JAKARTA- Selama produsen es krim AICE masih menindas buruh dan tidak memperbaiki kondisi kerja dalam pabrik, sebaiknya Kemenpora, meninjau ulang dan membatalkan keterlibatan PT. Alpen Food Industry. Hal ini disampaikan Sarinah dari Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (SEDAR) kepada Bergelora.com saat pemogokan dilancarkan lagi di Bekasi, Jawa Barat, Jumat (17/11) oleh buruh AICE yang tergabung dalam Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia (SGBBI) PT. Alpen Food Industry
“Menpora Imam Nahrawi jangan mau kerjasama dengan perusahaan yang selama ini menindas buruh, karena itu akan menjatuhkan kredibilitas pemerintahan Joko Widodo. Apalagi Asian Games 2018 di Indonesia adalah event internasional,” tegasnya.
Pemogokan PT. Alpen diwarnai penculikan terhadap seorang buruh. Buruh dibawa dengan mobil oleh seseorang yang mengenakan pakaian seragam sekuriti pada jam 15.40 WIB, Jumat, 17 November 2017.
“Salah seorang buruh sempat memfoto saat buruh disuruh masuk ke mobil oleh seorang pria berbadan besar,” demikian Sarinah.

Dibawah ini pernyataan resmi dari Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia (SGBBI) PT. Alpen Food Industry menjelaskan sebagai berikut:
1. Bahwa kami melakukan mogok kerja kembali mulai tanggal 17 November 2017 dan direncanakan akan diakhiri pada tanggal 02 Desember karena pengusaha tidak bersedia mengangkat kami sesuai dengan ketentuan Pasal 59 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
2. Bahwa dalam pemogokan sebelumnya yang dimulai dari tanggal 02 November 2017 dan rencananya akan diakhiri pada tanggal 16 November 2017, kami sudah menunjukkan ITIKAD BAIK kami kepada pihak pengusaha PT. Alpen Food Industry dengan masuk kerja kembali pada tanggal 06 November 2017. Hal ini kami lakukan setelah pihak pengusaha dalam diskusi bersama pihak SGBBI menyetujui pengangkatan sesuai dengan Pasal 59 UU Nomor 13 Tahun 2003 yang disaksikan oleh pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan mediator dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Bekasi pada tanggal 4 November 2017.
3. Bahwa setelah masuk kerja kembali, pengusaha malah mengeluarkan keputusan Nomor 001/SK-DIR/AFI/XI/2017 pada tanggal 06 November 2017 yang berisi tentang prosedur pengangkatan karyawan melalui proses seleksi. Pekerja/buruh yang telah dikenai PHK pun juga tidak diterima kembali untuk bekerja, tapi hanya diberikan kesempatan untuk melamar pekerjaan yang akan ditempatkan sebagai pekerja/buruh dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) kembali. Adapun kebijakan perusahaan ini, kami nilai tidak sesuai dengan Pasal 59 Ayat (7) UU Nomor 13 Tahun 2003 jo. Kepmenakertrans Nomor Kep/100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT sehingga batal demi hukum. Seharusnya perusahaan demi hukum langsung mengangkat pekerja/buruh PKWT menjadi pekerja/buruh PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) sebagai konsekuensi hukum terhadap pelanggaran penempatan PKWT yang telah terjadi selama ini. Karena itulah, pada tanggal 08 November 2017 kami terpaksa kembali mengirimkan surat pemberitahuan mogok ke perusahaan dan Disnaker sesuai dengan ketentuan Pasal 140 UU Ketenagakerjaan jo. Kepmenakertrans Nomor KEP. 232/MEN/2003 yang mengharuskan serikat pekerja mengirimkan pemberitahuan mogok minimal 7 (tujuh) hari sebelum pemogokan.

4. Bahwa fasilitas-fasilitas seperti tunjangan makan, transportasi, dan sebagainya, sebagaimana yang disebutkan pihak perusahaan dalam siaran pers yang diedarkan di media sosial baru-baru ini, perlu kami tegaskan lagi bahwa fasilitas tersebut baru dimulai pada bulan Agustus 2017 dan efektif berlaku pada September 2017. Dari tahun 2013 sampai Agustus 2017, para pekerja/buruh dipekerjakan dalam kondisi tidak menerima tunjangan-tunjangan tersebut. Dengan tidak adanya kepastian kerja, maka pekerja/buruh tidak akan menikmati fasilitas-fasilitas tersebut karena dapat dikenai pemutusan hubungan kerja (PHK) sewaktu-waktu atau apabila masa kontraknya habis. Selain itu, kami menemukan lebih dari 30 perjanjian kerja di mana pekerja/buruh dipekerjakan dengan kondisi upah di bawah ketentuan upah minimum kota/kabupaten (UMK) pada tahun 2016. Kami sedang mengumpulkan bukti-bukti tambahan untuk kemudian diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
5. Bahwa tuntutan kami mengenai status kerja adalah tuntutan yang memiliki dasar hukum yang kuat sebagaimana yang kami sebutkan dalam poin 3 (tiga) dan juga adalah demi kemanusiaan yang mana sudah seharusnya perusahaan memberikan kepastian kerja kepada pekerja/buruh yang ada sekarang setelah sekian lama bekerja di bawah kondisi banyaknya pelanggaran-pelanggaran normatif. Apalagi AICE akan menjadi sponsor Asian Games 2018 sehingga sudah selayaknya apabila perusahaan terlebih dahulu memperhatikan nasib buruh/pekerja yang sudah memiliki kontribusi terhadap perusahaan sebelum menjadi sponsor perhelatan akbar tersebut.
6. Bahwa keinginan kami adalah pengusaha PT. Alpen Food Industry bersedia membuat Perjanjian Bersama (PB) untuk mengangkat buruh/pekerja menjadi karyawan tetap (PKWTT) sesuai dengan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan ayat (7), sehingga kami bisa bekerja kembali seperti sedia kala ketimbang melibatkan begitu banyak pihak ketiga yang tidak berkepentingan secara langsung dengan hal ini. PB tersebut harus dibuat sesuai dengan Pasal 141 Ayat (3) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Pasal 7 UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) jo. Pasal 1243 KUHPerdata untuk memenuhi syarat sahnya pembuatan PB dan mencegah terjadinya wanprestasi di kemudian hari.
Seluruh dokumentasi pemogokan dapat diakses di tagar Facebook #salam15hari
Demikian pernyataan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Bekasi, 17 November 2017
Pengurus SGBBI
Ketua, Panji Novembri (No. HP 0813-8791-5715)
Sekretaris, Rian Hidayat (No. HP 0856-9473-2902)
Selain itu, Sarinah meminta agar Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri memeriksa kelayakan kerja dalam industri es krim AICE. “Barusan ada lagi buruh yang kena radang paru-paru. Hari Senin lalu amoniak masih bocor dan tercium hingga ke loker,” jelasnya. (DIK)