Rabu, 8 Oktober 2025

LAWAAAAN….! Peringatan Siti Fadilah Untuk Xi Jinping: Dibalik Pendemi Pasti Ada Konspirasi Mematikan

Presiden Republik Rakyat China, Xi Jinping. (Ist)

JAKARTA- Walaupun Corona virus masih terus merebak di China bahkan diseluruh dunia namun Pemerintahan Republik Rakyat China (RRC) telah berhasil menyembuhkan pasien-pasien yang terpapar Corona virus. Saat ini yang dibutuhkan adalah vaksin Corona virus yang bisa menghentikan penyebaran Corona virus di seluruh dunia.

Delegasi WHO hari ini baru saja menemui Presiden Xi-Jinping di Beijing. Organisasi kesehatan dunia ini memuji cara China mengatasi dan menyembuhkan pasien yang terpapar Corona virus. WHO menyatakan keinginannya bekerjasama dengan Pemerintah China untuk bisa mengatasi penyebaran Corona virus yang sudah merebak ke berbagai negara. Presiden Xi Jinping pun memastikan China siap bekerjasama dengan WHO. Dunia sekarang sedang menunggu hasil kerjasama tersebut.

Masyarakat dunia berharap, agar bencana wabah Corona virus kali ini bisa segera teratasi secara transparan (transparan), sejajar (equal) dan adil (fair),–seperti yang pernah diperjuangkan oleh Republik Indonesia di WHO saat menghadapi pandemi Flu Burung 2006-2009 lalu.

Untuk itu penting untuk mengingatkan Presiden Republik Rakyat China (RRC), Xi Jinping tentang capaian perjuangan Indonesia yang dipimpin Siti Fadilah Supari, Menteri Kesehatan RI 2004-2009 dalam sidang World Health Assemby (WHA) ke-64 tahun 2010. Perjuangan itu telah menghasilkan resolusi sehubungan dengan penangangan wabah penyakit menular. Resolusi itu sudah disetujui dan diadopsi oleh WHO dan seluruh negara anggota di dunia untuk penanganan wabah penyakit menular virus influenza H5N1 dan virus sejenis.

“Mengatasi pandemi tidak cukup dihadapi secara medis. Karena setiap dibalik pandemi penyakit menular,–pasti ada konspirasi mematikan. Pasti ada kepentingan sepihak  terhadap negara yang menderita,” tegas Menkes Siti Fadilah saat itu.

Hal ini juga ditegaskan dalam buku yang berjudul Deadly Mist yang membongkar penggunaan wabah cacar dalam upaya memusnahkan suku Indian. Dalam  yang ditulis Jerry D. Gray  itu juga dipaparkan penggunaan wabah TBC dalam perang Napoleon.

Andaikan Siti Fadilah tidak dirampas hak bisa bicaranya pasti Menkes RI yang berhasil menutup Namru-2 ini akan mengatakan, “Dulu konspirasi itu menyerang Indonesia dan bisa kita atasi. Sekarang,– dengan kemajuan tehnologi,– Xi Jinping dan rakyat China pasti bisa mengatasi Corona virus saat ini.”  

Saatnya Dunia Berubah!

Bergelora.com mencatat,–perjuangan bangsa Indonesia melawan Flu Burung, telah ditulis Siti Fadilah sendiri yang diterbitkan tahun 2009 dalam bukunya yang berjudul, ‘Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung’ dengan edisi bahasa Inggrisnya berjudul “It’s Time for the World to Change: In the Spirit of Dignity, Equity, and Transparency : Divine Hand Behind Avian Influenza”. Saat ini sudah tiga tahun, dokter jantung perempuan yang berjuang menyelamatkan rakyat dan bangsa ini menjalani kehidupan dalam penjara,–akibat fitnah busuk pada dirinya.

Saat Siti Fadilah menjabat Menteri Kesehatan RI, Indonesia diserang wabah Flu Burung dan menyebabkan kematian yang tinggi.  Sampai April 2009, kematian pasien yang terpapar Flu Burung adalah 115 orang dari 141 yang positif terjangkit. WHO mewajibkan Indonesia untuk menyerahkan semua sampel virus Flu Burung yang berasal dari pasien Indonesia, dikirim ke Laboratorim WHO Collaborating Center(s) untuk diteliti.

Semua sampel virus Flu Burung yang didapat dari swap (usap tenggorokan), darah dan plasma dari  pasien penderita Flu Burung yang dikirim ke WHO dengan mudah untuk diteliti dan menghasilkan vaksin. Namun pertanyaan kemudian muncul, ketika sampel virus Flu Burung Indonesia juga dikirim ke Laboratorium Biologi Los Alamos di Amerika Serikat. Laboratorium ini adalah fasilitas militer yang khusus mengembangkan senjata biologi (biology weapons) yang berasal dari berbagai virus. Tentu sebuah tanda tanya besar merebak saat itu. Mengapa saat Indonesia sedang terpapar Flu Burung, ada pihak yang membawa sampel virus Flu Burung ke laboratorium tersebut? Siapa mereka? Apa tujuannya?

Selain itu tentu saja, beberapa perusahaan farmasi dan vaksin sudah siap untuk bekerjasama mengembangkan seed virus Flu Burung dari pasien Indonesia untuk menjadi vaksin. Vaksin itu biasanya dijual ke seluruh dunia business as usual, pemerintah negara-negara berkembang yang terpapar akan disiapkan skema pinjaman agar bisa mendapatkan vaksin dari berbagai penyakit menular.

Pasien-pasien yang diduga terpapar Flu Burung di Indonesia saat itu, hanya bisa diberikan obat Tamiflu. Dari sejumlah pasien yang positif Flu Burung, hanya dua orang yang berhasil sembuh. Berbeda dengan Corona virus yang tingkat kematiannya rendah,–Flu Burung memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi,–cepat menyebar dan pasti mematikan.

Dalam sidang-sidang di WHO, Indonenesia segera mengambil sikap agar semua pengiriman sample virus dari pasien Indonesia, harus seijin Pemerintah Indonesia dalam hal ini Menteri Kesehatan RI, yang saat itu dijabat oleh Siti Fadilah Supari.

Delegasi Indonesia yang dipimpin Menkes Fadilah didampingi Staff Ahli Menteri Kesehatan, Dr. Widjaja Lukito, PhD, SpGK(L) dan Perwakilan Tetap RI di PBB, Makarim Wibisono secara tegas menginginkan agar WHO merubah kebijakannya yang tidak transparan, tidak setara dan tidak adil. Tentu hal ini menyebabkan kontroversi, karena ditolak oleh negara-negara maju produser vaksin. Amerika Serikat terutama yang menolak proposal Indonesia tersebut.

“Rakyat kita yang menjadi korban Flu Burung yang ganas. Ada yang meninggal. Bagian tubuhnya diambil untuk penelitian dan dikembangkan jadi vaksin oleh perusahaan farmasi mereka. Vaksin kemudian mereka jual ke seluruh dunia terutama ke Indonesia yang diserang Flu Burung. Kita harus beli dari mereka. Wajar kalau Indonesia menuntut keadilan,” tegas Siti Fadilah kepada pers saat itu.

Menkes Siti Fadilah menginginkan semua penelitian dan pengembangan sampel virus yang berasal dari Indonesia harus sepengetahuan dan seijin Pemerintah Indonesia. Karena sampel virus-strain Indonesia tersebut dapat dikembangkan di laboratorium oleh negara maju jadi vaksin.

“Apa yang Indonesia dapat dari virus sharing yang bisa jadi vaksin dan lainnya itu?,” tegas Siti Fadilah.

Saat ini semua data genom umat manusia sudah dimiliki lewat berbagai program penelitian. Tanpa disadari data genom (genetika) diambil oleh lembaga-lembaga resmi atau bahkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang dibiayai perusahaan obat dan vaksin,– secara langsung atau lewat program WHO dan PBB.

Sudah bukan rahasia lagi, semua genetik manusia dan mahluk hidup lainnya di atas bumi sudah dikumpulkan di laboratorium mereka. Data genom diteliti dan diolah diberbagai laboratorium yang ada di Amerika Serikat dan negara sekutunya.

Sidang WHA

Dalam Sidang World Health Assembly (WHA) 2007 yang dihadiri oleh semua menteri kesehatan dunia, berkumpul untuk membahas persiapan menghadapi pandemi Flu Burung.

Semua yang dituntut Indonesia menjadi perdebatan keras sampai di tingkatan Inter-Govermental Meeting (IGM), sebuah pertemuan antar-negara yang dimandatkan oleh WHA untuk membahas langkah-langkah mendesak.

Rapat-rapat WHA dan WHO dilakukan secara tertutup dan tidak dipublis. Indonesia menginginkan masyarakat dunia perlu tahu agar ikut memutuskan pencegahan pandemi. Terutama publik harus ikut mengawasi kemungkinan terjadinya moral hazard (penyimpangan) terhadap keputusan-keputusan WHO itu.

Dalam negosiasi pada tingkat IGM, Indonesia menanyakan jaminan tidak akan terjadi moral hazard, jika Indonesia mengirimkan semua sampel virus Flu Burung ke WHO? Apakah ada jaminan tidak bocor dan disalahgunakan? Pertanyaan delegasi Indonesia ini kemudian mendapatkan dukungan dari semua negara berkembang. Bahkan Direktur WHO Colaborating Center di Jepang mengakui pernah ada kasus kebocoran di laboratoriumnya WHO. Ia mengakui ada banyak pihak yang berkepentingan mendapatkan sampel virus. Akhirnya semua negara menyetujui sikap Indonesia, kecuali Amerika Serikat dan beberapa negara satelitnya.

Selain soal virus sharing diatas, Indonesia juga memperjuangkan benefit sharing dari berbagai obat dan vaksin yang diturunkan dari sampel virus yang di kembangkan oleh WHO dan berbagai perusahaan farmasi. Prinsipnya, semua obat dan vaksin harus dibagikan secara cuma-cuma sebagai public goods atau dijual dengan mekanisme tier-pricing kepada seluruh negara terutama negara berkembang yang terinfeksi wabah penyakit menular demi menyelamatkan peradaban umat manusia.

Delegasi Indonesia juga menuntut WHO agar memastikan capacity building dan transfer teknologi untuk negara-negara berkembang dalam pembuatan vaksin,–termasuk penelitiannya.

Sidang WHA itu akhirnya setuju mengeluarkan sebuah resolusi baru ‘Pandemic Influenza Preparedness (PIP): Sharing of Influenza Viruses and Access to Vaccines and Other Benefits’, sebuah resolusi tentang penanganan pandemi wabah influenza.

Secara garis besar resolusi WHA yang dirilis tahun 2010 tersebut memastikan,–1) Pengiriman sample virus harus melalui proses MTA (Material Transfer Agreement), 2) Memastikan virus sharing secara transparan dengan traceability yang akuntabel, 3) Memastikan sharing of benefits berupa vaksin, seed virus dan semua hasil penelitian dari virus sharing, 4) Memastikan capacity building dan transfer teknologi bagi negara yang terinfeksi wabah penyakit menular khususnya negara berkembang.

Hari ini, kerjasama antara China dan WHO diharapkan bisa segera menemukan jalan keluar mengatasi penyebaran wabah Corona virus. Selain itu, dunia juga membutuhkan segera pengembangan obat atau serum yang dimiliki China untuk mengobati pasien di negara-negara yang terinfeksi. Dengan teknologi tinggi yang dimiliki China, diharapkan segara ada vaksin yang dibutuhkan oleh umat manusia seluruh dunia, agar terbebas dari corona virus. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru