JAKARTA- Para pekerja minyak dan gas meminta Presiden Joko Widodo meninjau ulang pengangkatan Dwi Sutjipto menjadi Direktur Utama Pertamina. Saat ini pekerja Pertamina yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) sedang melakukan konsolidasi untuk membuat perhitungan terhadap direksi Pertamina yang baru. Hal ini disampaikan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI), Faisal Yusra kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (1/12).
“Wajar mereka kuatir Pertamina diobok-obok, utang membengkak, divestasi conflict of interest, keterlibatan Mc Kinsey yang salah satu manajemennya jadi Direksi Pertamina,” ujarnya.
Para pekerja Pertamina menurutnya meragukan direktur utama barunya tersebut karena Dwi Sutjipto berpengalaman mendivestasi Semen Gresik dengan cara yang cukup menghebohkan dan kontroversial. Semen Gresik dijual obral dan merugikan negara dengan alasan untuk membantu membantu APBN.
“Kalau pengalamannya dalam divestasi yang diandalkan maka sudah jelas kemana arah Perusahaan ini akan dibawa. Situasi ini membuat tak nyaman pekerja Pertamina.
Apalagi surat terbuka FSPPB ke Presiden Joko Widodo tidak digubris,” jelasnya.
Ia mengingatkan disektor migas ada asas Big is Beautiful. Divestasi diharamkan dalam sektor migas. Ia memberikan contoh beberapa perusahaan migas internasional yang besar saja melakukan merger seperti British Petroleum dan Amoco, Exxon dan Mobil Oil atau Conoco dan Philips.
“Sangat mengherankan 3 direktur baru yang basisnya tehnik informatika dan hukum. Padahal masalah utama Pertamina adalah peningkatan cadangan dan lifting minyak. Dimana peran geologist?” ujarnya
Ia juga mempertanyakan mengapa direksi Pertamina hanya 4 orang yang menangani hulu sampai hilir. Menurutnya. Pertamina yang strategis dan kompleks setidaknya memerlukan serorang Dirut, Direktur Hulu, Direktur Hilir, Direktur Keuangan dan Investasi, Direktur Umum dan SDM dan Direktur Research Technology dan Development.
“Selama ini organisasi Pertamina sangat besar sehingga mengakomodir semua high flyer. Harusnya diperkecil sehingga high flyer bisa diekspor ke perusahaan lain,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan pengalaman pengurangan BBM subsidi 5 persen beberapa waktu lalu saja sudah mengguncangkan. Bagaimana kalau pekerja Pertamina sampai mogok
Pertamina Genting
KSPMI menilai situasi di Pertamina sudah sangat genting oleh karenanya Presiden, Menteri ESDM dan Menteri BUMN harus tanggap sehingga situasi tidak berkembang menjadi buruk.
“Pemerintah tidak bisa berpikir ndableg. Harus hirau. Nanti Pertamina tidak berjalan efektif dan yang rugi negara. Harusnya pemerintah dalam hal ini Menteri BUMN tanggap atas desakan FSPPB. Situasi kerja akan goncang. Ini berbahaya,” ujarnya.
Faisal Yusra mengingatkan bahwa FSPPB adalah organisasi yang matang dengan jaringannya yang kuat dimahasiswa, pesantren, perguruan tinggi, dan kalangan profesional.
“Jangan sampai terlambat. Segera berkomunikasi dengan FSPPB. Semua tergantung pemerintah dan FSPPB. Kita tunggu respon Pemerintah dan aksi pekerja Pertamina FSPPB selanjutnya,” ujarnya.
Secara terpisah Fajar Gunawan dari Serikat Pekerja Badak NGL Co, Bontang mengingatkan agar Pertamina jangan lagi menjadi bancaan dan jangan lagi jadi ajang permainan bisnis dan politik.
“Hasil konsolidasi Serikat Pekerja Migas Nasional dalam wadah KSPMI siap menyatakan perang melawan direksi baru Pertamina dan Pemerintah bila tidak becus mengelola kedaulatan Migas. Pertamina harus bisa bangkit menjadi kebanggaan bangsa dan penghasil devisa utama bagi negara,” tegasnya kepada Bergelora.com
Sebelumnya penunjukkan itu membuat kecewa FSPPB. Pemerintah dianggap mengabaikan suara para pekerja Pertamina.
“Kami kecewa dengan keputusan Presiden dan Menteri BUMN. Benar-benar tidak masuk akal. Kami segera melakukan konsolidasi dengan seluruh konstituen kami untuk menyikapi keputusan tersebut,” tegas Presiden FSPPB, Ugan Gandar (Tiara Hidup)