Minggu, 20 April 2025

Kisruh Pesangon, Pensiunan BRI Kembali Datangi DPD

JAKARTA- Kisruh terkait pembayaran pesangon bagi ribuan karyawan Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang telah purna tugas pasca  2003 masih bergulir hingga saat ini. Berkaitan dengan hal tersebut, Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI kembali menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama dengan perwakilan pensiun, BRI,Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) di Senayan, Jakarta,Rabu (20/4)

Pada kesempatan tersebut, AG. Kabul Sutrisno, Ketua Umum Forum Persatuan Pensiunan (FPP) BRI menyatakan bahwa belum ada titik temu terkait persoalan pesangon dengan pihak BRI yang telah disampaikan pada RDP tanggal 28 Agustus 2014 lalu. Berkaitan dengan hal tersebut FPP BRI kembali meminta bantuan DPD RI untuk memediasi persoalan ini agar tuntas.

” Pada RDP tahun 2014 lalu dengan DPD RI, kami telah menyampaikan dua persoalan utama,yaitu terkait masalah pesangon dan  dasar hukum  pemberian uang kebijakan berupa tambahan kesejahteraan (takes) yang sampai sekarang belum ada titik temunya.Untuk itu kami kembali meminta bantuan DPD RI untuk memediasi masalah ini,” ujarnya.

Selain dua persoalan tersebut, terdapat satu persoalan lain yang juga disampaikan Kabul.

“Ada satu persoalan lagi yang kami nilai sangat penting dan layak untuk diangkat dalam RDP ini,yakni masalah surat anjuran yang dikeluarkan oleh Jamsos Kemenaker RI dan Disnaker Daerah yang menjadikan persoalan berkepanjangan dan tidak terselesaikan,” ungkapnya.

Menjawab hal tersebut,perwakilan BRI, Acep Rachman Hakim menyatakan bahwa pihak perusahaan telah menindaklanjuti permasalahan ini sesuai dengan ketentuan Undang-undang No.13 tahun 2013.

Menindaklanjuti dari RDP yang lalu,manajemen BRI sudah memberikan takes. Selain itu kami juga sudah mengambil langkah sesuai UU No. 13 tahun 2003 pasal 167. Berdasarkan ini, maka BRI wajib membandingkan program manfaat pensiun yang diikutkan dengan nilai pensiun.

“Jika terdapat selisih, sehingga yang diterima lebih kecil maka perusahaan wajib memberikan selisihnya, dan hal tersebut sudah kami realisasikan.”Ucapnya.

Sementara itu Senator Sulawesi Selatan, Ajiep Padindang, mengkritisi langkah yang diambil BRI dalam pemberian takes yang dinilai diskriminatif dan kurang transparan.

“Ada masalah dalam hal ini, karena pihak BRI banyak melakukan kompromi terutama dalam hal pemberian takes yang  masih bersifat diskriminatif dan kurang transparan. Selain itu BRI juga cenderung lebih memilih untuk membawa masalah ini ke pengadilan, karena kemungkinan menang lebih besar ke perusahaan,”

Lebih lanjut, Ajiep juga meminta BRI untuk dapat membayarkan hak para pensiunan secara normatif.

“Saya minta BRI dapat membayarkan hak para pensiunan secara normatif bukan dengan atas dasar nilai belas kasihan. Dibalik ini perlu ada perbaikan bagi managemen BRI terkait ketenagakerjaannya,” tegas Ajiep.

Senada dengan Ajiep, Senator Lampung, Andi Surya, meminta BRI untuk memberikan kebijakan yang profesional terhadap masalah ini.

“Mohon BRI agar dapat memberikan kebijakan yang profesional yang dapat menjadi contoh bagi kebijakan kebijakan kedepan. Jangan berikan kebijakan dengan nilai belas kasihan yang kurang fair,” katanya.

Menutup RDP, Ketua BAP DPD RI, Abdul Gafar Usman meminta Kemnaker untuk memfasilitasi musyawarah mufakat untuk menyelesaikan masalah ini.

“Demi rasa kelembagaan bersama, perlu dilakukan musyawarah mufakat untuk implementasi UU No.13 tahun 2003 pasal 3, dan kami minta Kemenaker sebagai Koordinator untuk melakukan musyawarah mufakat sesuai UU No. 13 tahun 2003 bersama BRI,OJK,dan Perwakilan FPP BRI,” tegas anggota DPD dari Riau ini. (Enrico B. Abdielli)

 

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru