JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuka kemungkinan pemanfaatan aset kripto sebagai agunan pinjaman di Indonesia. Meski aturan resminya belum ada, kajian dan uji coba tengah dilakukan melalui mekanisme regulatory sandbox.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi menyebut, pihaknya sedang mengkaji kemungkinan pemanfaatan aset kripto dalam berbagai inovasi yang sebelumnya telah berkembang di ranah global.
Salah satunya adalah tokenisasi aset nyata atau real world asset (RWA) hingga penggunaannya sebagai jaminan pinjaman.
“Bentuk-bentuk inovasi tokenisasi dari real world asset atau project lainnya sudah masuk di sandbox OJK,” kata Hasan di sela acara CFX Crypto Conference 2025, dikutip Bergelora.com Selasa (26/8/2025),
Sebagai informasi, regulatory sandbox adalah mekanisme pengujian yang dilakukan OJK untuk menilai keandalan model bisnis, instrumen keuangan, serta tata kelola penyelenggara sebelum diadopsi secara lebih luas.
Hasan mencontohkan, tokenisasi emas sudah lebih dulu diuji coba.
“Emas misalnya, pada 8 Agustus kemarin menandai satu tahun ada di sandbox dan sudah kami nyatakan lulus,” ujarnya.
Wacana pemanfaatan aset kripto sebagai agunan pinjaman sebelumnya juga mengemuka dari pelaku industri.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Pemegang Saham PT Indokripto Koin Semesta Tbk (COIN) Andrew Hidayat menilai peluangnya cukup besar, mengingat praktik serupa telah diterapkan oleh sejumlah bank internasional.
“Kami memohon mereka (regulator) untuk mengkaji ulang beberapa aturan sehingga kripto bisa digunakan sebagai instrumen pinjaman,” kata Andrew, Kamis (21/8/2025).
Andrew menyebut, bank global seperti JP Morgan pernah memberikan pinjaman dengan jaminan bitcoin dan ethereum, sementara Citibank sempat memperbolehkan aset kripto berbasis ETF sebagai agunan.
Dalam forum yang sama, CEO dan Co-founder Indodax William Sutanto menilai adopsi kripto sebagai jaminan pinjaman sangat memungkinkan di Indonesia.
Menurutnya, aset kripto memiliki keunggulan dibanding aset konvensional seperti properti atau kendaraan.
“Kalau kripto, hanya beberapa detik saja sudah bisa dijual-belikan, karena supply demand-nya selalu ada,” ujar William.
Berbeda dengan properti atau kendaraan bermotor yang membutuhkan waktu lebih lama untuk dijual, kripto dinilai lebih likuid sehingga dianggap lebih praktis jika dijadikan agunan. (Enrico N. Abdielli)