Oleh: Adriansah Manu*
PALU- Cerita tentang perampasan tanah petani di Sulawesi Tengah masih terus berlangsung, kali ini terjadi di Desa Lee, Kecamatan, Mori Atas, Kabupaten Morowali Utara. Perampasan tanah petani tersebut, dilakukan oleh PT. Sinergi Perkebunan Nusantara (SPN), anak perusahaan PT. Perkebunan Nusantara VI dan XIV. Sebuah perusahaan dibawah naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Perusaan ini mendapatkan Hak Guna Usaha (HGU) pada tahun 2009 dengan nomor 20-HGU-BPN RI-2009 (27.01.09) seluas 1.895 hektare (ha). Dari luas tersebut 800 ha masuk di Desa Lee. Pemberian HGU tersebut, mengambil tanah petani 128 Kepala Keluarga (KK).
Seperti biasanya, modus pemberian HGU tersebut tidak pernah diketahui oleh petani. Padahal dalam aturannya, perusahaan wajib untuk mensosialisasikan kehadirannya sebelum mendapatkan HGU. Dalam kasus petali Lee, mereka mengetahuinya pada tahun 2014, saat perusahaan memobilisasi kendaraan alat berat miliknya untuk melakukan penggusuran.
Setelah mengetahui kabar itu, petani beserta pemerintah Desa Lee melakukan klarifikasi ke pemerintah kabupaten. Pemerintah Morowali Utara membenarkan keberadaan izin tersebut. Bahkan dokumen HGU secara resmi ditandatangani serta diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Artinya, menurut Pemda Morowali Utara izin tersebut sah dikeluarkan oleh BPN dan telah melalui mekanisme yang ada.
Tetapi petani dan Pemerintah Desa Lee membantah kalau izin tersebut resmi dan sesuai prosedur perizinan yang berlaku. Pasalnya, pihaknya tidak pernah mendapatkan konfirmasi atau sosialisasi kalau sebagian dari wilayahnya masuk ke dalam konsesi HGU PT. SPN. Bahkan, mereka mendengar kabar tersebut bukan dari informasi resmi yang disampaikan oleh pemerintah maupun perusahaan. Melainkan mereka memperolehnya dari isu yang beredar, lantas kemudian mengonfirmasinya ke pemerintah Morowali Utara.
Menurut kepala Desa Lee, Almida Batulapa, HGU PT. SPN yang terbit pada tahun 2009 tersebut dikeluarkan oleh BPN tanpa melalui prosedur yang jelas. Karena proses penerbitannya tidak melibatkan pemerintah desa dan petani. Padahal, konsesi tersebut mencakup wilayah sestrategis desa yakni kandang, sumber air bersih dan pemakaman, dan lahan produksi petani yakni kebun dan lahan pertanian.
Masalah ini juga telah mendapat respon dari Komisioner Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), bahkan pada tanggal 30 September 2015 sebuah pertemuan bersama Komnas HAM telah dilakukan. Pertemuan tersebut, menghasilkan rekomendasi yaitu pertama, memintah agar pihak perusahaan tidak melakukan aktivitas di areal petani Lee yang telah memiliki bukti kepemilikan berupa sertifikat/SKPT/SPPT/SKT dan bukti fisik.
Komnasham meminta tim gabungan yang terdiri dari Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali Utara, Camat Mori Atas, Kepala Desa, dan Penyidik Polres Morowali untuk menyelesaikan masalah perampasan tanah tersebut, lewat pengukuran tanah petani berdasarkan kepemilikan sertifikat/SKPT/SKT/SPPT dan bukti fisik lapangan.
Selain itu Komnasham, meminta agar Bupati Morowali Utara mengirim surat kepada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) untuk melakukan peninjauan kembali HGU PT PN XIV.
Prinsipnya, petani dan pemerintah Desa Lee menolak keberadaan izin HGU yang terbit di wilayahnya tersebut. Karena proses penerbitannya tidak melalui prosedur yang berlaku dan merasa tidak pernah memberikan wilayahnya kepada PT SPN. Selain itu PT SPN tidak pernah melakukan sosialisasi kepada petani Lee terkait terbitnya izin HGU tersebut.
Wilayah yang masuk areal HGU merupakan lokasi strategis yang digunakan petani sebagai lahan pertanian, peternakan, sumber air dan pemakaman umum dan ketiga, karena petani Desa Lee tidak menginginkan wilayahnya dijadikan perkebunan sawit baik melalui skema plasma maupun inti.
Solidaritas Perjuangan untuk Petani Lee mendesak agar BPN mengeluarkan HGU PT SPN dari wilayah administrasi Desa Lee. Gubernur Sulawesi Tengah dan Bupati Morowali Utara juga diminta meninjau kembali seluruh izin HGU PT SPN dan memberhentikan aktivitas perusahaan selama tumpang tindih izin belum terselesaikan. Pihak kepolisian agar tidak melakukan intimidasi terhadap petani Lee yang menolak HGU PT SPN.
*Penulis adalah Manager Kampanye dan Jaringan YTM (Yayasan Tanah Merdeka), Sulawesi Tengah