JAKARTA- Anggota Komisi X DPR RI Robert J. Kardinal meminta Kepala Badan Pengawasan Obat, dan Makanan (BPOM) Penny Lukito melepas jabatannya.
Hal tersebut, dikatakan Robert sebagai bentuk pertanggungjawaban atas bencana gagal ginjal akut yang mengakibatkan 143 anak di Indonesia meninggal dunia.
Robert mengatakan, bahwa BPOM dalam hal ini telah gagal melakukan pengawasan peredaran obat-obatan di masyarakat, sehingga ratusan anak-anak tidak berdosa turut menjadi korban.
“BPOM dan aparatnya yang ikut bertanggungjawab, sebaiknya meletakkan jabatannya atas kelalaian mereka, sehingga ratusan anak-anak ikut menjadi korban. Tidak perlu menunggu untuk dipecat,” kata Robert.
Robert pun menegaskan, kematian 143 anak akibat kasus gagal ginjal aku ini merupakan bencana kemanusiaan yang luar biasa.
Musibah kemanusiaan ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi dunia kesehatan di Tanah Air.
Peristiwa ini juga harus menjadi bahan evaluasi dan introspeksi mendalam bagi BPOM dalam menjalankan fungsinya melakukan pengawasan, dan peredaran obat di dalam negeri.
“Sebab, musibah ini terjadi lantaran BPOM tidak bekerja dengan baik, jadi sudah sepantasnya dipecat,” kata Robert J. Kardinal.
Sementara itu, anggota DPR RI Komisi IX Muhammad Rizal menilai jika peristiwa gagal ginjal akut terjadi di beberapa negara.
Legislator dari Fraksi PAN itu mengatakan, jika para pejabat-pejabat yang terkait pasti sudah mengundurkan diri karena kelalaiannya.
“Kalau di negara luar, tragedi seperti ini pejabatnya biasanya ada yang mundur karena kelalaiannya, tadi di sini belum ada,” kata Rizal.
Sudah Tembus 190 Meninggal
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGPA) di Indonesia mencapai 323, dengan 190 anak di antaranya meninggal dunia. Namun, hingga kini belum ada perusahaan farmasi maupun perorangan yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyinggung kejahatan kemanusiaan dalam dugaan bahan baku pelarut Propilen Glikol (PG) dan produk obat jadi yang mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas sebagai penyebab kematian kasus GGPA.
BPOM bersama Bareskrim Polri telah menindaklanjuti temuan hasil pengawasan dengan melakukan operasi bersama terhadap tiga industri farmasi, yaitu PT Yarindo Farmatama (PT Yarindo) dan PT Universal Pharmaceutical Industries (PT Universal) serta PT Afi Farma Pharmaceuticals Industries.
Perusahaan farmasi tersebut diduga menggunakan EG dan DEG melebihi ambang batas dalam produksi obat sirop. Cemaran EG dan DEG dalam obat sirop yang mereka buat disebut melebihi ambang batas yang ditentukan BPOM yaitu 48 mg/ml atau 100 kali lipatnya.
Sejauh ini, Bareskrim Polri baru menaikkan status perkara PT Afi Pharma ke tingkat penyidikan.
Penyidik membidik perusahaan dengan Pasal 196 UU Kesehatan. Pasal ini mengatur ancaman pidana penjara 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar terhadap setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu.
Bareskrim Polri telah memeriksa 15 saksi dalam penyidikan PT Afi Farma terkait produksi obat sirop yang diduga menjadi penyebab gagal ginjal akut. Selain itu, direktur PT Afi Farma juga akan diperiksa.
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto mengatakan pemeriksaan produksi ini merupakan tindak lanjut atas penetapan status penyidikan terhadap PT Afi Farma.
“Ya, semua pasti kita lakukan pemeriksaan hasilnya nanti kita lakukan gelar perkara dulu,” kata Pipit, Jumat (4/11).
Pipit menyebut gelar perkara akan dilakukan setelah pemeriksaan saksi-saksi dirampungkan. Namun, Pipit tidak merinci lebih jauh soal kapan waktu tepatnya gelar perkara tersebut.
“(Gelar perkara) setelah pemeriksaan selesai,” ujar Pipit.
Selain itu, PT Afi Farma juga diminta berhenti melakukan proses produksi selama penyidikan berlangsung terkait kasus GGAPA.
Sejumlah bahan baku milik PT Afi Farma dari pabrik di Kediri, Jawa Timur juga telah disita oleh Polisi untuk kepentingan penyidikan.
Sementara itu, dua perusahaan lainnya yakni PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries tengah disidik oleh BPOM.
Menanggapi hal ini, PT Yarindo Farmatama heran ketika obat Flurin produksinya dituduh BPOM mengakibatkan kasus gagal ginjal akut. Padahal, mereka mengantongi izin edar BPOM.
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman meminta BPOM tidak lepas tangan dan menyalahkan sepenuhnya kepada perusahaan farmasi dalam kasus gagal ginjal akut.
Menurutnya, temuan cemaran senyawa EG dan DEG dalam produk obat sirop juga menandakan adanya celah pengawasan yang dilakukan BPOM.
Salah satunya, terkait pemberian perizinan edar obat di masyarakat yang dikeluarkan BPOM. Pasalnya, kedua perusahaan itu tercatat mengantongi nomor izin edar (NIE) dari BPOM untuk memperjualbelikan obat tersebut.
“Sangat jelas potensinya ada celah pengawasan, dan itu yang harus segera diaudit internal,” ujarnya saat dihubungi beberapa waktu lalu. (Web Warouw)