JAKARTA- Hingga hari ini, PT Pertiwi Lestari tetap melanjutkan pembangkangan pada Surat Menteri ATR/BPN yang menyatakan status quo pada lahan konflik dengan tetap melaksanakan kegiatan pemagaran dan penggusuran lahan pertanian warga di kawasan Teluk Jambe, Karawang. Dengan didukung aparat kepolisian dan muspida setempat, tampaknya PT Pertiwi Lestari semakin percaya diri untuk melawan amanat Presiden Jokowi dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (24/8) lalu. Demikian Pengurus Nasional Serikat Tani Nasional (STN) Yoris Sindhu Sunarjan kepada Bergerlora.com di Jakarta, Jumat (26/8)
“Presiden Jokowi mengingatkan semangat reforma agraria adalah terwujudnya keadilan bagi masyarakat dalam penguasaan, kepemilikan, dan pemanfaatan tanah sertasumber daya alam yang ada didalamnya. Langkah-langkah konkret yang harus dilaksanakan oleh kementerian, yakni pembuatan one map policy, legalisasi sertifikat aset lahan, redistribusi tanah bagi rakyat dan pemanfaatan kawasan hutan juga untuk rakyat. Jadi sudah jelas apa yang diinstruksikan oleh Presiden Jokowi terkait dengan sumber daya agraria dan pemanfaatannya bagi kaum petani di Teluk Jambe, Karawang,” ujarnya.
Pada hari Rabu, 24 Agustus 2016, delegasi dari Serikat Tani Teluk Jambe didampingi pimpinan STN (Serikat Tani Nasional) dan GNP 33 (Gerakan Nasional Pasal 33) diterima oleh Deputi 5 Kantor Staf Presiden, Ibu Jaleswari Pramodharwardani beserta staf untuk melaporkan situasi terakhir di lokasi konflik.
“Sampai hari ini aparat kepolisian masih terus berusaha mengusir warga dari kampungnya secara halus ataupun kasar,” ujarnya.
Sementara itu, Aris Wiyono dari Serikat Tani Teluk Jambe mengatakan di salah satu rumah makan mewah, di Kabupaten Karawang, semua warga yang bermukim di areal konflik diundang oleh PT Pertiwi Lestari untuk dipaksa menerima uang tali asih.
“Namun sebagian warga menolak datang dan yang datang karena ketakutan akhirnya juga menolak uang tersebut. Yang menjadi aneh adalah adanya keterlibatan aparat kepolisian dalam proses penyelenggaraan pertemuan tali asih tersebut,” jelasnya
Meskipun tidak secara kelembagaan muncul nama institusi kepolisian, namun dalam prosesnya dipimpin langsung oleh Kasat Intelkam Polres Karawang.
“Apakah polisi hari ini sudah berubah menjadi penjaga (centeng) perusahaan yang menelantarkan tanah negara dan menindas rakyat miskin? Dalam pertemuan itu disosialisasikan juga bahwa barangsiapa tidak mengambil uang tali asih, maka setelah penggusuran pada tanggal 29 Agustus 2016 nanti tidak akan diberikan apapun,” paparnya.
Pada Kamis 25 Agustus 2016, perwakilan warga diundang oleh Kepala Desa Margakaya, Kecamatan Teluk Jambe Barat, Kabupaten Karwang untuk disosialisasikan terkait penggusuran pada tanggal 29 Agustus 2016.
“Namun sejak siang hari aparat Bimob mulai disiagakan di dalam kampung Kiarahyam, Desa Margakaya dengan membangun tenda. Menurut informasi yang diperoleh warga, aparat Brimod yang dikerahkan oleh PT Pertiwi Lestari akan mencapai 1.500 personel pada tanggal 29 Agustus nanti,” katanyaa.
Alat berat juga menurutnya sudah mulai didatangkan masuk kampung, namun berhasil dihalau mundur warga. Sampai saat ini seluruh warga masih bersiaga untuk menjaga setiap kemungkinan yang akan terjadi dengan semangat pantang mundur untuk mempertahankan hak-hak agrarianya.
“Ayo mari kita galang solidaritas bagi petani Karawang yang hari esok akan mengalami hari-hari buruk jika aparat kepolisian tetap akan membangkang perintah Presiden Jokowi seperti tersebut di atas,” ujarnya. (A. Kamal)