Kamis, 14 Agustus 2025

Kisah-Kisah Perempuan Hebat

Atok dan Catur (Ist)

Perjuangan kaum perempuan adalah antara hidup dan mati. Terutama saat harus menjalani kehidupan dengan pasien cuci darah yang dicintainya. Petrus H. Hariyanto, Sekjen Komunitas Pasien Cuci darah Indonesia (KPCDI) kepada Bergelora.com menuliskan sekelumit perjuangan mereka (Redaksi)

Oleh: Petrus H. Hariyanto

AKU memanggilnya Dona. Pertamakali cuci darah Tahun 2009. Kemungkinan besar, hari ini dia belum melakukan cuci darah jika dia tidak mengambil keputusan yang maha penting dalam hidupnya. Sebelum mengandung ia dinyatakan gagal ginjal kronis tahap awal. Ketika dinyatakan mengandung, dokter meminta digugurkan. Calon bayi dalam rahimnya bisa membuat Dona cuci darah selamanya. Ditambah lagi, membahayakan nyawanya dan calon bayinya.

Namun, perempuan itu lebih memilih melanjutkan kehamilannya. Bayinya lahir, dan tak lama kemudian Dona menjadi pasien cuci darah. Kini anaknya bernama Dafin Zhacrie, sudah berusia 8 Tahun. Dengan segala keterbatasan sebagai ibu penyandang gagal ginjal kronis, ia sangat mencintai anaknya. Kini, Dafin tumbuh menjadi anak yang nganteng, berlimpah kasih sayang dari orang tuanya.

“Tepat ulang tahun pertama anak ku Wahyu, justru aku cuci darah dan sering drop dan masuk ke rumah sakit. Ia aku titipkan ke neneknya karena aku tidak mampu merawatnya,” tutur Ibu Neneng Rohani kepadaku di siang itu ketika aku mengunjungi rumahnya.

Mama Farel dan anak-anaknya (Ist)

Tahun 2005 ia melakukan cangkok ginjal. Selain membesarkan Wahyu sang anak, Bu Neneng juga bekerja. Malang tak dapat ditolak, pada tahun 2010 suaminya juga gagal ginjal dan harus cuci darah, dan tak lama meninggal. Cobaan semakin berat karena cangkok ginjalnnya hanya bertahan sampai tahun 2011. Ibu satu anak ini harus cuci darah kembali.

Kini Bu Neneng single parent, dan juga seorang pasien cuci darah.

“Anak ku adalah kekuatanku,” ucapnya.

Kini Wahyu telah menjadi besar, duduk semester satu di sebuah universitas swasta.

“Tanggal 15 Desember 2004 saat anakku, M. Iyank Nuranindito R, berulang tahun ke-6, ginjal milik kakak ku ditanam di tubuhku. Dan, pada tanggal 11 Januari 2005, saat aku berulang tahun ke-28, ginjal ketigaku harus diambil lagi dari tubuhku. Saat itu aku begitu sedih dan menangis,” ucapnya dengan lirih.

Kegagalan tak lantas membuat Bu Hani terpuruk, ia bangkit dan melanjutkan hidupnya. Katanya, kenapa hidup harus disia-siakan karena punya suami dan anak yang menyanyangi dirinya. Anaknya dibesarkan dengan kasih sayang yang begitu tulus. Bu Hani juga aktif berorganisasi, bahkan ia menjadi Ketua Cabang KPCDI. Tanggal 15 Desember yang lalu, Iyank anaknya berulangtahun ke 18.

Eva dan Tony Samosir sebelum cangkok ginjal. (Ist)

Namanya Eva Tampubolon. Bagi Tony Samosir, ia adalah “malaikat” dalam hidupnya. “Saya adalah pasien cuci darah, tapi ia mau menjadi pacar saya,” ungkap Tony suatu hari.

Bukan sampai di situ saja, perempuan yang murah senyum ini bersumpah setia dihadapan Tuhan menjadi istri Tony. Kemudian  “malaikat” kedua dalam hidup Tony kembali muncul. Lahirlah Feo dari Rahim Eva. Anak itu menjadi kekuatan hidup mereka berdua.

Awal Tahun 2016, Eva memberikan satu ginjalnya kepada sang suami. Kehidupan Tony berubah. Dengan kesehatannya yang meningkat, ia semakin mampu membahagiakan keluarganya. Kisah Eva kini banyak menginspirasi banyak orang, sebagai ibu dan perempuan hebat.

Neneng Rohani dan putranya, Wahyu (Ist)

Kisah Eva menginsipirasi Catur Widjayanti, perempuan cantik tinggal di Semarang. Ia berpacaran dengan M. Atok Irrohman, anak muda yang sudah menjadi pasien cuci darah.

Bagi Atok, Catur bukan hanya pacar, lebih dari itu, ia seorang pendamping yang selalu ada baginya.

“Ia pendamping yang luar biasa. Ketika aku drop dan patah semangat, ia selalu menjadi kekuatan bagiku untuk bangkit,” ungkapnya.

Tanggal 21 Desember ini mereka berdua melakukan ijab. Kini, pasangan muda itu telah resmi menjadi suami istri.

Ketika divonis harus cuci darah kreatininnya 21 dan ureumnya 900. Saat itu usianya masih 12 tahun,  masih bocah.

“Farel anak yang tidak pernah mengeluh. Dalam kondisi begitu, ia masih mengerjakan ujian SD,” ujar mamah Farel.

Hani dengan suami dan anaknya, Iyank Nuranindito. (Ist)

Mamah Farel bersyukur bahwa anaknya sampai hari ini masih dikarunia kehidupan. “Banyak anak-anak yang gagal ginjal di Salatiga tidak tertolong atau tidak bertahan lama. Penderita gagal ginjal anak-anak lebih sulit penanganannya. Butuh orang tua yang benar-benar bisa mendampingi si anak,” ungkapnya

Begitu cintanya kepada sang anak, ibu kelahiran Ambarawa ini akan menyerahkan ginjalnya buat Farel. Sempat mengalami hambatan karena Farel terkena Hepatitis C. Semoga dengan pengobatan baru Farel bisa terbebas dari virus itu. Semoga ginjal hadiah dari ibunda cepat bersemayam di tubuhmu.

Dan banyak Dora, Neneng, Hani, Catur, Eva, dan mamah Farel lainnya. Ribuan perempuan dan Ibu menjadi pendamping yang luar biasa bagi pacarnya, suaminya, anaknya, adiknya, kakaknya. Kalian sungguh hebat. Selamat Hari Ibu dan Selamat Hari Natal 2017.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru