JAKARTA – Survei Litbang Kompas menunjukkan, sebanyak 60,7 persen responden menyebut majunya Wali Kota Solo yang merupakan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, ke Pilpres tahun 2024 merupakan bentuk politik dinasti.
Dikutip dari survei tersebut, Senin (23/10/2023), sebanyak 60,7 persen menyatakan “ya” ketika ditanya terpilihnya Gibran untuk melaju ke Pilpres sebagai bentuk politik dinasti. Sementara itu, 24,7 persen lainnya menyatakan bukan bentuk politik dinasti dan 14,6 persen responden menyatakan tidak tahu.
“Bagaimanapun, wacana soal politik dinasti masih dipandang negatif oleh publik. Sebagian besar responden memandang politik dinasti ini cenderung lebih mengedepankan kepentingan (politik) keluarga dibandingkan kepentingan masyarakat,” kata peniliti Litbang Kompas Yohan Wahyu, Senin.
Kendati begitu, sebagian besar responden juga menilai larangan terkait politik dinasti sebagai bentuk membatasi hak politik orang lain. Sebanyak 47,2 persen menyatakan demikian, sedangkan 41,9 persen menyatakan sebaliknya. Sementara 10,9 persen lainnya menyatakan tidak tahu.
Menurut Yohan, praktik politik dinasti sudah terlihat ketika Gibran dan menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution berlaga di pemilihan kepala daerah Kota Solo dan Kota Medan pada tahun 2020.
Namun, isu itu belum begitu muncul karena keduanya dipilih melalui kompetisi langsung.
Meski, pesaing Gibran kala itu berasal dari calon perseorangan yang disebut-sebut sebagai pasangan calon “boneka”, disiapkan khusus melawan Gibran.
Fenomena politik dinasti cenderung menguat usai keputusan Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pada Senin (16/10/2023).
Dengan begitu, Mahkamah membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.
“Hal ini juga diperkuat dengan reaksi negatif dari sejumlah kalangan, termasuk dari mereka yang sebelumnya menjadi pendukung Jokowi,” jelas Yohan.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sebagai informasi, survei ini dilakukan dengan pengumpulan pendapat melalui telepon ada 16-18 Oktober 2023. Sebanyak 512 responden dari 34 provinsi berhasil diwawancara.
Sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi.
Menggunakan metode ini, pada tingkat kepercayaan 95 persen, margin of error penelitian lebih kurang 4,35 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.
Meskipun demikian, kesalahan di luar pengambilan sampel dimungkinkan terjadi. Pengumpulan pendapat sepenuhnya dibiayai oleh Harian Kompas (PT Kompas Media Nusantara). (Web Warouw)