Sabtu, 5 Juli 2025

Ketika Mendagri Tito Karnavian Diduga Bagian Dari Kroni Presiden Jokowi

Oleh: Petrus Selestinus *

PARA advokat yang tergabung dalam TPDI dan Perekat Nusantara yang beranggotakan Petrus Selestinus, Erick S. Paat,Carrel Ticualu, Jemmy S. Mokolensang, Roslina Simangunsong, Ricky D Moningka dan kawan-kawan, Selasa 2 Januari 2024, pukul 13.30, menyampaikan Somasi kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Mereka menuntut agar Mendagri tidak melaksanaan Putusan MK No. 143/PUU-XXI/2023, tanggal 21/12/ 2023.

Somasi ini disampaikan karena ternyata Mendagri sudah mengeluarkan Surat Edaran No.100.2.1.3/7543/SJ,tanggal 28 Desember 2023, untuk melaksanakan Putusan MK No.143/PUU-XXI/2023, tgl.21/12/2023, berupa  menghentikan proses seleksi Pjs Gubernur, Bupati dan Walikota sebagai pengganti Gubernur, Bupati dan Walikota yang masa bhaktinya akan berakhir pada Desember 2023.

Erick S. Paat dari TPDI dan Perekat Nusantara, Selasa 2 Januari 2024, menyampaikan Somasi kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri). (Ist)

Mendagri dinilai proaktif dan tidak netral bahkan diduga ikut mendisain proses perkara Uji Materiil Perkara No.143/PUU-XXI/2023 di MK demi kepentingan elektoral Pilpres 2024.

Padahal Putusan MK No. 62/PUU -XXI/2023 tanggal 31Juli 2023,  yang menolak Permohonan Uji Materiil pasal 201 ayat (5) UU Pilkada yang diajukan oleh Prof Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc. dkk. selaku Kuasa Hukum Elly Engelbert Lasut (Bupati) dan Moktar Arunde Parapaga (Wakil Bupati), Kabupaten Kepulauan Talaud, terhadap pasal 18 ayat (4), ayat (5), ayat (7) dan pasal 28D ayat (1) UUD 1945, dengan Putusan Menolak seluruh Permohonan, seharusnya menjadi halangan bagi Mendagri untuk melaksanakan Putusan MK No.143/PUU-XXI/2023, tgl. 21 Desember 2023.

Erick S. Paat dari TPDI dan Perekat Nusantara, Selasa 2 Januari 2024, menyampaikan Somasi kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri). (Ist)

Dualisme makna yang paradoksal dimaksud, terutama dalam hal Pertimbangan Hukum Putusan MK No.62/PUU-XXI/2023, bertolak belakang dengan Pertimbangan Hukum Putusan MK No.143/PUU-XXI/2023, yang sama-sama menguji konstitusionalitas pasal 201 ayat (5) UU No. 10 Tahun 2016 terhadap pasal 18 ayat (4) dan ayat (5), ayat (7) dan pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Kontradiksi yang tajam secara paradoksal antara Pertimbangan Hukum Putusan MK No.62/PUU-XXI/2023 tanggal 31 Juli 2023, karena di situ Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa pasal 201 ayat (5) UU No. 10 Tahun 2016 tidak menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan, sehingga Permohonan ditolak seluruhnya.

Sementara Pertimbangan Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi No.143/PUU-XXI/2023, di situ Hakim MK menyatakan  bahwa pasal 201 ayat (5) UU No. 10 Tahun 2016 telah menimbulkan ketidakpastian hukum, ketidakadilan dan memberi perlakuan yang berbeda di hadapan hukum sehingga dalil Para Pemohon beralasan untuk dikabulkan sebagian.

Dalam Permohonan Uji Materiil dalam Perkara No. 62/PUU-XXI /2023, Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa Pemohon memahami MK sebelumnya telah beberapa kali melakukan pengujian atas ketentuan pasal 201 UU No. 10 Tahun 2016, sebagaimana tertuang dalam beberapa putusan, yaitu Putusan :

  1. No.55/PUU-XXI/2019, Obyek Pengajuan Ketentuan pasal 201 ayat (7) dan ayat (9), dengan Batu Uji pasal 1 ayat (2), pasal 4 ayat (1), pasal 22E ayat (1), pasal 18 ayat (3) dan ayat (4) UUD 45.
  2. No. 67/PUU-XXI/2021, Obyek Pengajuan Ketentuan pasal 201 ayat (7) dan ayat (8), dengan Batu Uji pasal 27 ayat (1), pasal 28D ayat (1) dan pasal 28I ayat (2) UUD 45.
  3. No. 81/PUU-XXI/2022, Obyek Pengajuan Ketentuan pasal 201 ayat (7), Batu Uji pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 45.
  4. No. 37/PUU-XXI/2022, Obyek Pengajuan Ketentuan pasal 201 ayat (9), Penjelasan Pasal 201 ayat (9), Pasal 201 ayat (10) dan Pasal 201 ayat (11). Batu Uji Pasal 1 ayat (2), Pasal 18 ayat (2), Pasal 18 ayat (4) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 45.
  5. No. 95/PUU-XXI/2022, Obyek Pengajuan Ketentuan Pasal 201 ayat (7) dan ayat (8), Batu Uji Pasal 22E ayat (1) UUD 45.

Semuanya itu memiliki substansi dan esensi yang sama yaitu periodisasi masa jabatan yang terkurangi akibat berlakunya Ketentuan Pilkada Serentak pada tahun 2024.

Namun demikian belum ada satu pihakpun yang menguji Ketentuan Pasal 201 ayat (5), sebagaimana dimohonkan dalam Perkara Uji Materiil No.62/PUU-XXI/2023. Hasilnya ternyata sama yaitu MK dalam Putusannya tanggal 31 Juli 2023, “Menolak seluruh Permohonan Pemohon”  Uji Materiil Perkara No. 62/PUU-XXI/2023 yang dimohon Yusril Ihza Mahendra dkk. dengan Batu Uji Ketentuan Pasal 18 ayat (4), ayat (5), ayat (7) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Dalam Perkara Permohonan Uji Materiil yang diajukan oleh Gubernur Maluku Drs. Murad Ismail dkk. dalam Perkara No.143/PUU-XXI/2023, yang dimohon uji materiilkan adalah Ketentuan Pasal 201 ayat (5) UU No 10 Tahun 2016 terhadap Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 18 ayat (4), Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, di mana Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pilkada tahun 2018 menjabat sampai 2023, oleh MK dalam putusannya No.143/ PUU-XXI/2023, tanggal 21/12/2023, mengabulkan sebagian Permohonan Pemohon.

Adapun Amar Putusan  MK No.143 dimaksud adalah “Menyatakan Pasal 201 ayat (5) UU No. 10 Tahun 2016 yang semula menyatakan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2018 menjabat sampai tahun 2023 bertentangan dengan UUD 45 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan dan pelantikan 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023 dan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan tahun 2019 memegang jabatan selama 5 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati 1 bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara secara serentak secara nasional tahun 2024. 

Oleh karena Putusan MK No.143/PUU-XXI/2023 menimbulkan ketidakpastian hukum dan kekacauan berupa bongkar pasang beberapa pasal dan ayat dari suatu UU dan bermotif politik elektoral untuk kepentingan Pilpres 2024,  sehingga Hakim-Hakim Konstitusi nampak tidak konsisten dengan 6 Putusan MK sebelumnya di mana 5 Putusan yang Menolak Uji Materiil dan 1 Putusan yang Menyatakan tidak menerima Uji Materiil Pasal 201, sementara 1 Putusan Perkara yaitu Perkara No. 143/PUU-XXI/2023 tanggal 21 Desember 2023, harus menabrak 6 Putusan lain yang amar putusannya sama. 

Ini membuktikan bahwa MK sudah menjadi alat kekuasaan sebagai dampak Dinasti Politik dan Nepotisme yang melekat dalam tubuh MK sehingga sampai saat ini MK masih dicengkram oleh Dinasti Politik Presiden Jokowi, sebagaimana dapat kita lihat Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023 lalu dan Putusan MKMK No.2/MKMK/L/ARLTP/ 10/2023, tanggal 7 November 2023.

Oleh karena itu, Mendagri diminta tidak boleh mengeksekusi putusan MK ini, karena Putusan MK No.62/PUU-XXI/2023, tgl 31/7/2023 telah memperkuat Ketentuan pasal 201 ayat (5) UU Pilkada dengan menolak Permohonan Uji Materiil pasal 201 ayat (5) UU Pilkada, sementara pada Putusan MK No.143/PUU-XXI/2023, tgl. 21/12/2023, MK dalam Putusannya, menyatakan ketentuan pasal 201 ayat (5) UU No.10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat dstnya. sehingga berpotensi menimbulkan kekacauan dalam pemerintahan dan membingungkan sehingga sulit untuk dilaksanakan

bahkan Putusan MK dimaksud, beraroma politik elektoral Pilpres 2024.

Ada ketidakjujuran Pemohon Uji Materiil yang diikuti oleh Hakim MK adalah dalam menerapkan pasal-pasal UUD 1945 yang menjadi Batu Uji, yaitu berhenti pada pasal 28D UUD 1945, padahal masih ada 1 Pasal krusial di atasnya yaitu Pasal 28J ayat (2) yang berbunyi : 

“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan UU dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis”. (Idem pasal 70 UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM).

Bahwa sekiranya pasal 201 ayat (5) UU itu dirasa tidak adil bagi Pemohon karena Pemohon menjalankan tugas sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, hanya 3 tahun lamanya, sementara haknya menjabat mestinya secara penuh 5 tahun, maka menurut hukum ketentuan UU demikian harus diterima karena soal 3 tahun atau 5 tahun hal itu merupakan kebijakan Pemerintah dan  DPR untuk mengatur, membatasi bahkan meniadakan sesuai dengan ketentuan pasal 28J ayat (2) UUD 1945 jo. Pasal 70 UU No.39 Yahun 1999 tentang HAM.

Putusan 143/PUU-XXI/2023, ni membuktikan bahwa MK sudah menjadi alat kekuasaan sebagai dampak Dinasti Politik dan Nepotisme yang melekat dalam tubuh MK sehingga sampai saat ini MK masih dicengkram oleh Dinasti Politik Presiden Jokowi, sebagaimana dapat kita lihat Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023 lalu dan Putusan MKMK No.2/MKMK/L/ARLTP/ 10/2023, tanggal 7 November 2023.

Mendagri diminta tidak boleh mengeksekusi putusan MK ini, karena Putusan MK No.62/PUU-XXI/2023, tgl 31/7/2023 telah memperkuat Ketentuan pasal 201 ayat (5) UU Pilkada dengan menolak Permohonan Uji Materiil pasal 201 ayat (5) UU Pilkada, sementara pada Putusan MK No.143/PUU-XXI/2023, tgl. 21/12/2023, MK dalam Putusannya, menyatakan ketentuan pasal 201 ayat (5) UU No.10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat dstnya. sehingga telahmenimbulkan kekacauan dalam pemerintahan, membingungkan sehingga sulit untuk dilaksanakan bahkan Putusan MK dimaksud, beraroma politik elektoral Pilpres 2024.

Bahwa sekiranya pasal 201 ayat (5) UU itu dirasa tidak adil bagi Pemohon karena Pemohon menjalankan tugas sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, hanya 3 tahun lamanya, sementara haknya menjabat mestinya secara penuh 5 tahun terhitung sejak pelantikan, maka menurut hukum ketentuan UU demikian harus diterima karena soal 3 tahun atau 5 tahun hal itu merupakan kebijakan Pemerintah dan  DPR yang sudah resmi diputuskan, diterima dan dilaksanakan yaitu mengatur, membatasi bahkan meniadakan sekalipun tidak ada masalah. Karena sesuai dengan ketentuan pasal 28J ayat (2) UUD 1945 jo. Pasal 70 UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM, ditegaskan bahwa :

“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan UU dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis”. (Idem pasal 70 UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM)

Dalam Pertimbangan Hukum Putusan MK No.62/PUU-XXI/2023, tgl. 31/7/2023, halaman 39 sd 40 dikatakan bahwa pasal 201 ayat (5) UU No.10 Gahun 2016 tidak menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketudakadilan sedangkan dalam Putusan No.143/PUU-XXI/2023, terdapat inkonsistensi dan tipu muslihat karena terdapat pertentangan dalam Pertimbangan Hukum, yaitu pada halaman 68 sd 71 dinyatakan bahwa pasal 201 ayat (5) UU No.10 Tahun 2016 telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan dan memberikan perlakuan yang berbeda di hadapan hukum sehingga dalil Para Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian.

Pasal 73 UU No.39 Tahun 1999 bahwa : Hak dan kebebasan yang diatur dalam UU ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan UU, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa.

*Penulis Petrus Selestinus dari TPDI & Perekat Nusantara

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru