Sabtu, 12 Juli 2025

Ketika KPK Dipimpin Irjen Polisi Aktif

Irjen (Pol) Firli Bahuri. (Ist)

Irjen Firli Bahuri telah dipilih Komisi III DPR RI menjadi pimpinan KPK. Pro Kontra semakin menggelora. Dibawah ini tulisan Himawan Sutanto, Aktivis 1980-an kepada pembaca Bergelora.com (Redaksi)

Oleh: Himawan Sutanto

Akhirnya Komisi III DPR RI telah memilih lima nama Pimpinan KPK baru untuk periode 2019-2023. Salah satu nama yang terpilih adalah Irjen Firli Bahuri yang dipilih secara aklamasi jadi Ketua KPK.

Pemilihan ketua KPK itu terjadi saat sorotan tajam terhadap rencana revisi UU KPK yang ditentang oleh banyak kalangan penggiat anti korupsi. Bahkan ditenggarai para aktivis anti korupsi yang didalam istana tidak bisa berbuat apa-apa ketika Presiden menandatangani usulan revisi UU KPK. Padahal sejak jaman SBY rencana revisi UU KPK selalu kandas.

Bahkan sejumlah akedemisi UII ditenggarai akan sampai melakukan mosi tidap percaya kepada Presiden Jokowi jika revisi UU KPK disetui. Sebab selama ini revisi UU KPK dianggap telah menjadi incaran para anggota DPR yang dengan UU KPK menjerat banyak anggota DPR yang tertangkap karena OTT.

Sepertinya revisi UU KPK ini adalah salah satu rencana lama di legislatif. Padahal sudah kita pahami bahwa keberadaan KPK itu adalah salah satu instasi yang dipercaya oleh masyarakat sebagai lembaga yang mampu memberantas korupsi. Hal inilah yang menjadi lembaga keadilan menjadi “resah” karena mengalami delegitimasi secara signifikan. Bahkan mereka berlomba-lomba untuk menjadi komisioner KPK.

Tokoh Kontroversial

Kehadiran Itjen Firli Bahuri yang terpilih sebagai ketua KPK akan diuji kiprahnya. Sebab sebelumnya Fitli juga pernah menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK. Dimana Firli ditenggarai telah melanggar kode etik dengan bertemu dengan TGB, dimana kasus itu sedang ditangani.

Terpilihnya Firli bukan berarti selesai kasusnya, bahkan setelah terpilih 5 anggota KPK salah satu wakil ketua KPK Saut Situmorang mengundurkan diri dengan salah satu alasannya adalah minta dihentikan dulu ( revisi UU KPK). Lantik dulu DPR-nya, dan membahas dari awal, baru susun naskah akademik. Kita awali dari naskah akademiknya, apa betul extra ordinary crime masih berjalan atau tidak?

Lepas dari kontrovesialnya Firli mencatat sejarah, dimana seorang jenderal bintang dua aktif menjadi ketua KPK. Sosok Firli yang kontroversial telah menambah catatan tersendiri bagi KPK. Sebab institusi KPK akan dicatat dalam lembar sejarah paska Cicak VS Buaya dan revisi UU KPK apakah menguatkan KPK atau justru melemahkan.

Hal diatas itu adalah kunci dari semangat KPK hadir sebagai lembaga anti rasuah yang dipercaya rakyat. Sementara setelah pemilihan ketua KPK   ada aksi unjukrasa yang berbuntut rusuh terhadap dukungan kepada revisi UU KPK. KPK akan selalu diuji oleh waktu ketika kekuasaan “dikuasai” oleh para koruptor.

Dalam persoalan diatas ICW-pun memberikan reaksi sebelum pemilihan di DPR, bahwa para pimpinan KPK nantinya ditenggarai sebaga pimpinan pelanggar kode etik, Pimpinan KPK terpilih yang tidak patuh dalam pelaporan LHKPN di KPK. Padahal, ini merupakan mandat langsung dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 dan Peraturan KPK Nomor 07 Tahun 2016 dan yang terakhir tidak mau menerima masukan dari masyarakat. Semoga saja KPK menjadi lembaga rasuah yang masih dipercaya. Bahkan ketua KPK Agus Raharjo menyerahkan kembali penangan kasus diatas kepada Presiden.

Jadi ingat kata Mohtar Mas’oed bahwa korupsi adalah perilaku yang menyimpang dari kewajiban formal suatu jabatan publik karena kehendak untuk memperoleh keuntungan ekonomis atau status bagi diri sendiri, keluarga dekat atau klik.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru