Rabu, 2 Juli 2025

KiTA PASTI BISA…! Hilmar Farid: Jalur Rempah Jadi Jalan Kebudayaan Menuju Sustainable Living

JAKARTA- Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, Dr. Hilmar Farid mengatakan, jalur rempah bukan sekadar jalur perdagangan pada masa lalu, tetapi merupakan jalur pengetahuan sangat kompleks, kaya dan memiliki potensi luar biasa.  Hanya saja, jalur pengetahuan ini belum dikembangkan secara baik.

“Ketika sirkulasi praktisi, pengetahuan dan kebijakan betul-betul berjalan baik, ini sebenarnya jalur rempah yang kita cari. Jalur rempah ini ada di masa lalu, tetapi dikembangkan untuk mewujudkan masa mendatang sebagai jalur pengetahuan untuk kehidupan berkelanjutan,” jelas Dirjen Kebudayaan Dr. Hilmar Farid dalam dalam Webinar Nasional “Jalur Rempah: Jalan Kebudayaan Menuju Sustainable Living”, Selasa (15/2/2022).

Webinar yang dihadiri Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno ini diikuti 700 lebih peserta dari luar dan dalam negeri.  Kegiatan ini diselenggarakan Archipelago Solidarity Foundation, Sinar Harapan.Net, Kemendikbudristek bersama dengan Universitas Pattimura, Universitas Islam Negeri Ambon, UKI Maluku, Politeknik Negeri Ambon, Institut Agama Kristen Protestan Negeri.

Menurut Hilmar, rempah endemic dan pengetahuan local merupakan  potensi yang luar biasa. Dia mengatakan, ada upaya untuk menyasar global wellness economy yang meliputi mental wellness, kesehatan, pariwisata, kecantinkan dan sebagainya. Pada tahun 2020, jelas Hilmar, nilai global wellness economy mencapai $ 4,4 trillion. Khusus di kawasan Asia Pasifik mencapai $ 350 Miliar. “Hanya saja, Indonesia tidak terlibat dalam potensi ekonomi dan tidak berperan signifikan,” jelasnya.

Padahal, kata Hilmar, keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya atau bioculture Indonesia merupakan yang terkaya di dunia. Di satu sisi, perkembangan wellness ini justru berkembang pesat di masa pandemic, karena setiap orang ingin tetap sehat dan menjaga kebugaran. Untuk itu, bagaimana memnfaatkan keanekaragaman hayati ini merupan salah satu tantangan terberat saat ini.

“Caranya dengan mengembangkan wellness economy yang tentu saja sangat ramah lingkugan, karena memanfaatkan kekayaan biodiversity. Kekayaaan hayati dan kekayaan budaya yang disertai dengan pengetahuan local merupakan tulang punggung dari semua ini,’ jelasnya.

Menyinggung mengenai jalan kebudayaan, Hilmar Farid mengatakan, kesadaran makna penting kebudayaan dalam pembangunan berkelanjutan sebenarnya sudah muncul dalam 20 tahun terakhir. Hal itu bisa dilihat dalam berbagai dokumen UNESCO dimana kebudayaan dijadikan sebagai batu karang untuk pencapaian target SDGs tahun 2030.

Hilmar menjelaskan, diperlukan adanya kebijakan yang disertai dengan perubahan paradigma, karena tidak bisa lagi cara lama dengan copy paste dari satu tempat ke tempat lain, tetapi diperlukan kecermatan untuk melihat kekuatan local bagi agenda pembangunan berkelanjutan.

Hilmar Farid juga mengajak semua pihak agar memberikan ruang gerak yang lebih luas atas praktek baik dalam mengembangkan pengetahuan tradisional untuk kesehatan, gizi, lingkungan hidup termasuk ketahanan pangan. Namun, semua itu perlu diidentifikasi secara spesifik kontribusi pengetahun tradisional untuk hidup berkelanjutan. “Hal ini sangat penting sehingga apa yang dilakukan bisa tepat sasaran,” katanya.

Jalur Rempah

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sementara itu, Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan, Kemendikbudristek, Dr. Restu Gunawan, M.Hum, mengatakan, mengenai adanya usulan untuk mendaftarkan jalur rempah pihaknya sedang melakukan kegiatan untuk merealisasikan itu.

Restu Gunawan menjelaskan, penelitian mendalam perlu dilakukan, misalnya ada dalam manuskrip tentu saja tidak cukup tetap harus diikuti pengecekan adanya artefak atau situs. “Mengenai jalur rempah, kami sedang melakukan pemetaan dan penelitian. Kami berharap pada tahun 2024 sudah bisa didaftarkan sebagai warisan budaya dunia,” katanya.

Hanya saja, setelah itu diperlukan berbagai upaya tindak lanjut, misalnya bagaimana pengembangan dan pemanfaatannya. Tentu, saja Kemendikbudristek memiliki agenda untuk itu semua, tetapi Pemda dan komunitas dan berbagai pihak perlu mengambil peran. (Calvin G. Eben-Haezer)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru