JAKARTA– Dalam konteks kekinian, perempuan yang merias wajah (make up) masih sering diberi stigma negatif, bahwa bukan perempuan yang baik-baik, penggoda, norak, dan sebagainya. Padahal, selain untuk menambah kepercayaan diri, make-up juga terkait dengan kesehatan kulit dan badan. Demikian Ketua Umum API Kartini, Diena Mondong kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (24/8).
“Rias wajah juga adalah bagian dari kekayaan budaya nasional. Sebagai bentuk konkrit dari Bhinneka Tunggal Ika. Perempuan Indonesia perlu mempertahankan bahkan mengembangkan rias wajah sebagai warisan kekayaan semua suku-suku nusantara,” kata Diena.
Diena Mondong mengungkapkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman suku, agama, dan tradisi terbesar di dunia. Hal tersebut berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, ada 1.331 kelompok suku di Indonesia, sedangkan bahasanya berjumlah 652 bahasa daerah. Jumlah tersebut belum termasuk dialek dan sub-dialek.

“Bapak-ibu pendiri bangsa kita, tahu betul keragaman dan kemajemukan itu. Karena itu, kebangsaan Indonesia tidak dibangun pada satu kelompok mayoritas, melainkan penerimaan dan penghormatan atas keragaman yaitu Bhinneka Tunggal Ika,” jelasnya.
Selain itu menurutnya, Indonesia memiliki banyak anugerah dari keragaman, mulai dari pakaian, musik, tarian, kuliner, hingga cara merias diri. Bayangkan, dengan jumlah suku yang mencapai ribuan, berarti di Indonesia ada ribuan pakaian adat, seni musik, hingga seni tata-rias wajah.
Hanya saja, menurutnya, seiring dengan bangkitnya konservatisme, terutama dalam interpretasi keagamaan yang sempit, ada ancaman terhadap keragaman budaya nusantara itu. Mulai ada yang mempersoalkan pakaian asli Nusantara yang dianggap “terbuka”.
“Di mata kaum konservatif ini, pakaian terbuka selain dianggap tidak sopan, juga menjadi penyebab pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan,” kata Diena.
Padahal menurutnya, sebagian besar kasus kekerasan seksual tidak ada kaitannya dengan cara berpakaian. Buktinya, perempuan yang korban kekerasan seksual adalah memakai celana atau rok panjang (18 persen), hijab (17 persen) dan baju lengan panjang (16 persen), jelasnya.
Hal yang sama juga dengan seni merias wajah. Jauh sebelum peradaban modern, menurutnya, kosmetik tak sekadar berfungsi untuk melengkapi kecantikan. Berabad-abad silam, kosmetik banyak dipakai sebagai bagian dari ritual keagamaan sekaligus menunjukkan kondisi kesehatan yang baik. Apalagi, Nusantara kaya dengan tanaman atau tumbuhan yang bisa diubah menjadi produk kosmetik.
Dalam rangka memperingati hari ulang tahun (HUT) kemerdekaan ke-74 Republik Indonesia, Aksi Perempuan Indonesia Kartini (API Kartini) dan Forum Nasional Perempuan Bhineka Tunggal Ika akan melaksanakan kegiatan dalam bentuk talk show, fashion show dan beauty class. Acara akan digelar pada hari Minggu (25/8) di Aula Sasono Wiwoho, kediaman BRA Mooryati Soedibyo, di Jalan Mangunsarkoro nomor 67-69, Menteng, Jakarta Pusat.
“Kami berharap melalui kegiatan ini dapat berkontribusi untuk merawat dan memajukan berbagai kekayaan budaya nusantara, terutama pakaian dan seni tata-rias,” harap Diena.
Jika ingin berpartisipasi dalam kegiatan ini, dapat menghubungi panitia penyelenggara. Untuk daftar kontak yang bisa di Hubungi yakni 0853-40075912 (Fen), 0856-93602828 (Intan). (Siti Rubaidah)