MAGELANG- Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan tanggapan soal ajakan nonton bareng (nobar) pemutaran film Gerakan 30 September oleh Partai Komunis Indonesia (G30/S/PKI) yang dilakukan oleh berbagai kalangan di masyarakat. Presiden menekankan, bahwa nonton film apalagi mengenai sejarah itu penting.
Tapi untuk anak-anak milenial yang sekarang, menurut Presiden, tentu saja mestinya dibuatkan lagi film yang memang bisa masuk ke mereka, biar mengerti mereka bahaya komunisme, biar mereka tahu juga mengenai PKI.
“Akan lebih baik kalau ada versi yang paling baru, agar lebih kekinian, bisa masuk ke generasi-generasi milenial,” kata Presiden Jokowi usai meresmikan Jembatan Gantung Mangunsuko, di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (18/9) siang.
Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi juga mengomentari kerusuhan yang terjadi di depan gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Jakarta, terkait dengan kecurigaan massa mengenai adanya diskusi tentang PKI di gedung tersebut, Minggu (17/9) malam. Presiden meminta agar hal-hal seperti itu serahkan ke aparat.
“Masyarakat jangan bertindak main hakim sendiri, serahkan ke aparat. Sampaikan saja ke aparat nanti yang menyelesaikan aparat. Kita ini negara hukum,” tegas Presiden Jokowi.
TAP MPRS
Kepada Bergelora.com dilaporkan, Presiden Jokowi menampik tudingan dirinya tidak melihat ada bahaya PKI. Menurut Presiden, kita harus mengingatkan kepada seluruh masyarakat. “Kalau dipandang masih ada ruang untuk berkembangnya komunisme ya memang harus diingatkan terus masyarakat,” tegasnya.
Yang paling penting, lanjut Presiden Jokowi, sudah ada TAP MPRS mengenai larangan untuk PKI, untuk komunis. “Jelas sekali. Jadi kalau ada ya tunjukkan di mana, hukum,” pungkas Presiden.
Film Murahan
Rencana TNI Angkatan Darat untuk memobilisasi masyarakat menonton kembali film Pengkhianatan G 30S mendapatkan kritik dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ketua Bidang Kebudayaan dan Hubungan antar-Umat Beragama PBNU Imam Aziz mengatakan film tersebut tak cocok diputar di era terbuka seperti saat ini.
“Itu film propaganda yang dipaksakan untuk membenarkan versi tentara tentang peristiwa 1965,” kata Imam kepada pers.
Menurut dia, film tersebut bisa jadi itu efektif pada zaman Orde Baru yang serba tertutup. “Tapi kalau diputar sekarang, mungkin banyak yang akan tertawa terbahak-bahak,” kata Imam.
Imam menyebut film yang dibuat oleh sutradara Arifin C.Noer pada 1984 itu sebagai film horor murahan. Sebab, kata dia, semua sudah terbuka siapa dalang gerakan yang menyebabkan terbunuhnya tujuh jenderal TNI AD tersebut. Begitu juga dengan peristiwa lanjutannya di mana ratusan ribu bahkan jutaan orang yang dianggap anggota dan simpatisan PKI menjadi korban. “Semua sudah enggak rahasia lagi,” kata dia.
Karena itu, jika pemerintah tidak mau mengakui fakta-fakta tersebut, hal itu menjadi urusan pemerintah. “Tapi rakyat sudah tidak percaya kebohongan yang dibuat rezim Orde Baru,” kata Imam.
TNI AD menginstruksikan seluruh prajuritnya untuk menggelar nonton bareng film Pengkhianatan G 30S. Instruksi yang ditujukan untuk seluruh jajaran TNI AD di daerah ini menyebar lewat pesan pendek.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Wuryanto mengatakan pemutaran film G 30S ini penting untuk mengajak generasi muda membaca sejarah. Ia menilai, sejak era reformasi sejarah, Pancasila, dan budi pekerti kurang diajarkan di bangku sekolah. Dia juga menyebutkan sejumlah alasan lain yang mendasari lembaganya perlu mengajak masyarakat menonton film tersebut. (Nurhadi/Web Warouw)