Sabtu, 25 Oktober 2025

Majaz Cinta Untuk Muhammad

Maulid Nabi Muhammad. (Ist)

KUDUS- Cinta bersemi di bulan ini. Kembang-kembang merekah. Harum untukmu. 1,8 milyar umat Islam manabur bunga-bunga diba’ di pelataran masjid dan di rumah-rumah kaum muslimin tiap bulan kelahiranmu tiba. 1.447 tahun lalu, ketika fajar merekah di ufuk timur, seseorang yang disebut-sebut di semua kitab suci sebagai pemimpin masa depan, lahir di tengah dunia Arab yang gelap.

Dialah engkau Muhammad. Lahir di antara debu-debu yang berterbangan dan hinggap di dinding Ka’bah, Senin 20 April 571 M, atau 12 Rabiul Awwal, 13 tahun sebelum Hijriyah. Debu-debu itu 40 hari lalu berhamburan diterjang pasukan gajah di padang pasir Mekkah. Dan nyaris jatuh di tangan pasukan Abrahah. Burung-burung ababil mengusirnya dengan batu-batu api laksana daun tanaman yang meranggas dimakan ulat.

Atas nama cinta dan tanda-tanda keagungan itu, engkau lahir. Bukan cinta biasa. Tapi, cinta yang kasihnya mengalir melampaui batas-batas SARA. Bukan untuk memaksa-islamkan umat manusia, tetapi untuk menyempurnakan moralnya. “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia,” katamu kepada para sahabat.

Muhammadku. Muhammadku. Pengaruhmu menggetarkan dunia. Menempatkanmu dalam “The 100” sebagai yang pertama diakui Michael Hart dalam daftar pemimpin dunia. Tapi, ada satu yang tak mereka punya, kelembutan sikapmu yang melebihi sutra. Bahkan yang telah didaku sebagai lawan olehmu, engkau hormati saat sekujur mayat dalam iringan keranda melintas di hadapanmu. Engkau berdiri tiba-tiba. “Itu jenazah orang Yahudi, mengapa engkau hormati?” tanya para sahabat, setengah protes. Sejenak engkau diam, lalu berkata, “Bukankah dia manusia (nafs)?” jawabmu lembut menyadarkan mereka.

Dan di antara kerongkonganmu yang kering waktu itu, seseorang tiba-tiba menyerahkan air segelas. Kau minum seteguk, dan memberinya doa, “Jammalakallâh,” (semoga Allah memperelok dirimu). Dan Yahudi pemberi air itu tak pernah satupun beruban rambutnya hingga meninggalnya. Sungguh elok doamu.

Hari ini, di hari ulang tahunmu yang ke 1.447, aku merindukan kelembutanmu. Engkau seperti lahir kembali dan datang menghampiriku. Ijinkan aku setengah memaksa mengajakmu hadir di tengah-tengah orang yang mengaku muslim tapi selalu memaksa-maksa. Yang suka berkata kasar dan gemar mengafirkan siapa saja. Supaya mereka tahu itu bukan jalanmu.

“Aku tinggalkan kamu dua perkara, kamu tidak akan sesat selama berpegang dengan kedua-duanya, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunnahku,” katamu. Tapi, mereka seperti tak mau mendengar itu? Memilih-milih ayat dan hadits yang mereka mau. Haruskah engkau lahir kembali, Muhammadku?

Di antara debur “terbang” dan nyanyian Syi’i yang dikumandangkan paduan suara di masjid-masjid Sunni, engkau serasa hadir kembali. Kubuka halaman demi halaman kitab berzanji. Ada lirik yang membuatku terkesiap:

“Hambamu yang miskin mengharapkan karuniamu (wahai Rasul) yang sangat banyak/padamu aku telah berbaik sangka wahai pemberi kabar gembira dan peringatan/maka tolonglah aku/selamatkan aku wahai penyelamat dari sa’iir (neraka)/wahai penolongku dan tempat perlindunganku/dalam perkara-perkara besar dan berat menimpaku.”

Engkau pasti bukan Tuhan. Tapi, melaluimu, dengan majaz ini, nyanyian cinta untukmu aku kumandangkan. Muhammadku, Muhammadku, I lop you pull! (Hasan Aoni)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru