Senin, 3 November 2025

Kepemimpinan Perempuan dan Pidato Megawati di 50 Tahun PDIP

Oleh: Maria Pakpahan *

PIDATO Megawati ketua umum PDIP dalam perayaan 50 tahun partai yang lahir lewat perjalanan panjang dan searas dengan sejarah bangsa Indonesia mulai dari jaman PNI dan berfusi dengan partai-partai lain seperti Partai Katolik, Murba, Parkindo dan IPKI hingga menjadi PDI dan diujung jaman Orde Baru menjadi PDIP memang penjalanan yang tidak mudah, spektakuler karena kini mencapai usia emas dan pemimpin umumnya terus mempromosikan, menggugah memori kolektif tentang kepemimpinan perempuan dalam sejarah Nusantara.

Banyak isu terlontar dalam pidato Megawati tanggal 10 January 2023 mulai dengan suasana humoris hingga ketegasan dan nada tinggi soal pentingnya kader partai turun ke bawah, bersama rakyat dan tidak mencari kekayaan hingga menempatkan peran PDIP dalam membawa sosok Jokowi seorang laki-laki menjadi Presiden RI dan ini tidak lepas dari keputusan Megawati dalam mendukung pencalonannya dalam kompetisi Pemilihan Presiden 2014 dan 2019 lalu. Megawati lewat pidatonya menggaris bawahi orientasi partai dan jujur berkata. Begitu banyak bahasan soal bagaimana Megawati dalam pidatonya berperan sebagai ibu terhadap anak-anak ideologisnya yakni kader-kader partai.

Ibu salah satu peran perempuan yang historis dan secara pskologis sangat penting dalam pembentukan seorang anak karena umumnya seorang ibu menjadi primary care giver saat usia bayi dan dalam golden years pembentukan seorang anak. Dalam dunia politik dimana di pairtai politik, ketua umum yang berakar bagai sosok seorang ibu dimana ibu dengan percaya diri bisa memuji atau menghardik anak-anaknya.

Terus terang tulisan ini lebih fokus kepada kepemimpinan perempuan di arena politik dalam sosok Megawati dan PDIP yang dipimpinnya serta catatan yang perlu ditilik dengan serius agar konsistensi antara pikiran dan aksi sejalan dan terjaga.

Banyak hiruk pikuk menjelang Pemilu 2024 mulai dari siapa calon presiden yang akan disokong hingga berbagai manuver ketua umum partai lain yang mencoba bertemu Megawati minggu-minggu ini. Megawati bukan sekedar ketua umum partai melainkan titik tumpu untuk 5 tahun ke depan dalam jagad politik Indonesia.

Pertama, peran penting ini hendaknya dikapitalisasi bukan saja dalam bentuk dominasi di parlemen dan eksekutif tetapi perlu jernih melihat yakni pada output kebijakan yang dilakukan pemerintah dan juga prioritas produk legislasi –Undang Undang yang dilahirkn oleh parlemen. Undang-Undang yang dilahirkan parlemen menjadi pegangan hukum warga negara Indonesia. Kedua hal ini bisa diukur dan melompati sosok personal.

Paradoks Kepemimpinan Perempuan di Politik Dalam Bentuk Hukum

Saat Megawati menyebut berbagai nama pemimpin yang juga perempuan kondang dalam sejarah Nusantara seperti Laksmana Malahayati, Ratu Shima, Tribuana Tungga Dewi dan lainnya dalam pidatonya, hal ini seperti ajakan untuk melihat memori kolektif sebagai komunitas besar bahwa perempuan Nusantara dan yang kemudian menjadi Indonesia tidak seharusnya, sepatutmya tidak bersikap diskriminatif dan seksis atau ragu-ragu bahkan menolak kepemimpinan perempuan, hal pahit pernah dialamai Megawati dalam karir perjalanan politknya dalam Pemilu 1999 dimana PDIP menang menjadi partai terbesar dan Megawati sebagai ketua umum dalam logika politik sepatutnya menjadi Presiden namun kemudian karena Megawati seorang perempuan, identitas ini ditolak sebagai pemimpin dan dijegal lewat terbentuknya poros tengah yang dimakelari Amien Rais yang kemudian proses ini mengantarkan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai pemenang dalam voting di MPR dan menjadi Presiden RI ke 4.

Banyak literatur mengenai kepemimpinan perempuan dan bagaimana standard ganda diberlakukan terhadap perempuan, ekspektasi yang menuntut lebih pada perempuan sebagai pemimpin baik di dunia politik (47% perempuan dan 28% laki-laki) maupun bisnis (perempuan 52% dan laki-laki 33% menurut PEW Research tahun 2014).

Hal menarik lainnya adalah bagaimana perempuan lebih melihat diskriminasi berbasis gender, lebih peka 65% dibandingkan dengan laki-laki (48%) yang mempercayai perempuan mengalami diskriminasi berbasis gender. Memang laporan ini soal wajah Amerika namun bisa menjadi semacam kaca bagaimana negara maju yang sudah 200 tahun saja masih bersikap diskriminatif terhadap perempuan dan Indonesia tidak perlu mengingkari bahwa diskriminasi gender dalam kepemimpinan ada dan perlu dibongkar sesuai amanat konstitusi yang menjadi perlakuan sama terhadap warga negara.

Alasan misalnya masyarakat tidak siap menerima kepemimpinan perempuan di tingkat eksekutif tertinggi seperti Pemilu 1999 bagian dari catatan diskriminasi gender di Indonesia. Lebih jauh lagi, perlu dipahami bahwa ini bukan juga berarti jika ada pemimpin eksekutif tertinggi terpilih perempuan sebagai koreksi terhadap Pemilu 1999 yang kental diskriminasi berbasis gender di sidang MPR saat itu, bukan berarti urusan diskriminasi gender dalam kepemimpinan akan kemudian serta merta selesai,– janganlah melihat pada sosok atau satu orang semata,– melainkan pada perempuan sebagai agency.

Contohnya fakta perempuan yakni Puan Maharani terpilih sebagai ketua DPR bukan berarti peran serta perempuan di tingkat legislator sudah sangat baik. Fakta bahwa saat ini ada 20,8% atau 120 anggota DPR RI perempuan dari 575 hasil Pemilu 2019 belum memenuhi penuh quota 30% yang mana sudah ditetapkan oleh Kemenhunkam pada partai politik peserta pemilu harus ada minimal 30% perempuan dalam Dewan Pimpinan Pusat partai politik peserta Pemilu dan juga peraturan yang dibuat oleh KPU bahwa partai wajib menetapkan minimal 30% perempuan dalam Daftar Calon Tetap dalam pemilihan.

Namun tidak bisa dilupakan bagaimana di tingkat DPD RI mencapai 30,8%3. Ini juga sebagai contoh bahwa hal ini bisa dicapai.

Capaian ini perlu menjadi pemicu bahwa di DPR RI hal quota 30 % bukanlah sekedar mimpi.

Perlu dicatat, memang jika melihat capaian Pemilu 2014-2019 yang hanya menghasilkan 97 perempuan dalam Parlemen yakni 17,3% saja, tentu hasil Pemilu 2019 sebuah capaian bermakna, bahkan sepanjang sejarah Pemilu di Indonesia sejak Pemilu 1955, hasil Pemilu 2019 merupakan hasil tertinggi representasi perempuan dalam Parlemen Indonesia.

Ini capaian yang membawakan harapan ke depan dalam mencapai quota minimal 30% karena banyaknya perempuan belum tentu selalu mengasung, membela kepentingan perempuan. Perempuan yang mana, perempuan bukan hal yang monolitik, karena sangatlah beragam.

Lebih jauh lagi walaupun secara institusi sudah dibuat berbagai aturan yang mendukung partisipasi perempuan dalam memenuhi kesetaraan gender tetapi tetap saja target minimal 30% dalam DPR RI yang salah satu tugasnya membuat berbagai UU dimana banyak bersentuhan dengan kepentingan perempuan, seperti RUU pelindungan PRT (Pekerja Rumah Tangga) yang sudah berjuang 19 tahun untuk adanya UU perlindungan PRT ini namun tidak juga menjadi Prioritas Legislasi Nasional.

Realitas politik yang pahit ini menunjukkan bagaimana factor kepentingan kelas dan gender bisa bertubrukan dan bias saling menunda satu sama lain.

Serta dan tidak semua perempuan memang otomatis punya solidaritas terhadap perempuan dari kelas yang berbeda. Memang karena perempuan bukan kelompok yang bias dilihat sebagai homogen. Ada banyak ragam perempuan yang terbentuk dengan sejarah dan latar belakang yang berbeda. Tuntutan perempuan sebagai pemimpin politik dan komunitas tidak selalu searas, kongkruen. Ada disonansi yang perlu dikeritisi dan dibenahi.

Komunitas dan Masyarakatnya perlu dikaji dan misalnya kebanyakan masyarakat Indonesia yang masih feudal dan hidup dalam alam patriarki bisa menjadi jawaban bagaimana RUU Perlindungan PRT menjadi prima facie kasus diskriminasi gender dan kelas yang saling tali temali dan tidak berpihak pada kaum perempuan pencari kerja yang bukan dari golongan kelas berpunya. Kelas dan gender reinforcing satu sama lain, mendukung kepentingan kelas dan patriarcy, membentuk unholly coalition, join forces melawan semangatjaman.

Ini menjadi semacam paradox karena solidaritas antara perempuan dalam Parlemen Indonesia dan solidaritas dari pimpinan partai politik terhadap para pekerja rumah tangga menjadi patut dipertanyakan.

Pada konteks Megawati Soekarnoputri, perlukah diingatkan bukan saja para pahlawan dan ratu di jaman dahulu saat Nusantara yang patut dicatat dan dijadikan referensi dalam pidatonya yang menurut saya lugas, direct dan momentual itu, namun akan lebih apik dan pro kaum miskin lagi jika juga mengingat sosok seperti Sarinah.

Bagaimana sosok Sarinah ya sosok si Mbok, seorang PRT (Pekerja Rumah Tangga) yang mengasuh Soekarno dan kemudian dicatat namanya dalam gedung Sarinah yang baru direnovasi tahun lalu 2022 dan bertempat dalam jalan utama di ibukota Jakarta sebagai symbol penghargaan terhadap peran Sarinah yang juga diakui oleh bapak bangsa sendiri memang baik adanya.

Dari Mbok Sarinah, saya mendapat pelajaran mencintai orang kecil. Dia orang kecil, tetapi jiwanya selalu besar. Sarinah adalah satu nama biasa. Dia orang yang paling besar pengaruhnya dalam hidupku,” 

Lebih jauh Bung Karno berpendapat soal perempuan itu perlu segera dijelaskan di populerkan, sebab,– “kita tidak dapat menyusun negara dan tidak dapat menyusun masyarakat, jika …kita mengerti soal perempuan”.

Bung Karno sudah melihat jelas peran perempuan dalam menyusun negara dan menyusun masyarakat. Artinya hal ini bukan sekedar catatan sejarah ada sosok Sarinah dalampembentukan seorang Soekarno, Sarinah seorang care giver.

Tantangannya bagaimana juga lebih baik mengapresiasi sosok Sarinah yang hingga kini masih banyak, jutaan jumlahnya, paling tidak sekitar 5 juta PRT di Indonesia hidup dalam waktu saat ini, being present dan Sarinah tidak sekedar menjadi symbol atau buku refleksi penting tentang situasi perempuan di jaman Hindia Belanda yang ditulis Bung Karno.

Belum lagi para Sarinah yang menjadi buruh mingran dan kebanyakan bekerja sebagai PRT di manca negara dan penyumbang devisa ke dua terbesar untuk Republik Indonesia benar-benar dihargai, dilindungi.

Jalan satu-satunya para anggota parlemen dan terutama para perempuan yang duduk di kursi DPR RI, kader partai manapun jika mengakui kontribusi Soekarno sebagai pelopor berdirinya Indonesia, sebagai bapak bangsa maka perlu mendukung perlindungan PRT karena PRTlah sosok Sarinah yang hidup ditengah-tengah kita.

Dukugan yang aktual, hidup dan bukan puja puji tentang masa lalu. Mendukung perlindungan pekerja rumah tangga, sosok Sarinah masa kini yang saat ini membutuhkan perlindungan hukum negara, merupakan bentuk sintesa bagaimana kepentingan perempuan miskin, pencari kerja yakni para PRT menjadi hidup, hadir dan keterpihakan ini menjawab tuntutan jaman.

Ini upaya dimana para pemimpin perempuan bersolidaritas dengan perempuan lainnyayang berbeda kelas dan latar belakang sosial ekonomi. Juga jika mengakui kontribusi PRT yang bekerja di dalam rumah para anggota dewan, yang mengasuh anak-anak mereka, yang membersihkan, memasak dan segudang kerja lainnya agar anggota dewan yang terhormat bisa aktif bersidang di gedung parlement. Para PRT yang mengurusi rumah mereka. Sepatutnyalah para anggota DPR RI wajib mendukung para PRT mendapat jaminan perlindungan hukum lewat UU.

Paradox getir bahwa 19 tahun draft RUU Perlindungan PRT yang mangkrak di DPR RI wajib diakhiri. Janganlah menjadi ironi dan skandal bukti ketidak berpihakan wakil rakyat pada majoritas kaum perempuan miskin yang bekerja sebagai PRT. Bayangkan Sarinah dan Soekarno akan menangis bercampur geram. Penting disadari RUU perlindungan PRT bukanlah tindakan karitas, bukan bentuk kebaikan, semacam belas asih. UU ini berupakan manifestasi hak-hak PRT. Lebih jauh lagi ini sebenarnya bentuk gotong royong antar partai-partai politik membentuk kebijakan nasional, dalam pranata hukum.

Semoga hal ini segera terjadi sehingga pidato ketua umum partai terbesar di Republik Indonesia ini di ulang tahun emas partai tersebut juga bisa langsung dirasakan kaum Sarinah

* Penulis Maria Pakpahan, Feminist dan penulis yang mengadvokasi hak-hak dan perlindungan Pekerja Rumah Tangga sejak 1989 lewat FDPY (Forum Diskusi Perempuan Yogyakarta) kemudian Yayasan Tjoet Njak Dien Yogyakarta dan JALA PRT.

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru