JAKARTA- Sekelompok aktivis kemanusiaan, ahli hukum dan ahli sejarah mendeklarasikan pentingnya kebenaran dan keadilan ditegakkan atas sejarah maupun masa depan bangsa. Hal ini disampaikan dalam siaran pers yang diterima Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (2/9).
“Kami tidak ingin bangsa kita terbelenggu oleh kekerasan politik masa silam yang terus berulang tanpa penyelesaian yang adil bagi korban. Kekerasan politik itu harus diakhiri agar kita sebagai bangsa dapat melangkah ke depan secara bermartabat di mata dunia internasional,” demikian petikan dekrasi tersebut.
Dibawah ini isi lengkap deklarasi tersebut:
Deklarasi
Kemerdekaan untuk Klarifikasi Kesejarahan, Kebenaran, dan Keadilan atas Kejahatan Kemanusiaan
Kami yang membuat deklarasi ini adalah para sejarawan, pendidik, akademisi, pegiat seni dan budaya, aktivis, dan warga masyarakat hendak kembali menyerukan pentingnya kebenaran dan keadilan ditegakkan atas sejarah maupun masa depan bangsa.
Kami tidak ingin bangsa kita terbelenggu oleh kekerasan politik masa silam yang terus berulang tanpa penyelesaian yang adil bagi korban. Kekerasan politik itu harus diakhiri agar kita sebagai bangsa dapat melangkah ke depan secara bermartabat di mata dunia internasional.
Kami menyatakan bahwa pengungkapan kebenaran dan tegaknya keadilan atas sejarah kekerasan politik masa lalu dari pengalaman dan narasi korban sejak tahun 1965 sampai periode reformasi-menjadi tanggung jawab negara untuk menjelaskan siapa bangsa kita, termasuk mengapa dan bagaimana bangsa ini harus menyelesaikan masa lalunya untuk menegakkan kebenaran dan keadilan yang sejati.
Kami menyesalkan jika tanggung jawab negara tersebut belum dilaksanakan sampai memasuki tahun terakhir Pemerintahan Joko Widodo.
Padahal, ada banyak komunitas korban yang tetap mempertanyakan kesungguhan Presiden melaksanakan tanggung jawab tersebut melalui pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (Tim PPHAM).
Pertanyaan pokok mereka adalah mengapa tidak ada pengungkapan kebenaran, mengapa tidak ada pernyataan maaf, dan mengapa tidak ada kejelasan untuk menegakkan keadilan.
Kami menghormati rekomendasi Tim PPHAM yang dirumuskan untuk 12 pelanggaran berat hak asasi manusia, termasuk tentang pentingnya penulisan ulang sejarah, yang diikuti oleh pidato pengakuan dan penyesalan Presiden atas terjadinya pelanggaran berat hak asasi manusia tersebut.
Penyesalan Presiden sangat penting karena terjadi di saat Negara dan juga Pemerintah masih mempertahankan narasi sejarah yang menutupi fakta kejahatan kemanusiaan, termasuk yang berbasis ideologi sejak masa lalu dan yang sampai sekarang merendahkan keadaban politik kita sebagai bangsa dan negara.
Kami memandang sejarah resmi negara saat ini—yang menutupi hakikat kekerasan politik masa lalu dan melegitimasi penyimpangan kekuasaan negara—harus dikoreksi.
Meskipun pemerintah berganti dari waktu ke waktu, sejarah tersebut terus digunakan sedemikian rupa untuk membenarkan kekerasan politik tersebut, bahkan menciptakan iklim ketakutan, dan kecemasan publik sejak masa lalu hingga kini di masa reformasi, termasuk menciptakan musuh-musuh fiktif dari dalam dan luar tubuh bangsa pada momen-momen elektoral. Melalui deklarasi ini, kami menyatakan bahwa negara harus segera dan tanpa syarat menunaikan kewajiban-kewajiban konstitusionalnya untuk melakukan penulisan ulang sejarah demi mengungkapkan kebenaran, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan menegakkan keadilan, sebagai tanggung jawab negara atas kejahatan kemanusiaan masa lalu.
Jika negara tidak memenuhi kewajiban itu, maka negara telah melanggengkan impunitas, menggelapkan fakta sejarah kejahatan kemanusiaan, bahkan menghindar dari kewajiban untuk memuliakan harkat, martabat, dan integritas bangsa Indonesia.
Jakarta, 29 Agustus 2023
Penggagas:
Marzuki Darusman
Ita Fatia Nadia
Andy Achdian
Asvi Warman Adam
Bonni Triyana
Grace Leksana
Muhammad Fauzi
Usman Hamid
Ratna Hapsari
Tarlen Handayani
Yeri Wirawan
Pendukung Perseorangan:
Artien Utrecht
Andreas Harsono
Ratna Saptari
Lea Pamungkas
Sungkono
Sandyawan Sumardi
Tati Sungkono
Sulistyowati Irianto
Budhisatwati Kusni
Herry Anggoro Djatmiko
Wasino
Dominggus Elcid Lie
Siauw Tiong Djien
Aboeprijadi Santoso
Yoshi Fajar Kresno Murti
Maria Andriani
Syafiatudina
Faiza Mardzoeki
Damairia Pakpahan
Roni Agustinus
Henni Supolo
Mayling Oey Gardiner
Febi Yonesta
Zumrotin
Lelyana Santoso
Nuraini Juliastuti
Muhammad Fakhrurrozi
Naysilla Rose
Sabiq Muhammad
Eko Prasetyo
Joko Supriyanto
Zain
Nando
Ahmad Shalahuddin
Nabil Falih
Rio Alfian
Mushab Aulia
Dika Ayu
Mahameru S
Abi
Janeska
Nugroho Katjasungkana
Tintin Wulia
Wilson
Linna Gunawan
Tunggal Pawestri
Nursiti
Naomi Srikandi
Hartoyo
Antie Soelaiman
Debby Prabawati
Evi Lina Sutrisno
Pendukung gerakan:
Social Movement Institute
Kaham UII
Aksi Kamisan Yogyakarta
(Enrico N. Abdielli)