Kamis, 3 Juli 2025

Krisis Covid-19, Kampanye Melawan Pemikiran Kritis: Mass Formation Psychosis! *

Artikel ini perlu diketahui publik secara luas terutama saat ini. Oleh karenanya Bergelora.com mencoba menterjemahkannya secara populer agar mudah dimengerti.

Psikosis adalah kondisi kejiwaan yang bisa ditandai dengan adanya gangguan hubungan dengan realita. Psikosis merupakan gejala serius yang muncul akibat gangguan mental yang serius dan meliputi adanya gangguan halusinasi atau delusi. Saat ini psikosis dapat direkayasa sehingga menjadi gejala umum dimasyarakat dengan metode pembentukan psikosis secara masif (Mass Formation Psychosis). (Redaksi)

Oleh: Prof. Bill Willers **

Perangkat metode psikologi sangat berbahaya apabila jatuh di tangan orang yang salah. Metode pendidikan modern dapat diterapkan dalam terapi psikologi untuk merampingkan otak manusia dan mengubah pendapatnya sehingga pemikirannya sesuai dengan sistem ideologi tertentu. — Joost A. M. Meerloo, The Rape of The Mind, 1956.

SEJAK dideklarasikannya Pandemi Covid-19 pada Maret 2020, fenomena “Mass Formation Psychosis” yang pada dasarnya merupakan hipnosis (hipnoterapi-red) pada populasi (secara masif, massal- red), telah menjadi bahan perbincangan utama. Terutama karena wawancara dengan psikiater Mattias Desmet. Menyadari hal itu, seseorang mulai mengenali efek dari penanaman kecemasan dan kebingungan. Hal ini bisa dicapai dengan menggunakan data yang menakutkan secara berkelanjutan dari informasi yang terus berubah dan saling bertentangan. Tujuannya adalah untuk membentuk kepatuhan terhadap perubahan kebijakan yang menuntut isolasi fisik dan visual.

Joost Meerloo, dalam The Rape Of The Mind, menggambarkan metode totaliter selama berabad-abad digunakan untuk memaksakan kepatuhan. Masyarakat modern, dengan teknik halusnya dalam pemasaran dan komunikasi massa, tulisnya,– “cenderung membuat robot dan mengotomatisasi manusia.” Sensor dan seleksi untuk interpretasi pada realitas secara berulang terus menerus,– “memperbaiki pola pemikiran”, sesuai keinginan dan kepentingan tertentu. “Dia yang mendikte dan merumuskan kata-kata dan frasa yang kita gunakan, adalah dia yang menguasai pers [dan TV]. Dialah yang menguasai pikiran.”

Untuk melawan teknik totaliter di atas, dibutuhkan pemikiran kritis,–yaitu pola pemikiran yang ragu-ragu untuk menerima informasi secara langsung. Pemikir kritis mencari inkonsistensi dalam narasi. Berpikir kritis tidak dapat diajarkan, tapi lewat latihan terus menerus terakumulasi sebagai pengalaman hidup. Di sisi lain, pemikiran kritis terbuka untuk pengolahan pemikiran, yang mungkin jadi landasan pendidikan liberal.

Oleh karenya, teknik pencarian sesuatu secara online yang sekarang disediakan oleh pusat-pusat layanan informasi publik akan mengejutkan bagi siapa pun yang terbiasa dengan pemikiran kritis sebagai sifat positif. Metode SIFT,–disebut demikian,– yang membanggakan kecepatan seseorang dapat membuat penilaian cepat atas materi online,– sesingkat dalam 30 detik,– tampaknya menjadi cara pembodohan masyarakat. Target SIFT diklaim membongkar kejahatan dari ‘mis-informasi’,–seperti yang serring dituduhkan disaat Pandemi yang anehnya samar-samar di luar kegagalannya untuk mewarnai cerita resmi, tetapi penuh konflik. SIFT didasarkan pada sistem empat langkah yang menunjukkan bahwa seseorang sering membuat keputusan yang lebih baik dengan lebih sedikit informasi daripada dengan lebih banyak.

The New York Times memamerkan SIFT dengan sebuah opini berjudul ‘Pemikiran kritis’,– namun tidak juga bisa membantu dalam memerangi ‘mis-informasi’.

Dalam tulisan itu, orang didorong untuk ‘berhenti berpikir berlebihan’, karena “tujuan disinformasi adalah untuk menarik perhatian, dan pemikiran kritis adalah perhatian yang mendalam”, hal ini menyebabkan orang menjadi mangsa aktor jahat seperti ahli teori konspirasi yang dapat “melengkungkan perspektif Anda”.

Contoh metode SIFT menggunakan Robert F. Kennedy, Jr., yang telah lama menjadi target NY Time, secara luar biasa,– tapi tidak akan mengulas The Real Anthony Fauci karya Kennedy. NY Times juga tidak akan memposting iklan berbayar untuk buku tersebut.

Kalau mencari nama Robert F. Kennedy, Jr. di Google,– maka sebuah kalimat di halaman Wikipedia akan mengidentifikasi Kennedy sebagai anti-vaksin dan ahli teori konspirasi. Dua sumber lain, pemeriksa fakta dan NIH, menunjukkan pandangan Kennedy sebagai ‘di luar konsensus’. Disebut “tidak sesuai dengan pemikiran mayoritas dan menunjukkan bias’.

Pada tahun 2016, muncul sebuah situs PropOrNot, yang mengklaim bahwa Rusia telah memanipulasi opini masyarakat Amerika Serikat secara online. Yang menonjol adalah bahwa contoh-contoh oleh PropOrNot tentang sumber informasi yang,– “menghasilkan konten propaganda dalam jumlah besar”,– secara substansial merupakan bacaan dari situs yang sangat bagus berisikan informasi penting yang justru dijauhi oleh media mainstream, dan untuk sumber analisis dan komentar yang tajam dan mendalam, contohnya seperti. Corbett Report, Activist Post, Global Research, Paul Craig Roberts, dan sejenisnya.

Apa yang membuat PropOrNot penting, dalam hal ini, adalah bahwa Washington Post, dalam sebuah artikel “Upaya propaganda Rusia membantu menyebarkan ‘berita palsu’ selama pemilu,– kata para ahli” termasuk PropOrNot,– disebut sebagai ‘kumpulan peneliti non-partisan dalam kebijakan luar negeri, latar belakang militer dan teknologi’.

Nonpartisan? Hampir tidak! Untuk ‘koran’ nomor 2 Amerika, yang dikenal sebagai corong CIA,– kepercayaan kepada PropOrNot adalah serangan terhadap sumber-sumber terkemuka yang selama ini menantang kendali narasi resmi.

Artikel Washington Post lainnya mengundang pembaca untuk mengikuti kuis yang membingungkan untuk menentukan “Apakah Anda akan jatuh ke dalam lubang kelinci teori konspirasi?” Contoh: Pembaca harus memilih, dari 4 item. Hanya satu yang dinyatakan didukung oleh bukti. Namun, pencarian yang cermat terhadap barang-barang tersebut (tentang bahaya makanan transgenik; eksperimen LSD; penyebaran AIDS; penciptaan Coronavirus) mengungkapkan bahwa setiap orang memiliki beberapa detail yang dapat dipertanyakan.

Kuis, pada dasarnya, menyiratkan bahwa masalah tertentu yang dipertanyakan adalah ‘kasus ditutup’,–padahal sebenarnya tidak.

Hal-hal yang tercakup dalam kuis (misalnya, kecurangan pemilu, pembunuhan JFK, bendera palsu, kolusi Rusia, Rothschilds, Deep State, perubahan iklim, dan lainnya) tampaknya cocok untuk mendelegitimasi jalan eksplorasi tertentu.

Dalam The Rape Of The Mind, dalam sebuah bab berjudul “Penularan Mental dan Delusi Massal,”– Meerloo menulis, “Kebohongan yang saya katakan sepuluh kali menjadi setengah kebenaran bagi saya. Dan saat saya terus mengatakan setengah kebenaran saya kepada orang lain, itu menjadi khayalan saya yang berharga.”

Sejak Pandemi diumumkan, kerangka resmi kebohongan telah menjadi kebenaran bagi sebagian besar umat manusia. Namun beberapa melihat melalui penipuan sejak awal. Bagaimana bisa?

Igor Chudov, mantan mahasiswa behavioral economist Richard Thaler, percaya bahwa mereka yang mengakui penipuan adalah pemikir kritis. Chudov telah putus dengan Thaler yang sekarang menjadi tokoh sentral dalam proyek untuk memaksimalkan “penyerapan vaksin” di masyarakat1.

Chudov, mengutip Asch conformity experiments yang terkenal mengungkapkan betapa mudahnya orang tergoda oleh opini mayoritas. Dia tertarik pada pemikir kritis, dan di situs Substack-nya dia mengundang mereka yang melihat penipuan Pandemi untuk menjelaskan pengalaman mereka.

Pengungkapan kunci dari eksperimen Asch adalah pentingnya perbedaan pendapat dalam melawan proyek yang diarahkan pada konformitas massa.

Pembangkang adalah pengingat bahwa konsensus yang berlaku mungkin benar-benar salah. Inilah sebabnya mengapa alur cerita resmi tentang Pandemi Covid oleh industri farmasi dan pemerintah yang diserang sebagai ‘informasi yang salah’,– dengan kekejaman akan dipermalukan di media mainstream (mass conformity massa telah menjadi tujuan utama MSM).

Dari sudut pandang para insinyur narasi Pandemi, tujuannya untuk menyuntikkan manusia dengan teknologi RNA. Untuk itu pemikiran kritis adalah ancaman langsung, dan sedang diremehkan dengan segala cara yang tersedia.

* Artikel ini berjudul asli The Covid-19 Crisis. A Campaign Against Critical Thinking. “Mass Formation Psychosis”

** Penulis, Bill Willers adalah profesor emeritus biologi, University of Wisconsin di Oshkosh. Dia adalah pendiri Superior Wilderness Action Network dan editor Learning to Listen to the Land, and Unmanaged Landscapes, keduanya dari Island Press. Dia dapat dihubungi lewat [email protected].

Catatan: 

1. Thaler bergabung dengan Cass Sunstein untuk memproduksi buku Nudge, yang membahas teknik-teknik untuk mempengaruhi pengambilan keputusan publik. Pada tahun 2008, Sunstein menulis Conspiracy Theories’ (Teori Konspirasi), di mana ia mengadvokasi cognitive infiltration (infiltrasi kognitif), pengiriman agen pemerintah ke komunitas warga yang berbeda pendapat untuk mendorong pemikiran yang diinginkan oleh pemerintah. Sunstein kemudian (2009-2012) diangkat menjadi Administrator Kantor Informasi dan Urusan Pengaturan Gedung Putih di Pemerintahan Obama. Thaler dan Sunstein menggunakan pengaruh mereka untuk mengatasi vaccine hesitancy (keraguan pada vaksin).

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru