desember 2022, ketika V. Zelensky di AS, DPR AS menyetujui lagi bantuan perang untuk Ukraina sebesar US $ 45 m. Jumlah total US $ 55,6 m (Rp 806,2 T untuk kurs 14.500). Itulah perhitungan yang terbuka. Uang sebanyak itu dapat membeli pangan untuk lebih 1,85 milyar orang miskin berpenghasilan US $ 1/hari selama sebulan.

Belum lagi bantuan dari Uni Eropah dan negara lainnya sekutu AS.

Rusia menggelontorkan US $1 m/hari untuk perang di Ukraina. Sampai 32.12.2022, perang 310 hari, berarti menghabiskan US $ 310 m. (Rp. 4.495 T, untuk kurs 14.500). Yang dapat membeli pangan untuk lebih 10,8 milyar orang berpenghasilan US $ 1/hari.

Menyimak proses perang di Ukraina itu, bukankah sumbernya kesombongan para pihak?

Pihak menang perang dingin, AS & konconya sombong dengan kelicikannya mensponsori neo-naziisme.

Pihak kalah perang dingin dengan sombong termotivasi bangkit melawan rivalnya beralasan keutuhan nasional kebangsaan Rusia.

Pilihan politik sombong itu semuanya demi memuaskan dahaga
nafsu jasmani yang tak berujung : materialis Tehnologi demi tehnologi mengeksplorasi serakah bumi, hingga eksplorasi ruang angkasa. Satelit mengorbit dekat mata hari. Bahkan Tiongkok telah mengkreasi duplikat matahari.

Konon sejak zaman purba, pandangan hidup memuaskan nafsu tubuh itu, berakar kuat dalam hidup manusia, terutama pada diri aktor utama di himpunannya.

Siapa pun pemenang perang di Ukraina, dia tak beranjak politik kepentingan memuaskan nafsu tubuh tak berujung itu.

Kesombongan itu pertama kali dimunculkan iblis yang disebut Lucifer. Mahluk inilah sumber malapetaka manusia. Iblis menginjeksi racunnya ke akalbudi tiap orang.

Keracunan sombong iblis memparkir manusia dengan konsep memuaskan nafsu tubuh adalah program utama sebagai tujuan hidup, mengakibatkan turbelensi hidup saling konflik terus menerus. Kondisi hidup manusia sungguh tidak baik-baik saja.

Manusia malas berpikir kebaikan kemurahanNya Sang Pencipta, yang selalu baru tiap hari bagi manusia. Seraya Yang Maha Kuasa itu terus ber karya membinasakan Iblis.

Manusia disorientasi kesadaran terhadap fakta mekanisme organ tubuhnya berfungsi bukan dikendalikan diri bersangkutan. Siapa mengendalikannya jika bukan Pencipta Yang Maha Kuasa, sang Pencipta.

Sang Pencipta manusia itu menghendaki, ciptaanNya menemukan kodratnya, yakni Diri Sang Pencipta yang telah memberitahu keberadaannya di Surga dan sedang berkarya membinasakan Lucifer dan geng.

Semua agama, entah aliran apapun, semua keyakinan mengakui Yang Maha Kuasa, sang Pencipta. Juga serentak memusuhi iblis.

Untuk memastikan kondisi tidak baik-baik saja atau turbelensi atas hidup manusia, bukankah solusinya tiap manusia yang sejatinya melawan iblis itu, menanggalkan kesombongan yang dilekatkan iblis dalam diri bersangkutan?

Menanggalkan kesombongan yang dilekatkan iblis dalam tubuh bersangkutan hanya berhasil dengan usaha kerja berjuang keras. Perlu membangun energie super tinggi dalam jiwa agar bisa melepas gravitasi nafsu dahaga bumi tubuh sendiri.

Hanya roket pengandung energie super tinggi saja sanggup menembus gravitasi bumi, mengusung satelit yang akan mengorbit di angkasa luar.

Analog itulah manusia selayaknya berjuang membangun energie super tinggi dalam jiwa bersangkutan, baru akan dapat lepaskan gravitasi nafsu dahaga bumi tubuh yang dilekat-parkirkan iblis.

Camkanlah, kita bersama beragama hanya dapat hidup tanpa turbulensi kondisi tidak baik-baik saja apabila sukses merakit energi menembus batas penanggalkan kesombongan itu.

Bekasi, 29 Desember 2022

Penulis Toga Tambunan, pengamat sosial politik.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru